Pagi-pagi saya suka denger, musik Lofi yang jepang. Kemudian saya banyak juga denger musik untuk film, kayak filmnya Hans Zimmer, Alexandre Giespa," jelas Anto kepada saya."
Kiprahnya dalam membuat soundtrack film sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejumlah karyanya selalu mendapatkan tempat dihati penikmat musik Indonesia. Menurutnya Anto, selalu mengkondisikan agar musiknya berdialog dengan lagu buatan Melly.
"Karena saya bukan pembuat lagu, yang membuat lagu itu kan Melly. Jadi saya selama ini memang hanya mengaransemen lagu. Tetapi aransemen itu yang saya lakukan memang harus menyatu dengan lagunya, artinya membuat aransemen, terutama di lagu-lagunya Melly itu memang harus, saya 'kayak berbicara / berdialog' dengan Melly, supaya musiknya itu 'menyatu' dengan dia".
Karena sudah mengenal Melly bertahun-tahun, maka tidaklah sulit untuk menerjemahkan keinginan Melly dalam membuat sebuah komposisi. Dalam mencipta lagu, ia juga sebisa mungkin tidak menggangu lagu itu, sehingga sampai ke pendengar.
"Prinsipnya adalah jangan sampai aransemen itu mengganggu lagunya. Itu yang saya lakukan. Mungkin karena udah bertahun-tahun, lebih mudah menangkap yang Melly mau. Kalau yang menyentuh ya, itu yang saya bilang tadi. Harus dialog dengan lagunya, dengan lagu aslinya. Jadi jangan sampai diganggu itu lagu. Sehingga sampai ke pendengar", pungkas Anto yang selalu berdandan funky ini.
Membaca dan menonton film, menjadi kegiatan alternative Anto Hoed, jika tidak sedang bermusik. Belakangan malah ia dapat mendapat kiriman banyak buku. Dirinya begitu menikmati momen membaca buku.Â
"Terutama akhir-akhir ini ya, saya...nonton film, atau saya baca buku. Banyak dapet kiriman buku-buku. Dua buku terakhir saya dikirim dari.....saya baca buku judulnya Pasang Surut Idealisme.
Ada macam-macam. Ini ada pidato-pidato orang, macam-macam ada; WS Rendra, Umar Farid, Remy Sylado, banyak. Ini dari Akademi Jakarta. Karena kebetulan saya anggota Akademi Jakarta 'kan, Ada Ibu Karlina Supeli. Ada Ibu Toeti Heraty (dosen filsafat UI), Asrul Sani, ada Taufiq Ismail".
Anto lalu menceritakan secara singkat tentang isi buku yang dibacanya. Anto membaca buku, karena ingin memperluas wawasannya. "Mereka berbicara soal kebudayaan, idealism. Â
Kemudian persoalannya, bagaimana jaman dulu. 'Kan ada Genoside, jaman dulu di Maros Timur..... Akhir2 ini saya perlu baca buku, karena saya takut kekurangan knowledge-pengetahuan. Jadi saya khawatir, kalau saya nggak pernah baca. Wawasan saya menjadi berkurang".