(Catatan Harian Tahun 1983-1998)
1
Aku lupa sejak kapan mulai kenal menulis
Menulis juga lupa sejak kapan dia kena aku
Sama-sama pelupa, tetapi aku menolak lupa
Kucatat peristiwa yang terjadi di depan mataku
2
Pernah kutuliskan di dinding tembok
“Tembok-tembok bisu bisa mendengar!”
Tembok itu bergerak memagari gerakku
Mematahkan jemariku yang kupakai menulis
3
Mereka tiarap, tutup mata dan telinga
Bergema suara:”Reformasi! Reformasi sampai mati!”
Keberanian bangkit, kemarahan bersama memuncak
Robohlah setan yang tengah berdiri mengangkang
Para pecundang itu bangkit dari tiarapnya
Dan mulai bercerita tentang kisah kepahlawannya!
4
Kepedihan dan kesedihan kutuliskan:
Tangan gurita mencengkram negri
Suara-suara sumbang membentur tembok
Mahasiswa kritis dan vokal digencet sana-sini
Suara kejernihan hilang ditelan kegelapan malam
Jendral bintang tiga dijebloskan ke dalam penjara
Dalam sedih hanya bisa berkata: Kami menunggumu pahlawan!
5
Ketimpangan nyata terjadi
Rakyat diam bukan berarti senang, karena perutnya kenyang
Rasa takut tengah menghantui negri ini, mencengkram
Kemunafikan dan kejujuran hampir susah dibedakan
Negri yang lepas landas di atas landasan keropos
Angin kencang tengah mengintai tiang-tiang yang rapuh
6
Kami dibilang pesakitan
Kami yang memprotes keadaan dibilang mahasiswa sakit
Mereka menatap kami dengan sorot mata rasa kasihan
Mereka yang “kompromi” dibilang bijak, pandai bersiasat
Bangsa munafik lahir dari rahim rezim otoriter!
7
Kemarahan memuncak, dipicu harga-harga dan barang
Beli gula, susu, teh, beras, minyak goreng harganya selangit
Mata uang Dolar mempermainkan nasib bangsa ini
Mau beli beras jawabnya:”tidak ada”, nyatanya ditimbun
Pagi lihat harga susu kotak Rp.50.000 sorenya jadi Rp.100.000
Rakyat pusing, penyakit gila menyebar ke mana-mana
“Siapa yang mempermainkan nasib kami, IMF kah?”
Go to hell!!! Setan besar dan setan kecil harus dienyahkan!
8
Salahkah kemarahan mereka yang tertindas itu lalu meledak?
Kemarahan mengalahkan rasa takut, meledak tak terkendali
Kebrutalan, kekacauan, pembakaran, dan penjarahan terjadi
Angin kebencian berhembus kencang, entah siapa yang meniupnya
Kepedihan, kepiluan, ratap tangis, berbaur dengan kebencian
Banyak yang menjadi korban perubahan, negriku lumpuh total
Sejarah kelam bangsaku ditoreh dengan darah dan air mata!
9
Aku lupa sejak kapan mulai kenal menulis
Dan kutuliskan segala sesuatu agar tidak mudah lupa
Meski tulisanku hanya melekat di tembok-tembok
Setidaknya aku telah berusaha agar tidak menjadi pelupa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H