Mohon tunggu...
Bella Ima  Fauziyah
Bella Ima Fauziyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Mahasiswa aktif UIN Sunan Ampel Surabaya yang memiliki daya tarik terkait isu hukum dan politik, memiliki hobi menciptakan puisi dan artikel opini

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Imunitas Kedaulatan Negara : Penyelesaian Sengketa Dalam Mahkamah Internasional

30 November 2024   15:07 Diperbarui: 30 November 2024   15:07 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konsep Imunitas Negara Dalam Hukum Internasional

Imunitas kedaulatan negara merupakan prinsip hukum internasional yang melindungi negara dari tuntutan hukum di pengadilan asing. Prinsip ini bertujuan untuk menjaga kedaulatan nasional sekaligus menjaga hubungan antar negara dan merupakan salah satu prinsip dasar hukum internasional, memberikan perlindungan kepada negara dari proses hukum di pengadilan asing. Konsep ini tidak hanya penting untuk menjaga kedaulatan negara, tetapi juga untuk menjaga hubungan baik antar negara.

Sejarah kekebalan kedaulatan dimulai pada abad ke-12 di Inggris, di mana sistem feodal menetapkan bahwa raja tidak dapat dipaksa untuk hadir di pengadilan. Prinsip ini dikenal dengan sebutan "Raja Tidak Bisa Melakukan Kesalahan" yang mencerminkan bahwa Raja tidak dapat disalahkan atas tindakan yang diambilnya. Munculnya petisi kepada raja pada abad ke-13 memberikan mekanisme untuk menghindari kekebalan pribadi dari tuntutan. Dengan demikian, konsep tersebut mulai berkembang menjadi pemahaman bahwa penguasa berada di atas hukum. Pandangan mengenai kekebalan kedaulatan berubah secara signifikan pada abad ke-16. Konsepnya bergeser dari kekebalan dari penuntutan ke premis bahwa penguasa tidak boleh berbuat salah. Pemikiran tokoh seperti Thomas Hobbes dan Jean Bodin semakin memperkuat gagasan bahwa raja sebagai pemberi hukum tidak bisa diremehkan oleh rakyat yang diciptakannya. Hal ini menjadi dasar bagi doktrin kekebalan kedaulatan yang kemudian diterima secara luas di negara-negara Anglo-Saxon.

Imunitas negara asing adalah prinsip hukum internasional yang memberikan perlindungan kepada suatu negara dari yurisdiksi pengadilan nasional negara lain. Prinsip ini didasarkan pada asas kesetaraan negara (sovereign equality), yang mengajarkan bahwa satu negara tidak boleh mengadili negara lain karena mereka memiliki status yang sejajar di bawah hukum internasional.

Secara umum, imunitas negara asing dapat dibedakan menjadi dua jenis utama:

1.Imunitas Negara Mutlak (absolute sovereign immunity)

Pada prinsip ini di mana suatu negara tidak bisa menuntut negara lain ke pengadilan negaranya atau bahkan menarik negara-negara asing menjadi pihak dalam proses perkara yang bertentangan dengan kehendak mereka. Hal ini karena setiap negara memiliki wilayah kedaulatannya masing-masing dan negara lain wajib menghargai dan menghormati kedaulatan suatu negara tersebut. Namun pada prinsip ini sering terjadi kontroversi, terutama dalam kasus pelanggaran HAM berat.

Seperti kasus Negara Italia yang pada tahun 2004 menjatuhkan hukuman bersalah kepada Jerman untuk mengganti biaya rugi kepada Luigi Ferrini, salah seorang warga Italia yang sejak tahun 1944 diculik dan dijadikan sebagai pekerja paksa kepada salah satu perusahaan Jerman hingga tahun 1945. Putusan tersebut menuai protes dari negara- negara lain, karena Pengadilan Tingkat Kasasi tersebut dianggap telah menentang ketentuan dari Hukum Kebiasaan Internasional, yakni setiap negara yang berdaulat memiliki kekebalan akan adanya tuntutan yang diajukan oleh warga sipil di Pengadilan Negara lain.

