Pemilu merupakan salah satu tonggak penting dalam demokrasi suatu negara, di mana setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam menentukan arah perjalanan negara melalui pemilihan para pemimpinnya.Â
Di era yang terus berkembang ini, generasi muda atau yang dikenal sebagai Generasi Z (Gen Z), memegang peran yang semakin signifikan dalam proses demokrasi.Â
Namun, dalam menghadapi Pemilu 2024, muncul pertanyaan kritis mengenai efektivitas strategi yang digunakan dalam meningkatkan kesadaran dan keterlibatan Gen Z dalam proses pemilu tersebut.
Salah satu konsep yang telah menjadi perbincangan di era digital ini adalah "FOMO" atau "Fear of Missing Out," yang merujuk pada kecenderungan seseorang untuk merasa khawatir dan cemas jika merasa tertinggal dari informasi atau pengalaman yang sedang tren.Â
Seolah-olah, FOMO telah dianggap sebagai alat yang potensial untuk memotivasi Gen Z agar lebih aktif dalam hal-hal yang terjadi di sekitar mereka, termasuk proses politik seperti Pemilu.Â
Namun, dalam konteks meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik, pertanyaan mendasar muncul: Apakah FOMO benar-benar mampu memacu minat dan keterlibatan Gen Z dalam Pemilu 2024?
Sebagai salah satu pemilih muda, saya akan coba tuangkan keresahan saya pada sistem politik dan pesta demokrasi yang akan berlangsung pada Februari 2024.
Pemilih Muda (Gen Z) dalam Pemilu 2024
Melansir KPU, jumlah pemilih muda Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 106.358.447 jiwa. Jumlah ini merupakan 52% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang mencapai 204.807.222 jiwa.
Gen Z dan milenial mendominasi pemilih muda Indonesia. Gen Z adalah kelompok yang lahir pada tahun 1995-2010, sedangkan milenial adalah kelompok yang lahir pada tahun 1980-1994.Â