Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Heboh Kasus P Diddy: Yuk, Ajarin Anak Berani Speak Up

27 September 2024   05:07 Diperbarui: 3 Oktober 2024   10:58 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Detik.com Rapper Amerika, P Diddy atau Sean 'Diddy' Combs menggemparkan jagat hiburan setelah berita penangkapannya pada Senin (16/9/2024). Dia ditangkap atas tuduhan perdagangan seks, pelecehan seksual, dan tindak pidana lainnya, di mana beberapa korbannya adalah wanita di bawah umur.

Kasus pelecehan seksual yang melibatkan figur publik selalu mengejutkan, apalagi ketika terjadi pada tokoh yang selama ini dianggap sebagai panutan. Baru-baru ini, kasus yang menyeret rapper dan produser musik ternama, P Diddy, kembali menjadi sorotan. Tuduhan pelecehan seksual yang melibatkan kekuasaan, ketenaran, dan manipulasi emosi menunjukkan betapa kompleks dan berbahayanya masalah ini, terutama jika terjadi pada anak-anak yang rentan. Kasus ini membuka mata kita akan pentingnya mengajarkan anak-anak tentang keberanian berbicara atau *speak up* sejak dini ketika mengalami pelecehan seksual.

Pelecehan seksual pada anak merupakan fenomena yang lebih sering tersembunyi di balik ketakutan, kebingungan, atau bahkan rasa malu korban. Banyak anak tidak memahami apa yang terjadi pada mereka atau merasa takut untuk melaporkan kejadian tersebut kepada orang dewasa, terutama jika pelaku adalah seseorang yang mereka kenal dan percayai. 

Mengapa Anak Sulit Speak Up?

1. Perasaan Malu dan Bersalah  

   Anak-anak sering kali merasa malu dan bersalah ketika menjadi korban pelecehan seksual. Mereka mungkin berpikir bahwa apa yang terjadi adalah kesalahan mereka, atau bahwa mereka "buruk" karena terlibat dalam tindakan yang tidak mereka pahami sepenuhnya. Studi menunjukkan bahwa perasaan ini sering dipicu oleh kurangnya pemahaman mengenai pelecehan seksual dan akibatnya .

2. Ancaman dari Pelaku  

   Tidak jarang pelaku pelecehan menggunakan ancaman untuk menjaga korban agar tetap diam. Mereka bisa mengancam akan menyakiti anak atau keluarga mereka jika anak berbicara kepada siapa pun. Ancaman seperti ini dapat menciptakan ketakutan yang luar biasa pada anak, membuat mereka merasa tidak ada jalan keluar.

3. Kurangnya Kepercayaan pada Orang Dewasa  

   Anak-anak yang mengalami pelecehan oleh orang dewasa yang seharusnya melindungi mereka, seperti anggota keluarga, pengasuh, atau guru, sering kehilangan kepercayaan terhadap orang dewasa secara umum. Mereka mungkin berpikir tidak ada gunanya berbicara karena mereka takut tidak akan dipercaya atau malah dianggap membuat masalah .

4. Kebingungan dan Kurangnya Pemahaman 

   Usia anak memengaruhi sejauh mana mereka dapat memahami pelecehan seksual. Anak kecil mungkin tidak memahami apa yang terjadi pada mereka, atau mereka mungkin menganggap bahwa tindakan tersebut adalah "normal" karena tidak diajarkan sebaliknya. Kurangnya pendidikan tentang batasan fisik yang sehat dan konsep persetujuan bisa membuat anak-anak tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban.

Maka melindungi anak-anak dari pelecehan seksual tidak hanya melibatkan pengawasan, tetapi juga pemberdayaan mereka sejak dini agar mampu mengidentifikasi situasi berbahaya dan melaporkannya. Lantas, bagaimana caranya mengajarkan anak berani speak up sejak dini? Berikut beberapa tips yang dapat diterapkan orang tua untuk membantu anak melindungi diri dari pelecehan seksual.