2.Imunitas Negara relatif (restrictive sovereign immunity)

Imunitas terbatas yaitu kebalannya hanya berlaku untuk tindakan yang bersifat publik (acta jure imperii), sementara tindakan bersifat keperdataan atau komersial (acta jure gestionis) dapat diajukan ke pengadilan nasional. Dengan kata lain, kekebalan negara terhadap yurisdiksi negara lain tidak lagi bersifat absolut. Perubahan ini terjadi karena kemunculan perusahaan-perusahaan milik negara yang memonopoli perdagangan internasional, serta berbagai bentuk aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh negara. Hal tersebut membawa perubahan signifikan dalam hukum kekebalan negara, seiring dengan semakin intensifnya keterlibatan negara dalam pengawasan ekonomi nasional.

Acta Iuri Imperii dan Acta Iuri Gestionis

 Acta iuri imperii adalah istilah yang merujuk pada hak suatu negara untuk bertindak di wilayah asing sesuai dengan ketentuan hukum internasional. Hak ini umumnya memungkinkan negara melakukan tindakan yang bersifat kedaulatan, seperti kunjungan diplomatik. Dalam konteks tersebut, negara yang mengambil tindakan ini tidak terikat oleh hukum lokal negara asing dan tidak dapat digugat di pengadilan negara tersebut.

 Acta iuri gestioins adalah konsep yang merujuk pada hak suatu negara untuk menjalankan aktivitas yang bersifat komersial atau bisnis di wilayah asing. Hak ini biasanya digunakan oleh negara-negara untuk melaksanakan kegiatan ekonomi atau perdagangan di luar wilayahnya. Dalam hal ini, negara yang melakukan tindakan tersebut harus mematuhi hukum lokal negara asing dan dapat dikenakan tuntutan di pengadilan negara tersebut.

Satu hal yang penting untuk dicermati dalam kaitannya dengan imunitas negara asing adalah adanya pengkategorian imunitas negara asing tersebut dalam dua hal yaitu imunitas terhadap yurisdiksi pengadilan nasional serta imunitas terhadap eksekusi putusan pengadilan. Apabila imunitas yang pertama erat kaitannya dengan kewenangan mengadili, maka imunitas kedua erat kaitannya dengan imunitas the property of state. Berdasarkan imunitas kedua maka state property tidak dapat disita atau dieksekusi kecuali state property yang digunakan untuk tujuan komersial. Kurang atau tidak adanya perintah eksekusi khusus yang menyertai suatu putusan pengadilan nasional terhadap negara asing berakibat bahwa negara forum tidak dapat mencegah pengalihan aset-aset milik negara asing tersebut yang saat itu sebenarnya ada di bawah yurisdiksi negara forum yang dilakukan negara asing tersebut supaya tidak dibekukan oleh negara forum.

Penyelesaian Sengketa Terkait Pihak yang Memiliki Imunitas Kedaulatan

Mekanisme penyelesaian sengketa terkait imunitas kedaulatan internasional dilakukan melalui mahkamah internasional (ICJ). ICJ sebagai yudisial utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berfungsi menyelesaikan sengketa ini secara damai berdasarkan hukum internasional. PBB merupakan organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor kehidupan internasional.

Oleh sebab itu, sebagai salah satu fungsi daripada PBB adalah untuk menyelesaikan kasus-kasus internasional yang terjadi. Sebagaimana yang tercantum di dalam pembukaan Piagam PBB pasal 2 ayat : "(Setiap anggota harus menyelesaikan sengketa internasional dengan cara damai yang tidak membahayakan keamanan dunia)." Dengan adanya putusan ini memberikan kepastian hukum sekaligus mengatur hubungan antarnegara yang bersengketa. Menyelesaikan sengketa internasional tentu adalah merupakan tugas dari pengadilan internasional. Ada beberapa pengadilan internasional diantaranya yakni International Court of Justice (ICJ), Permanent Court of International Justice (PCIJ), International Tribunal for the Law of the Sea (Mahkamah Hukum Laut Internasiona, juga International Criminal Court (ICC). Mengenai hukum yang dikenakan telah ditetapkan oleh ketentuan-ketentuan dalam pasal 38 Statuta. Pasal tersebut menyatakan: "Pengadilan, yang fungsinya adalah untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional dengan perselisihan seperti yang diajukan kepadanya, akan menerapkan beberapa sumber hukum yang dibuat berdasarkan :

1.konvensi internasional, baik umum maupun khusus, yang menetapkan aturan-aturan yang secara tegas diakui oleh negara-negara yang bersengketa;

2.kebiasaan internasional, sebagai bukti praktik umum yang diterima sebagai hukum;

3.asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab;

4.tunduk pada ketentuan-ketentuan Pasal 59, keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran humas yang paling berkualifikasi tinggi dari berbagai bangsa, sebagai sarana tambahan untuk penentuan aturan-aturan hukum."

