Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pernahkah Kamu Melihat Aku?

4 Oktober 2024   20:36 Diperbarui: 5 Oktober 2024   00:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.istockphoto.com/id/foto/anak-sekolah-menangis-di-halaman-sekolah-gm1057913464-282721655

Namaku Bima, seorang siswa biasa di sekolah menengah yang penuh dengan kebisingan dan keramaian. Setiap hari, aku berjalan menyusuri koridor yang sama, melihat wajah-wajah yang sama, mendengar obrolan dan tawa yang tak pernah berubah. Tapi entah kenapa, rasanya dunia ini begitu sunyi bagiku. Sunyi, seakan-akan aku tak pernah benar-benar ada di dalamnya.

Setiap kali bel berbunyi, aku masuk ke dalam kelas dengan perasaan hampa. Aku mengambil tempat duduk di barisan belakang, berharap tak seorang pun memperhatikanku. Rasanya, aku tidak akan peduli jika seluruh dunia melupakanku. Karena, bukankah mereka memang sudah lupa?

Guru-guruku berbicara di depan kelas dengan semangat. Mereka menjelaskan rumus matematika, mendiskusikan puisi, atau berbicara tentang pentingnya sejarah. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang pernah bertanya, "Bima, apakah kamu baik-baik saja?" Tidak ada satu pun yang pernah bertanya mengapa aku tidak pernah mengumpulkan tugas tepat waktu, mengapa nilaiku turun drastis, atau mengapa aku sering tertidur di kelas.

*

Hari itu, seperti biasa, aku duduk di bangku belakang, membenamkan diriku di balik buku yang seharusnya kubaca. Tapi pikiranku tidak ada di sana. Aku memikirkan semua yang terjadi di sekolah, semua ejekan dan pukulan yang kuterima dari teman-temanku. Mereka menyebutku lemah, pengecut, dan terlalu berbeda. Dan aku terlalu takut untuk melawan.

Tak ada seorang pun yang tahu bahwa setiap hari aku harus menghadapi rasa takut saat memasuki gerbang sekolah. Mereka tidak melihat bagaimana kakiku bergetar setiap kali mendekati kelompok siswa yang selalu menertawakanku. Mereka tidak melihat bagaimana tanganku gemetar saat aku berusaha menyembunyikan luka-luka di tubuhku.

Pernahkah mereka melihatku?

"Bima, bangun!"

Suara keras itu menarikku kembali ke kelas. Pak Joko, guru matematikaku, berdiri di depan meja, menatapku dengan kesal. Aku terkejut, lalu segera duduk tegak.

"Kamu tertidur lagi di kelas. Ini sudah yang ketiga kali minggu ini. Apa kamu tidak tidur di rumah?" tanyanya sinis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun