Jika berbicara tentang kehidupan minimalis, tentunya tidak akan lepas dari stereotype masyarakat terkait hidup hemat atau "pelit". Namun minimalis bukan sebatas bagaimana kita menjadi seorang yang hemat. Jauh dari pada itu, hidup minimalis membantu kita untuk memahami apa yang menjadi prioritas, dan mampu membedakan antara kebutuhan hidup dan keinginan pribadi.
Salah satu tantangan besar dalam menerapkan gaya hidup minimalis adalah sikap impulsif seorang individu. Impulsif merupakan tindakan emosional yang dilakukan oleh individu.Â
Dalam hal ini, kita akan menilik konteks pembelian impulsif. Menurut Rook dalam Aditya, dkk (2020: 261), pembelian impulsif merupakan sikap yang sering kali muncul secara spontan dan tiba-tiba untuk melakukan pembelian yang tidak dipertimbangkan dan tidak dapat ditahan.Â
Perilaku impulsif ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara internal maupun eksternal, seperti pengalaman individu, budaya, spasial, dan lain-lain. Pembelian yang dilakukan secara impulsif dan tak terkendali dapat membawa pada perilaku konsumtif yang akan dilakukan oleh individu.
Untuk mengatasi sikap impulsif ini tentunya bukanlah suatu yang mudah, karena mengubah kebiasaan dan mengontrol emosi individu. Belajar menjadi seorang minimalist merupakan salah satu cara untuk menekan sikap impulsif yang telah menjadi suatu kebiasaan. Komunitas Lyfe With Less merupakan salah satu wadah untuk mempelajari gaya hidup minimalis ini.Â
Menjadi komunitas #BelajarJadiMinimalis di Indonesia, Lyfe With Less menyediakan berbagai informasi dan sudut pandang hidup minimalis. Informasi yang diberikan pun terbuka bagi seluruh kalangan yang dapat diakses pada platform online komunitas, seperti Instagram, Spotify, Website, dll. Untuk bergabung menjadi bagian dari komunitas ini, bukanlah suatu hal yang sulit, karena komunitas Lyfe With Less terbuka bagi siapa pun.
Dalam proses analisis sosial, saya telah sampai pada tahap kunjungan lapangan. Saya telah melakukan kunjungan online kepada komunitas dari berbagai platform, seperti melalui akun Instagram (@lyfewithless), mengunjungi website resmi (www.lyfewithless.com), hingga bergabung menjadi anggota komunitas di Telegram. Dari berbagai kunjungan tersebut, saya mendapatkan berbagai wawasan dan perspektif baru yang begitu bermanfaat, salah satunya dari segi keuangan.Â
Menurut pengamatan saya, pada bulan Maret ini Lyfe With Less mengusung tema Financial Minimalist. Hal ini dapat dilihat dari berbagai konten yang dihasilkan.  Konsep financial minimalist ini merupakan salah satu hal yang banyak dibicarakan dan menjadi perhatian masyarakat luas. Hal ini dikarenakan pada masa pandemi seperti saat ini, banyak orang yang mengalami kesulitan ekonomi.Â
Pada awal bulan, Lyfe With Less membuat #FinancialMinimalistChallenge di Instagram. Hal ini dilakukan untuk membantu kita agar lebih bijak dalam mengontrol keuangan.Â
Challenge atau tantangan ini berjalan selama satu bulan dengan melakukan tiga instruksi setiap minggunya. Menariknya, Lyfe With Less tidak hanya sembarangan membuat suatu tantangan terkait keuangan ini.Â
Konten dan kegiatan yang dilakukan selama bulan ini juga memuat insight terkait financial minimalist dengan tujuan menjadi masyarakat yang #BijakBerkonsumsi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai unggahan di akun Instagram, seperti Klasifikasi Budget dengan Masukkan ke Amplop Terpisah, Butuh atau BM?, hingga Ongkos Pertemanan.
Tidak cukup sampai di situ, Lyfe With Less juga mengadakan sharing secara langsung dari pihak eksternal, dengan melakukan Instagram Live dan mengadakan kelas yang disebut sebagai #LWLClass. Instagram Live dilakukan oleh Founder Lyfe With Less, Cynthia S Lestari dan seorang Financial Enthusiast bernama Fifin Diansa pada 9 Maret lalu. Untuk #LWLClass sendiri, bulan ini merupakan kelas ketiga dari komunitas yang akan mengusung tema "Budgeting yang Baik & Konsisten (Untuk mencapai positive cash flow & bebas hutang)". Kelas ini diadakan pada Sabtu besok dengan mengundang seorang Financial Blogger & Enthusiast.
Pada grup Telegram komunitas, Lyfe With Less memiliki berbagai kegiatan internal seperti kegiatan #SalingSilang dan juga sharing dari anggota komunitas.Â
Pada minggu lalu, ada salah satu anggota komunitas yang berbagi cerita terkait kehidupan minimalisnya, dengan judul How I Become Financial Minimalist Because of Toxic Relationship. Menurut saya, berbagai konten dan informasi mengenai financial minimalist ini membantu masyarakat luas dalam mengontrol keuangan dan sikap impulsifnya. Â
Dalam proses kunjungan ini, saya mendapatkan berbagai hal baru khususnya pengalaman penerapan hidup minimalis berbagai pihak secara inklusif. Informasi yang saya dapatkan membantu saya untuk mengumpulkan data dan melihat berbagai persoalan dalam menerapkan gaya hidup minimalis. Tahapan pengumpulan data ini begitu penting untuk melihat realitas dan membantu dalam menganalisis perilaku anggota komunitas.Â
Analisis yang dilakukan, memiliki harapan besar mampu memecahkan persoalan sosial yang terjadi, khususnya persoalan dalam komunitas. Tentunya bukanlah suatu hal yang mudah untuk memahami realitas sosial, terlebih dengan berbagai batasan yang ada pada masa pandemi saat ini. Untuk itu, dalam membantu proses analisis, saya pribadi berusaha untuk mengadaptasi gaya hidup minimalis yang dapat dimulai dari berbagai hal kecil. Hal ini juga dibantu dengan menjadi anggota komunitas Lyfe With Less.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, A., dkk. (2020). Perilaku pembelian  impulsif mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Manajemen. 15(2). diakses dari https://ejournal.unib.ac.id/index.php/Insight/article/view/12216Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H