1. Ciptakan Lingkungan Komunikasi yang Terbuka

Kunci utama agar anak merasa nyaman untuk berbicara tentang hal apapun, termasuk pelecehan, adalah menciptakan lingkungan komunikasi yang terbuka di rumah. Anak perlu merasa bahwa mereka dapat berbicara tanpa rasa takut akan dihakimi atau dimarahi. Salah satu cara terbaik adalah dengan melibatkan anak dalam diskusi harian. Tanyakan perasaan mereka, dengarkan keluhannya, dan hargai setiap cerita yang mereka bagikan.

Dengan demikian, anak-anak akan terbiasa untuk berbagi dan akan lebih mudah bagi mereka untuk mengutarakan hal-hal yang mungkin membuat mereka tidak nyaman, termasuk jika ada indikasi pelecehan.

Tips Praktis: Jadwalkan waktu khusus bersama anak setiap hari, di mana mereka dapat bercerita tentang kegiatan sehari-harinya. Jangan menyela saat mereka bercerita, dan tunjukkan minat yang tulus terhadap apa yang mereka sampaikan.

2. Ajarkan Tentang Batasan Tubuh

Anak-anak harus diajarkan bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri, dan tidak ada yang berhak menyentuh bagian tubuh pribadi mereka tanpa izin. Orang tua bisa mulai dengan mengenalkan konsep "batasan tubuh" atau **body boundaries** sejak usia dini. Jelaskan kepada anak bahwa ada bagian tubuh yang sifatnya pribadi, seperti area yang tertutup oleh pakaian renang, dan hanya boleh disentuh oleh orang-orang tertentu dalam konteks yang benar, seperti saat mandi atau diperiksa oleh dokter dengan pendampingan orang tua.

Dengan memahami konsep ini, anak-anak akan lebih peka jika ada orang yang berusaha melanggar batasan tersebut dan lebih berani melaporkannya.

Berdasarkan data dari National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), lebih dari 90% kasus pelecehan seksual pada anak dilakukan oleh seseorang yang dikenal korban. Ini menegaskan pentingnya anak mengetahui hak-hak mereka terhadap tubuh mereka sendiri.

3. Gunakan Bahasa yang Sederhana dan Jelas

Saat membahas pelecehan seksual, gunakan bahasa yang sederhana dan sesuai dengan usia anak. Anak-anak harus tahu nama-nama yang benar untuk bagian tubuh mereka. Hal ini membantu mereka memahami dan menjelaskan jika terjadi sesuatu yang tidak wajar. Menghindari istilah yang terlalu "lembut" atau eufemistik untuk bagian tubuh dapat membuat anak bingung saat ingin melaporkan pelecehan.

Misalnya, alih-alih menyebut area tubuh dengan nama yang umum atau lucu, gunakan istilah medis yang benar seperti "penis" dan "vagina". Anak-anak yang paham nama anatomi tubuh mereka cenderung lebih jelas saat menjelaskan situasi yang tidak pantas.

Tips Praktis: Saat mengajari anak tentang tubuhnya, selalu ulangi bahwa bagian-bagian tertentu bersifat pribadi dan tidak boleh disentuh orang lain tanpa alasan yang jelas dan bisa diterima.

4. Ajari Anak untuk Mengidentifikasi Situasi Berbahaya

Anak-anak juga perlu diajari untuk mengenali situasi yang membuat mereka merasa tidak nyaman. Salah satu caranya adalah dengan mengajarkan konsep "tiga R", yaitu:

- Recognize (Kenali): Anak-anak perlu diajarkan untuk mengenali perasaan tidak nyaman atau takut jika ada seseorang yang mencoba melakukan tindakan yang tidak pantas.

- Resist (Tolak): Jika ada orang yang mencoba menyentuh atau memperlakukan mereka dengan cara yang tidak pantas, ajari anak untuk menolak dengan tegas.

- Report (Laporkan): Setelah menolak, anak perlu segera melaporkan kejadian tersebut kepada orang dewasa yang dipercaya, seperti orang tua, guru, atau polisi.

Latih anak-anak untuk bisa mengekspresikan penolakan dengan kalimat sederhana seperti, "Tidak, saya tidak suka itu!" atau "Jangan sentuh saya!"

