Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nek, Aku Rindu

24 Oktober 2024   06:57 Diperbarui: 25 Oktober 2024   07:37 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto itu sudah mulai memudar, tapi aku masih bisa mengenali wajah di dalamnya. Itu adalah nenek saat muda, mengenakan kebaya dan tersenyum di depan sebuah lapak pasar kue. Di belakangnya, berdiri seorang pria yang aku kenali sebagai kakek. Aku tidak pernah tahu bahwa nenek dan kakek punya kenangan bersama di pasar kue ini. Dan tiba-tiba, aku merasa pasar itu menjadi lebih dari sekadar tempat belanja. Itu adalah penghubung mereka, dan sekarang menjadi penghubung antara aku dan nenek.

***

Beberapa bulan sebelumnya, di hari ketika langit berwarna kelabu dan gerimis turun perlahan, aku berdiri di tepi kuburan, menatap tanah merah yang baru ditutup. Upacara pemakaman nenek selesai. Tangis keluargaku telah mereda, namun air mata di pipiku masih membekas.

"Dia hidup dengan penuh kasih, dan dia meninggal dengan tenang," ucap Ibu, mencoba menenangkan. Aku hanya diam, tidak tahu harus berkata apa.

Yang jelas, aku merasa kehilangan besar. Seakan-akan ada bagian dari diriku yang ikut terkubur bersama nenek. Aku tidak tahu bagaimana aku akan menjalani hari-hari ke depan tanpa kehadirannya, tanpa panggilan lembutnya di pagi hari, tanpa tawanya saat kami berjalan di pasar kue.

***

Hari terakhir nenek masih di rumah sakit adalah hari paling sulit. Aku duduk di samping tempat tidurnya, memegang tangannya yang sudah semakin lemah. Nafasnya terengah-engah, tapi dia masih berusaha tersenyum kepadaku.

"Jaga dirimu baik-baik, ya. Jangan lupa apa yang nenek ajarkan. Dan..." Dia berhenti sejenak, menarik napas panjang, "...datanglah ke pasar kue, kalau kamu rindu nenek."

Aku menahan tangis saat mendengarnya. "Nek, jangan bicara begitu. Nenek akan sembuh dan kita akan pergi lagi ke pasar, seperti biasa, kan?"

Nenek hanya tersenyum. "Mungkin tidak, Sayang. Tapi itu tidak masalah. Kamu tetap bisa pergi ke sana... dengan kenangan nenek bersamamu."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun