Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Kasihi" dari Sudut Filsafat

4 Oktober 2020   11:39 Diperbarui: 4 Oktober 2020   11:46 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasihi itu kewajiban, kasihani itu kebajikan. Kasihi  beda dengan kasihani. Dua kata ini sangat berdekatan tapi maknanya sangat berbeda. Kasihi sesama itu nilainya abadi, kasihani sesama itu nilainya sementara. 

Kasihi tindakan sederajat. Kasihani itu tindakan atas bawah. Yang kuat kasihani yang lemah. Kasihi itu harus terjadi tanpa syarat. Dalam keadaan apa pun, siapa pun yang ditemui, setiap orang harus kasihi orang itu karena dia sesama, sama-sama manusia. 

Antar pribadi, antar keluarga, antar suku, antar bangsa, harus terjadi terus-menerus tindakan ini, 'kasihi', bukan hanya sekedar 'kasihani'. Kalau ada susah, termasuk kesusahan global yang disebabkan oleh menularnya virus 'corona', kasihani sesama, barang biasa, kirim bantuan, beri perawatan, ini masih sebatas kasihani. Apakah itu sudah sampai derajat 'kasihi'? Belum tentu. 

Kasihani tuntut balas untuk dikasihani. Kasihi, tidak tuntut balas. Begitu banyak negara tergerak untuk membantu negara lain. Begitu banyak relawan jadi pahlawan karena menolong sesama. Ini tindakan 'kasihi' atau 'kasihani'? Masih tingkat kasihani, belum kasihi. 

NAFSU kita manusia selalu ada untuk menolong sesama. Itu sebatas menolong dengan materi atau ungkapan lahiriah dengan kata-kata hiburan kepada sesama yang membutuhkan. Ini masuk kategori kasihani sesama, belum kasihi sesama.

NALAR kita manusia dipenuhi dengan pengalaman dan pengetahuan tentang malapetaka yang dialami sesama. Kita langsung menaruh belas-kasihan. Ini belum pada tingkat kasihi, masih tingkat kasihan. 

NALURI  kita manusia ini tergerak untuk membantu sesama yang terkapar di depan kita tertimpa nestapa. Rasa kasihan langsung muncul dan membantu, tapi itu masih pada tingkat kasihan, belum pada tingkat kasihi. NURANI kita tersentuh dengan kesusahan sesama dan segala upaya dikerahkan untuk meringankan beban derita sesama. 

NAFSU membagi harta muncul, NALAR kita jelas mendorong untuk meringankan beban sesama, NALURI kita menyambung reaksi dari NAFSU dan NALAR untuk membantu sesama dan NURANI menyatakan bahwa tindakan menolong sesama ini baik dan mulia. 

Perpaduan aksi dari NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI (Kwadran Bele, 2011)  dalam membantu sesama yang menderita ini baru lapisan dasar dari tindakan yang lebih tinggi, yaitu: kasihi.

Tindakan 'kasihi' sesama ada dalam NAFSU kita dalam bentuk kesadaran memenuhi kebutuhan diri sendiri dalam batas-batas yang wajar, tidak menumpuk harta berlebihan karena sadar bahwa sesama manusia, siapa pun dia, membutuhkan seperti yang kita butuhkan. 

NALAR manusia yang jernih pasti alami dan ketahui secara tepat bahwa ada sesama dalam berbagai keadaan yang membutuhkan perhatian. Mengingat sesama baik yang menderita maupun yang bergembira,  masuk dalam tingkat kasihi sesama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun