Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat regional maupun global, UE secara berkala menyesuaikan kecakapan mereka guna menagkal serangan terhadap sistem informasi, melawan tindak kejahatan seksual dan pornografi online anak-anak, pencegahan pemalsuan identitas yang mengarah kepada penipuan dan juga memberikan fasilitas akses pertukaran bukti (tindak kriminal) lintas batas negara.Â
Kerja sama untuk melawan cybercrime diseluruh UE juga diperkuat melalui The European Cybercrime Centre (EC3). Selain EC3, Konvensi Budapest tentang cybercrime juga didukung penuh dan berhasil menjangkau global untuk memaparkan mengenai prosedur perlawanan cybercrime melalui kerja sama internasional.
Mencegah terjadinya konflik menjadi agenda selanjutnya yang ikut diimplementasikan UE menginat banyaknya aktivitas kejahatan di dunia maya dapat membawa pada rusaknya tatanan internasional karena risiko peningkatan konflik. Jika konflik terjadi, hal itu hanya akan menimbulkan risiko lain bagi kesejahteraan dan keselamatan warga negara.Â
Pada tahun 2019, Uni Eropa meluncurkan rezim sanksi yang akan diterima para oknum yang berniat melakukan serangan siber sebagai tanggapan keseriusan UE untuk memerangi tindak kejahatan siber.Â
Sanksi yang dijatuhkan tidak hanya akan menimpa pelaku, namun bagi para pendukung pelaku juga akan terkena imbas daripada sanksi tersebut. Oleh karena itu, cyber diplomacy giat diadvokasikan dan UE juga berkomitmen agar penyelesaian kontestasi internasional ditempuh melalui jalur damai.
Permasalahan ruang siber yang membuat Uni Eropa menjadi terlibat dan menaruh perhatian penuh mereka didasarkan oleh nilai-nilai kemanusiaan seperti kebebasan, kesetaraan, demokrasi, supremasi hukum dan penghormatan kepada HAM. Jelas terlihat jikalau penghormatan kepada hak dan kebebasan dasar manusia sudah terpenuhi, barulah cyber security dapat hidup secara efektif.Â
Melalui European Instrument for Democracy and Human Rights (EIDHR), UE mendukung penuh proyek-proyek untuk merancang perlindungan bagi para pembela HAM baik secara individu maupun organisasi.
Bagi Uni Eropa, kerja sama dalam regional mereka merupakan hal yang penting oleh karenanya sistem multilateral semacam forum merupakan kepentingan UE dimana organisasi regional tersebut mendasarkan aturan dan hak yang melindungi kepentingan bersama.Â
Multilateralisme juga dipromosikan UE sebagai bentuk wadah yang menaungi keresahan dan penemuan solusi bersama agar manfaat dapat dirasakan bagi para negara anggota UE dan juga seluruh dunia. Kerja sama multilateral dan kemitraan merupakan bukti nyata keterlibatan UE dalam permasalahan ruang siber.Â
Melalui multilateralisme juga, UE mendukung sejumlah kegiatan atau gerakan dalam memerangi permasalahan dalam ruang siber seperti WePROTECT Global Alliance, Global Forum on Cyber Expertise, Global Internet Policy Observatory (GIPO), Freedom Online Coalition, dan masih banyak lagi.
Uni Eropa tidak pernah menganggap diplomasi hanyalah sebuah kata / tindakan dengan makna sederhana. Uni Eropa jelas mengambil langkah dan berupaya mengimplementasikan proyek-proyek guna mendukung organisasi internasional dan negara mitra mereka dalam mengatasi permasalah dalam ruang siber sekaligus memajukkan nilai dan kepentingan UE. Beberapa kemitraan yang dijalankan Uni Eropa dalam ruang siber bisa dilihat melalui EUNITYÂ bersama Jepang , EU Cyber Direct dengan Brazil, China, India, Japan, Korea Selatan, Amerika Serikat, ASEAN, OAS, dan AU, GLACY/GLACY+ dengan negara-negara Afrika, Asia-Pasifik, Latin Amerika, dan Karibia.