Ketentuan-ketentuan prosedural dalam kegiatan ICJ sama sekali berada diluar kekuasaan negara-negara yang bersengketa. Ketentuan-ketentuan tersebut sudah ada sebelum lahirnya sengketa-sengketa dan hal ini diatur dalam Bab III Statuta. ICJ memiliki yurisdiksi dalam dua jenis kasus, yang pertama atas kasus sengketa (contentious cases) yang menghasilkan putusan yang mengikat antara negara-negara yang menjadi pihak, yang sebelumnya telah sepakat untuk tunduk kepada putusan pengadilan, dan yang kedua yaitu untuk mengeluarkan pendapat nasehat (advisory opinions) yang menyediakan alasan-alasan atau jawaban-jawaban hukum, sesuai pertanyaan yang ditanyakan dalam lingkup hukum internasional, tetapi tidak mengikat. Kesepakatan negara-negara yang bersengketa diajukan dalam bentuk special agreement (persetujuan khusus) atau yang dikenal dengan compromis. Pasal 65 ayat 1 Statuta ICJ, menyatakan bahwa "the Court may give an advisory opinion on any legal question at the request of whatever body may be authorized by or in accordance with the Charter of the United Nations to make such a request." Hal ini menjelaskan bahwa ICJ juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat- pendapat yang tidak mengikat terhadap suatu pertanyaan hukum oleh badan yang diakui oleh Piagam PBB sebagai badan yang memiliki wewenang untuk mengajukan pertanyaan kepada ICJ.

Sudah jelas bahwa terdapat perbedaan antara fungsi penyelesaian sengketa dan fungsi konsultatif dari ICJ. Dalam melaksanakan fungsi penyelesaian sengketa, keputusan ICJ merupakan keputusan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersengketa. Sedangkan pendapat-pendapat yang dikeluarkan oleh ICJ bukan merupakan putusan hukum yang memiliki kekuatan mengikat, apalagi pelaksanaan pendapat tersebut tidak dipaksakan, ICJ hanyalah suatu pendapat nasehat dan bukan suatu keputusan. Jadi, sebuah imunitas kedaulatan internasional sangat berperan penting dalam mekanisme penyelesaian sengketa karena melindungi negara dari yurisdiksi pengadilan negara lain. Apabila sebuah negara tidak memiliki imunitas kedaulatan, maka negara tersebut dapat diadili di pengadilan negara lain. Hal ini dapat menimbulkan risiko campur tangan asing dalam urusan internal dan melemahkan posisi negara dalam hubungan internasional. Dengan demikian, imunitas kedaulatan menjadi elemen krusial dalam melindungi integritas dan martabat negara di sistem hukum internasional.

DAFTAR REFERENSI

Ardiwisastra, Yudha Bhakti. "Imunitas Negara Asing Di Forum Pengadilan Nasional Dalam Kasus Pelanggaran HAM Berat: Studi Kasus Putusan The European Court on Human Right Dalam Al-Adsani VsThe United Kingdom 21 Nopember 2001." Jurnal Hukum 11 (2004): 131--51.

Huda, Ni'matul. "Penerapan Prinsip Kekebalan Negara Terhadap Badan Usaha Milik Negara." Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 3, no. 5 (1996): 28--34. https://doi.org/10.20885/iustum.vol3.iss5.art4.

Kalalo, Julianto Jover Jotam. "Penyelesaian Sengketa Terhadap Kasus Imunitas Negara Melalui Icj (International Court of Justice) / Mahkamah Internasional." Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum 3, no. 2 (2016): 98--109. https://doi.org/10.24252/JURISPRUDENTIE.V3I2.2818.

Pasasari, Dwika Rindang, Kementerian Pendidikan, D A N Kebudayaan, Universitas Brawijaya, and Fakultas Hukum. "Jurnal Studi Tentang Putusan Pengadilan Kasasi Italia Atas Gugatan Luigi Ferrini Terhadap Sovereign Immunity Negara Jerman Dan Sudut Pandang Hukum Internasional," 2013.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun