Mohon tunggu...
Bellisa Unique
Bellisa Unique Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

seorang mahasiswa yang menjalankan hari-harinya sebagai mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mesin Waktu

9 Januari 2024   20:35 Diperbarui: 9 Januari 2024   21:44 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini, sama seperti pagi-pagi di hari sebelumnya, tidak ada yang berubah dari kehidupanku, masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Aku Aksa, Aksara Mahendra, semua orang sudah tahu bahwa aku adalah anak tunggal dari keluarga Mahendra. Aku memang terlahir dari keluarga yang bisa terbilang cukup, bahkan sangat berkecukupan, bahkan aku tidak perlu menunggu untuk hal yang aku inginkan, keluargaku pemilik yayasan ternama di kota tempat aku tinggal, kota ini sering sekali dijuluki sebagai kota kembang. Orang orang disekolahku pun segan denganku hanya karena kekayaan yang orangtuaku miliki, jika aku bisa memilih, aku ingin terlahir di keluarga yang biasa saja, karena menurutku di keluarga ini terlalu banyak menuntutku untuk suatu hal.

Bi Asih : "Den Aksa, sarapan dulu sudah bibi siapkan"

Aksa     : "iya bi, Aksa turun kok"

Teriakan bi asih ini selalu aku dengar setiap harinya, bahkan aku lebih  sering bertemu dengan bi asih dibandingkan dengan bertemu kedua orangtuaku. Bi asih sudah kuanggap seperti ibu sendiri, karena sedari kecil aku selalu diurus oleh bi asih.

Singkat cerita, waktu sudah menunjukan pukul 07.00 pagi, dan sudah pasti aku sampai di sekolah, yap.. sekolah yang dibangun oleh orangtuaku, semua orang disini segan kepadaku, tetapi segan mereka hanya karena aku adalah anak dari pemilik sekolah, bukan karena aku dan prestasiku.

Tapi tidak jarang juga orang yang tidak suka denganku.

"ah, anak orang kaya mah pasti gaakan bisa apa apa kalo gak ada orang tuanya"

Sautan itulah yang hampir setiap hari aku dengarkan, tetapi aku tidak peduli, karena menurutku, aku bisa membuktikan bahwa aku bisa menjadi seseorang yang dibanggakan tanpa status yang orang tuaku berikan, dan aku ingin membuktikan bahwa menjadi orang kaya itu tidak seenak yang mereka bayangkan.

*DI SEKOLAH GARUDA

Gilang : "AKSAAAAAAA...."

teriak Gilang, Gilang adalah satu dari salah tiga temanku.

Aksa : "aduh! Aing tuh baru dateng ya, bisa teu sih santai"

Gilang: "hehe.. maaf atuh, itu tadi Bianca maneh"

Aksa: "bilang aja aing gak mau ketemu"

Begitulah kehidupanku di sekolah, selain disegani, banyak juga wanita yang mendekatiku hanya karena mengincar apa yang aku punya, aku tidak begitu perduli dengan mereka, bahkan aku selalu menghiraukan mereka.

Gilang: "yaudah atuh, antep weh, kita ke kantin aja weh nyamper si Toni sama Restu"

Aksa: "duluan weh, aing naro tas dulu"

Gilang: "oke"

Di sekolah ini, aku mempunyai tiga teman baik, yaitu Gilang, Toni, dan Restu. Aku sangat yakin mereka berteman denganku bukan karena harta yang aku punya, tetapi mereka berteman denganku karena mereka tulus ingin berteman denganku tanpa berharap apapun, kadang kalau aku merasa kesepian, mereka yang menemaniku di rumah. Mereka sudah menjadi keluarga keduaku setelah orang tuaku walaupun mereka jarang atau bahkan tidak pernah meluangkan waktu yang mereka punya untuk anak semata wayangnya, setiap bertemu, hanyalah tuntutan kepadaku agar ketika mereka tua, aku harus bisa menjalankan dan melanjutkan semua usaha yang mereka miliki sekarang.

"KRIINGGGG... KRINGGGG"

Bel sekolah berbunyi menandakan bahwa jam pembelajaran di sekolah sudah usai.

Toni: "hayu maen ah, gabut"

Aksa: " yauda kerumah aing aja, sepi"

Restu: "tapi si bibi masak apa sa?"

