Anak yang mengetahui atau memahami pendidikan seks atau pendidikan seksual
dapat menyikapi peristiwa dengan tepat.
84 persen remaja antara usia 12 dan 17 belum mendapatkan pendidikan seks,
menurut penelitian tentang kesehatan seksual dan reproduksi yang dilakukan oleh
Durex Indonesia, dan sebagian kecil dari mereka yang mengakui bahwa pendidikan
seks mereka tidak memadai. Hal ini terjadi karena mayoritas pendidikan seks yang
tersedia secara eksklusif mencakup seks di luar nikah. Tingkat kehamilan remaja
dan penyebaran PMS tidak berkurang dengan program pantang saja atau
pendidikan seksualitas yang semata-mata mendidik anak untuk menunggu sampai
menikah sebelum melakukan aktivitas seksual. Dengan kata lain, mereka terus
tertarik pada seks.
Menurut Ni Luh Putu Maitra Agastya, peneliti senior PUSKAPA Universitas
Indonesia, "Yang harus menjadi fokus adalah bagaimana memberdayakan dan
mempersiapkan anak dan remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab
yang dapat mengambil keputusan secara mandiri. Bukan sebagai upaya untuk
'mensterilkan' anak dari perilaku berbahaya, tambahnya."Persetujuan dan apa
artinya dalam konteks anak muda perlu dibahas lebih lanjut," Tujuan pendidikan
seksualitas untuk anak dan remaja adalah untuk membantu mereka
mengembangkan perasaan dan kapasitas mereka untuk tanggung jawab sehingga
mereka dapat mengambil keputusan tentang seksualitasnya berdasarkan
pengetahuan dan moral yang dapat diandalkan.
menurut Dr. Hasto Wardoyo, Direktur BKKBN, Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional. Dengan mendidik masyarakat tentang perubahan
biologis, psikologis, dan sosiokultural yang terjadi sebagai akibat pertumbuhan dan
perkembangan manusia, pendidikan seksual bertujuan untuk menghindari
penyimpangan seksual. Pendidikan seksual terutama merupakan upaya untuk
menyebarkan kesadaran akan fungsi alat kelamin dan menanamkan moral, etika,
dan tekad untuk tidak menyalahgunakannya (Permatasari, 2011).
Gaya pendidikan interaktif, yang sering dikenal dengan belajar sambil bermain,
memanfaatkan modul anatomi, dongeng, dan aktivitas roda berputar.
Hasil studi tentang "Pelaksanaan Pendidikan Seks Berbasis Sekolah" menunjukkan
bahwa program-program tersebut meningkatkan pemahaman siswa, mengubah
sikap mereka tentang seks pranikah, dan menurunkan keinginan mereka untuk
melakukannya. Hal ini dapat membantu mencegah kasus pernikahan anak yang
disebabkan oleh kehamilan terkait seks pranikah yang terjadi di luar pernikahan.
Karena respon setiap daerah di Indonesia terhadap pendidikan seksual berbeda-
beda, maka pendidikan kesehatan reproduksi harus diubah berlapis-lapis agar
sesuai dengan kurikulum sekolah. Ini termasuk mempertimbangkan tingkat penting
dan rentang usia di setiap lokasi. Untuk menghindari penolakan di masyarakat, cara
pendistribusian yang tidak vulgar juga harus diperhatikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H