Ketika seseorang peduli terhadap konflik di Palestina, itu tidak berarti dia mengabaikan atau menolak untuk berkontribusi terhadap penyelesaian masalah di dalam negeri.Â
Kepedulian terhadap konflik di Palestina seharusnya malah menjadi pendorong untuk lebih peka terhadap isu-isu sosial di dalam negeri.
Kesadaran terhadap ketidaksetaraan dan pelanggaran hak asasi manusia di suatu tempat seharusnya membuka mata kita terhadap ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang mungkin juga terjadi di lingkungan kita sendiri.
Sebaliknya, ketika kita hanya memusatkan perhatian pada masalah internal tanpa melibatkan diri dalam isu-isu kemanusiaan global, kita bisa kehilangan perspektif yang lebih luas.Â
Konflik di Palestina adalah bagian dari pembelajaran global yang melibatkan banyak elemen, seperti politik dan ekonomi.Â
Kepedulian terhadap isu-isu internasional juga dapat memperkaya pemahaman kita tentang perkembangan dunia dan membantu membentuk pandangan yang lebih inklusif.
Lebih lanjut, mengabaikan konflik di Palestina karena alasan masalah dalam negeri merupakan bentuk kesalahan logis yang disebut sebagai "false dilemma".Â
Mengutip jurnal The Distinction Between False Dilemma and False Disjunctive Syllogism, false dilemma adalah sebuah kesalahan logika yang terjadi ketika seseorang mempresentasikan dua pilihan sebagai satu-satunya pilihan yang tersedia, padahal sebenarnya masih ada pilihan lain yang tidak disebutkan.Â
Hal ini mengandaikan bahwa perhatian terhadap satu isu harus dilakukan dengan mengorbankan perhatian terhadap isu lainnya. Padahal, manusia memiliki kapasitas untuk membahas dan memperhatikan beberapa isu sekaligus.
Selain itu, kepedulian terhadap konflik di Palestina juga dapat menjadi sarana untuk memperkuat solidaritas antarbangsa.Â
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung kemanusiaan di mana pun terjadi pelanggaran hak asasi manusia.Â