Gilang: "ah sia mah dahareun wae, buru keburu hujan ini"

Aku hanya bisa tertawa melihat tingkah konyol teman temanku ini. Mereka memang bukan orang berada, tetapi aku tidak pernah melihat mereka mengeluh menjalani kehidupannya, aku kadang malu melihat semangat mereka, aku yang sudah punya segalanya malah terus terusan memberi keluhan atas tuntutan yang orang tuaku berikan kepadaku.

*DI RUMAH KELUARGA MAHENDRA

Aksa: “bi asih, boleh minta tolong buatin cemilan dan minuman buat mereka?”

Bi Asih: “boleh dong den, tunggu ya bibi buatkan yang spesial”

Restu: “yang banyak ya bi, laper euy”

Bi asih hanya terkekeh mendengar celotehan konyol Restu itu. Teman temanku juga mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan bi asih, bagaimana tidak, mereka hampir setiap hari berada di rumahku dan pastinya juga hampir setiap hari mereka bertemu dengan bi asih, hahaha.

*MALAM TIBA

Gilang: “hayu ah pulang, tunduh euy besok sekolah keneh”

Toni: “hayu atuh aing juga mau pulang”

Restu: “ikut atuh masa ditinggalin!”

Aksa: (terkekeh) “ heeh sok ulah rusuh”

Gilang: “ketemu besok yah, aing pamit, Assalamualaikum”

Aksa: “waalaikumsalam”

Begitulah keseharianku, dikelilingi dan ditemani oleh mereka, bahkan bisa dihitung jari waktu bertemuku dengan kedua orang tuaku.

*KAMAR AKSARA

Aksa: (bergumam) “kenapa ya, kok kayaknya orang orang bisa sama orang tuanya terus”

: “apa yang buat papa sama mama jadi ambisius dalam kerjaan”

: “ah gak tau deh, tidur aja besok sekolah”

*SKIP

“KUKURUYUKK..” suara ayam membangunkan pagiku

Mahendra: “shinta, aku pergi dulu ya, kamu jaga Aksa”

Shinta: “iya mas, semoga hari ini kamu mendapatkan kerja ya”

Aku terheran, kenapa pagi ini, aku bangun bukan di rumahku yang seharusnya.

Aksa: (terheran) “ini rumah siapa sih, terus kenapa mama gendong bayi, mama punya anak lagi?”

Aksa: “kenapa aku disini?” (bergumam)

Aksa tidak tahu kenapa saat bangun di pagi ini, malah melihat hal yang mengejutkan baginya, ia bahkan tidak tahu ia berada di mana, di rumah siapa, di kamar siapa, tetapi yang jelas ia melihat sosok ibu dan ayahnya bersama dengan satu orang bayi laki laki.

Shinta: “Aksa, sabar yah, papa lagi beli susu buat Aksa”

Aksa mendengar ucapan shinta pun terkejut, kenapa namanya dipanggil? Dan kenapa mamanya memanggil bayi laki laki itu dengan namanya. Aksa makin dibuat heran.

Sepanjang hari Aksa terus memperhatikan gerak gerik Shinta di rumah itu, rumah yang ditempati ini bisa dibilang kumuh, berbanding terbalik dengan rumah yang Shinta, Mahendra, dan Aksa tempati sekarang.

Waktu sudah menunjukan pukul 18.00, tetapi Aksa masih terheran kenapa ia bisa berada di tempat ini, dan kenapa Shinta dan Mahendra tidak bisa melihat wujud Aksa?

Tetapi, setelah menelusuri rumah itu, Aksa jadi mengerti ia berada dimana, dan Aksa yakin bahwa ia dibawa oleh mesin waktu untuk melihat kehidupan orang tuanya dimasalalu, yang mengakibatkan orang tuanya menjadi seseorang yang sibuk, bahkan minim waktu untuk berada di rumah, dan ia juga jadi mengerti kenapa orang tuanya menuntut Aksa untuk menjadi orang yang sukses agar bisa melanjutkan perusahaan hasil jerih payah kedua orang tuanya agar Aksa hidup dengan berkecukupan.

Dan semenjak itu, Aksa menjadi orang yang lebih menghargai dimana ia berada, dikeluarga mana ia dilahirkan, dan ia juga tidak menjadi orang yang gampang mengeluh seperti dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun