"Ara, kamu bisa pulang ke rumah sebentar? Ibu butuh bicara," suara Ibu terdengar sedikit bergetar.
Ara merasakan sesuatu yang tidak biasa. "Ada apa, Bu? Ibu baik-baik aja kan?"
"Ada yang perlu kita obrolin. Cepat pulang ya."
Ara menutup telepon dengan perasaan was-was. Ia segera membereskan barang-barangnya dan bergegas pulang. Setibanya di rumah, ia mendapati Ibu duduk di ruang tamu, wajahnya terlihat lelah dan pucat.
"Ada apa, Bu? Ibu sakit?" Ara langsung duduk di samping ibunya, memegang tangan sang ibu yang dingin.
Ibu menggeleng pelan, tapi air mata mulai menetes di pipinya. "Ara, Ibu minta maaf."
Ara terkejut. "Maaf? Kenapa, Bu? Ibu nggak salah apa-apa."
"Sebenarnya... Ibu salah. Ibu selama ini terlalu keras sama kamu, terlalu maksa kamu buat jalani hidup sesuai apa yang Ibu mau."
Ara terdiam, menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Ibu dulu juga pernah punya mimpi, Ara. Tapi Ibu menyerah. Ibu kira, kalau Ibu paksa kamu buat hidup sesuai harapan Ibu, kamu nggak bakal ngalamin penyesalan yang sama."
Ara tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Ibu pernah punya mimpi?"