Gen Z adalah generasi yang sangat beragam, dengan berbagai macam minat dan aspirasi. Hal ini membuat sulit bagi kami untuk menemukan sesuatu yang kami semua perjuangkan, dan yang membuat kami ingin berpartisipasi dalam politik.
3. Pesta demokrasi dianggap tidak relevan dengan kehidupan kami.
Gen Z tumbuh di era teknologi yang cepat berubah dan kami memiliki harapan yang tinggi untuk masa depan. Kami ingin melihat perubahan yang nyata dalam dunia, dan kami tidak percaya bahwa pesta demokrasi dapat memberikan perubahan tersebut.
4. Pesta demokrasi dianggap korup dan tidak efektif.Â
Gen Z telah melihat banyak skandal politik dalam beberapa tahun terakhir dan kami kehilangan kepercayaan pada sistem politik. Kami terkadang percaya bahwa pesta demokrasi dikendalikan oleh kepentingan khusus dan bahwa kami tidak memiliki suara yang berarti.
5. Pesta demokrasi dianggap membosankan dan tidak menarik.Â
Gen Z adalah generasi yang terbiasa dengan informasi yang cepat dan mudah diakses. Kami tidak tertarik dengan pidato politik yang panjang dan membosankan. Kami ingin melihat cara yang lebih menarik untuk terlibat dalam politik.
Masih Ada Harapan
Hasil survei Litbang Kompas pada awal tahun ini menunjukkan bahwa tingkat golput di kalangan Gen Z dengan rentang usia 17 hingga 26 tahun cukup rendah.Â
Ini menunjukkan bahwa mayoritas pemilih muda Gen Z cenderung akan menggunakan hak pilih mereka pada pemilu mendatang.
Namun, perlu diingat bahwa tingkat golput yang tinggi masih menjadi perhatian pada pemilu 2024. Sebagai contoh, pada pemilu sebelumnya di tahun 2019, kendala teknis seperti pemilih yang tidak dapat mencoblos karena berada di luar daerah DPT (Daftar Pemilih Tetap) masih menjadi alasan utama golput.
Tetapi, ada faktor lain yang juga dapat mendorong tingkat golput yang tinggi di kalangan pemilih muda. Beberapa di antaranya adalah ketidakpercayaan bahwa pemilihan dapat membawa perubahan signifikan dan solusi bagi masalah negara.Â