Menurut Childhelp National Child Abuse Hotline, satu dari empat perempuan dan satu dari enam laki-laki mengalami pelecehan seksual sebelum usia 18 tahun. Ini menekankan pentingnya anak mengenali tanda-tanda bahaya sejak dini.

5. Perkuat Kepercayaan Diri Anak

Anak yang percaya diri lebih cenderung berbicara tentang masalah yang mereka hadapi. Salah satu cara terbaik untuk membangun kepercayaan diri adalah dengan memuji anak ketika mereka berbicara atau mengambil tindakan yang benar. Berikan apresiasi saat mereka mengungkapkan perasaan atau pikiran mereka. Ini akan membantu mereka merasa bahwa suara mereka penting dan didengar.

Selain itu, ajarkan anak untuk memercayai instingnya. Jika sesuatu atau seseorang membuat mereka merasa tidak nyaman, biarkan mereka tahu bahwa itu bukan salah mereka dan mereka berhak untuk mengatakan tidak atau melaporkannya.

Tips Praktis: Berikan anak pilihan dalam keputusan sehari-hari, seperti memilih baju yang ingin dipakai atau aktivitas yang ingin dilakukan. Ini akan membuat mereka terbiasa membuat keputusan sendiri dan merasa lebih percaya diri.

6. Berikan Pemahaman Tentang Persetujuan

Penting bagi anak-anak untuk memahami konsep persetujuan atau **consent**. Persetujuan berarti seseorang memberikan izin dengan sukarela, dan ini berlaku dalam segala bentuk interaksi, baik itu menyentuh seseorang atau melakukan sesuatu bersama. Ajarkan anak bahwa jika mereka tidak merasa nyaman dengan suatu tindakan, mereka berhak menolak, dan penolakan mereka harus dihormati oleh orang lain.

Dengan memahami konsep ini, anak-anak akan lebih peka ketika seseorang memaksa mereka melakukan hal-hal yang mereka tidak inginkan, termasuk pelecehan seksual.

Sebuah studi dari Journal of Adolescent Health menemukan bahwa anak-anak yang memahami konsep persetujuan sejak dini lebih cenderung melaporkan kejadian pelecehan dan lebih sedikit mengalami trauma jangka panjang .

7. Libatkan Pendidikan Seksual yang Sesuai Usia

Pendidikan seksual yang tepat sejak dini bisa menjadi salah satu alat perlindungan paling efektif untuk anak. Pendidikan ini tidak harus berbicara langsung tentang seks, tetapi bisa dimulai dengan mengajarkan tentang tubuh, privasi, dan bagaimana melindungi diri. Dengan cara ini, anak-anak akan lebih siap menghadapi dunia yang tidak selalu aman.

Sebagai orang tua, sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada anak bahwa tidak semua orang di sekitar mereka memiliki niat baik, dan karena itu mereka harus selalu waspada dan menjaga batasan-batasan mereka.

8. Kenali Tanda-tanda Anak Mengalami Pelecehan

Terakhir, sebagai orang tua, penting untuk selalu memperhatikan perubahan perilaku anak yang mungkin menjadi indikasi adanya pelecehan. Tanda-tanda seperti perubahan suasana hati yang drastis, penurunan prestasi di sekolah, ketakutan berlebihan terhadap seseorang, atau perilaku seksual yang tidak sesuai dengan usia anak bisa menjadi sinyal bahwa anak mengalami pelecehan.

Jika mencurigai adanya pelecehan, orang tua harus segera melakukan tindakan dengan mendengarkan cerita anak tanpa menyudutkan atau menghakimi, serta melaporkannya kepada pihak berwenang.

Mengajarkan anak berani berbicara jika mengalami pelecehan seksual adalah langkah penting dalam melindungi mereka dari bahaya yang ada. Orang tua memiliki peran vital dalam menciptakan lingkungan yang aman dan penuh dukungan, serta membekali anak dengan pengetahuan yang tepat. Melalui komunikasi terbuka, pengenalan batasan tubuh, serta pemahaman tentang persetujuan, anak-anak dapat lebih siap menghadapi situasi yang berpotensi membahayakan. Ingat, perlindungan terbaik untuk anak-anak adalah pendidikan dan pemberdayaan sejak dini.

- yu berani speak up - 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun