Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Itu Sistem Pemilu Proporsional Tertutup? Ini Respon Masyarakat

11 Juni 2023   13:45 Diperbarui: 11 Juni 2023   13:47 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup - Belum lama ini ramai diperbincangkan tentang seorang Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana yang mengaku mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK), akan mengembalikan sistem pemilu menjadi sistem pemilu tertutup atau sistem coblos partai.

Melansir dari Kompas TV, Denny Indrayana menyatakan bahwa informasi yang dia ketahui bahwa MK akan mengembalikan sistem pemilu ke sistem proporsional tertutup. Hal tersebut tentunya mendapatkan banyak respon dari berbagai pihak. 

Lalu, sebenarnya apakah sistem pemilu proporsional tertutup itu? Kemudian, bagaiamana respon masyarakat terkait hal tersebut? Simak penjelasannya di bawah ini.

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Dalam buku Pengantar Hukum Pemilihan Umum, oleh Fajlurrahman Jurdi. Sistem pemilu proporsional merupakan sistem di mana presentase kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan dibagikan ke setiap partai, sesuai dengan jumlah presentase suara yang didapat.

Sementara, tertutup sendiri merupakan cara mendapatkan suara dengan proses hanya memilih partainya saja.

Jadi, jika pada sistem terbuka pemilih bisa mengetahui nama-nama calon yang diusung oleh partai. Beda halnya dengan sistem tertutup. Pemilih hanya memilih partai yang akan dipilih, nantinya partai lah yang akan menentukan perwakilannya di DPR.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Melansir dari Kompas.com, berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari sistem pemilu proporsional tertutup.

Kelebihan:

  • Mempermudah pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena calon legislatif ditentukan oleh partai politik.
  • Mampu mengurangi praktik politik uang.

Kekurangan:

  • Tidak memberikan peran kepada pemilih dalam menentukan siapa yang akan mewakili partai mereka.
  • Kurang responsif terhadap perubahan yang terjadi dengan cepat.
  • Menciptakan jarak antara pemilih dan wakil rakyat setelah pemilu berakhir.

Sampai saat ini, belum ada keputusan resmi dari MK tentang penyelenggaraan pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup.

Sejarah Penerapan Sistem Proporsional Tertutup

Sistem pemilu proporsional tertutup diterapkan di Indonesia dalam sejarahnya pada pemilihan umum legislatif tahun 1971. Pemilihan umum tahun tersebut merupakan yang pertama kali diadakan setelah penghapusan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin dan berlakunya sistem pemerintahan Orde Baru di Indonesia

Sistem pemilu proporsional tertutup mengacu pada metode penghitungan suara yang didasarkan pada perolehan suara partai politik. Dalam sistem ini, partai politik yang berhasil memperoleh suara melebihi ambang batas parlemen akan memperoleh kursi berdasarkan proporsi suara yang diperolehnya.

Penerapan sistem pemilu proporsional tertutup pada pemilihan umum legislatif 1971 didasari pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Untuk Anggota-anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. 

Respon Masyarakat

Berdasarkan hasil survei Kurious-Katadata Insight Center (KIC), mayoritas masyarakat Indonesia tidak setuju dengan sistem pemilu yang tertutup. Sebanyak 49,5% responden berpendapat demikian, dengan 32,1% mengatakan tidak setuju dan 17,4% sangat tidak setuju. 

Di sisi lain, 41,6% responden menyatakan setuju dengan sistem proporsional tertutup. Rinciannya adalah 17,6% cukup setuju, 15,7% setuju, dan 8,3% sangat setuju. Sejumlah 9% responden tidak memberikan jawaban.

Survei ini melibatkan 580 responden yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dengan persentase laki-laki sebesar 57,5% dan perempuan 42,5%. 

Lebih dari separuh responden berada di Pulau Jawa (selain Jakarta) sebesar 64,3%, diikuti oleh Jakarta (15,3%) dan Sumatra (10%). Sementara itu, responden dari Sulawesi, Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua memiliki proporsi antara 0,5%-3,4%.

Mayoritas responden berada dalam rentang usia 35-44 tahun (31,8%), diikuti oleh kelompok usia 25-34 tahun (29,5%) dan 45-54 tahun (23,3%).

Survei dilakukan pada periode 27 April-4 Mei 2023 menggunakan metode computer-assisted web interviewing (CAWI), dengan tingkat kesalahan sekitar 3,79% dan tingkat kepercayaan 95%.

Berdasarkan hasil survei ini, terlihat bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mendukung sistem pemilu tertutup. Informasi ini dapat menjadi acuan bagi pihak yang terkait dalam mengambil keputusan terkait penyelenggaraan pemilu di masa depan.

Kesimpulan

Dalam menentukan sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, terdapat beberapa pertimbangan matang yang perlu dipertimbangkan. 

Pertama, sistem pemilu proporsional terbuka memberikan kesempatan lebih besar bagi pemilih untuk memilih kandidat individu yang diinginkan, sementara sistem pemilu proporsional tertutup lebih menekankan pada partai politik. Keputusan ini harus mempertimbangkan tingkat keterwakilan individu versus keterwakilan partai politik yang diinginkan.

Kedua, sistem pemilu proporsional terbuka cenderung mendorong kompetisi antara kandidat dari partai politik yang sama, yang dapat memicu perpecahan internal dan pembelahan di dalam partai tersebut. 

Di sisi lain, sistem pemilu proporsional tertutup dapat mempromosikan solidaritas partai dan kesatuan di antara anggota partai, dengan memilih daftar calon yang telah ditentukan sebelumnya oleh partai politik.

Ketiga, pertimbangan perlu diberikan terhadap tingkat kestabilan politik yang diinginkan dalam sistem pemilu. Sistem pemilu proporsional tertutup memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pemerintahan yang lebih stabil, karena partai politik memiliki kendali yang lebih besar terhadap daftar calon yang akan terpilih. 

Di sisi lain, sistem pemilu proporsional terbuka dapat memberikan ruang bagi aspirasi politik baru dan ide-ide segar, yang dapat memperkaya representasi politik.

Pemilihan antara sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup adalah keputusan yang kompleks dan harus dipertimbangkan dengan matang. 

Faktor-faktor seperti keterwakilan individu versus keterwakilan partai politik, solidaritas partai, stabilitas politik, dan konteks politik yang lebih luas harus diperhitungkan secara cermat dalam menentukan sistem pemilu yang sesuai untuk suatu negara atau sistem politik tertentu.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun