Diplomasi sendiri memiliki maksud suatu usaha atau upaya tindakan yang dilakukan oleh representatif negara dalam hal ini bisa menjadi seorang diplomat guna mendorong kepentingan -- institusi negara melalui komunikasi serta negosiasi. Ruang siber sendiri seringkali dikaitkan dengan keamanan siber sehingga diplomasi siber bisa diartikan secara sederhana sebagai  upaya yang dilakukan aktor publik yang mendukung usaha untuk menjaga ketertiban dunia siber dengan cara bernegosiasi dan komunikasi untuk mencapai tujuan tersebut.Â
Menurut (Hamonangan & Assegaf, 2020), cyber diplomacy dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk bernegosiasi, mengumpulkan informasi, dan memfasilitasi adanya komunikasi para aktor sebagai sumber daya diplomatik didukung dengan penggunaan fungsi diplomatik untuk melakukan pengamanan kepentingan nasional negara agar terhindar dari pergesekan yang ada di ruang siber. Kepentingan nasional atau negara yang dimaksud berupa agenda-agenda diplomatik yang melibatkan praktik negosiasi dalam berdiplomasi, upaya resolusi konflik, serta perjanjian yang melibatkan pengaturan tata beraktivitas atau norma dalam ruang siber.Â
Secara umum, kepentingan yang mencolok perihal keamanan dalam ruang siber (cyber security) dan juga strategi ruang siber / dunia maya (cyber space). Aktor hubungan internasional yang melakukan cyber diplomacy juga tidak selamanya para diplomat sebagai aktor negara, aktor non-negara pun bisa ikut melakukan praktik cyber diplomacy ini sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Praktik cyber diplomacy dalam ruang siber yang meluas memunculkan isu-isu yang patut dipertimbangkan dalam agenda negara-negara. Namun, beberapa isu menjadi dominan dalam pembahasan agenda cyber diplomacy yakni kejahatan siber (cybercrime), keamanan siber (cyber security), kebebasan internet (internet freedom), konstruksi kepercayaan (confidence-building) serta tata pengelolaan internet (internet governance).Â
Kelima agenda diatas merupakan hal-hal yang menjadi pembahasan prioritas para aktor cyber diplomacy yang bisa lakukan dengan negara lain secara bilateral atau multilateral.
Jika berbicara mengenai cyber security, Uni Eropa sangat mengedepankan pembahasan agenda ini agar tidak ada oknum-oknum yang menyalahgunakan ruang siber pada sektor apapun. Uni Eropa juga menampilkan regulasi-regulasi untuk mendukung para negara anggota agar terhindar dari hal semacam itu.Â
Jika PBB telah meluncurkan Group of Governmental Experts (GGE) dengan tujuan pembahasan mengenai aturan, norma, dan juga tata kelola dunia maya, Uni Eropa juga memiliki beberapa tujuan dalam melakukan praktik cyber diplomacy, yakni untuk memperkuat pertahanan, membangun kepercayaan, mencegah konflik, melindungi hak asasi manusia dan kebebasan, dan mempromosikan multilateralisme.Â
Tujuan-tujuan tersebut akan dicapai melalui dilakukannya dialog dunia maya dengan para negara mitra UE, peningkatan kapasitas dan bantuan teknis, keterlibatan dengan masyarakat sipil dan sektor swasta, dan kampanye penjangkauan dan kesadaran perihal ruang siber.
Bagi Uni Eropa, cyber security menjadi tanggung jawab bersama dan oleh karenanya UE memastikan bahwa semua aktor cyber diplomacy -- yang membawa kepentingan masing-masing -- didukung secara memadai agar bisa merasakan efektivitas penuh era masyarakat digital tanpa harus mengkhawatirkan risiko tindak kejahatan maya (cybercrime).Â
Dalam memperkuat pertahanan regional UE sendiri menerapkan beberapa infrastruktur cyber security layaknya pengawasan oleh the European Union Cyber security Agency (ENISA) dan bertugas untuk menetapkan kerangka keamanan siber diseluruh Uni Eropa untuk produk, jasa dan proses digital yang diperkuat dengan Undang-Undang Keamanan Siber Uni Eropa.
Sejalan untuk meningkatkan keamanan ruang siber, pembangun kepercayaan juga menjadi agenda cyber diplomacy karena UE menilai bahwa kepercayaan merupakan fondasi utama dalam arus lingkungan digital masa kini.Â