Ibu mengangguk, senyum pahit muncul di wajahnya. "Ibu dulu pengen jadi penyanyi, Ara. Tapi keluarga Ibu nggak pernah setuju. Mereka pikir itu cuma angan-angan yang nggak bakal bisa bawa hidup yang stabil. Akhirnya, Ibu menyerah. Ibu jalani hidup yang mereka mau, tapi sampai sekarang, kadang Ibu masih merasa kosong."
Ara tertegun, mendengar cerita ibunya yang selama ini tak pernah ia ketahui. Ia memandang wajah ibunya yang tampak penuh penyesalan dan kesedihan.
"Ibu... kenapa nggak pernah cerita ke Ara?" tanya Ara pelan.
Ibu tersenyum lemah. "Karena Ibu nggak mau kamu tahu sisi lemah Ibu. Ibu mau kamu lihat Ibu sebagai orang yang kuat, yang selalu tahu yang terbaik."
Ara merasakan dadanya sesak. Selama ini, ia mengira Ibu hanya tidak mengerti dan tidak mau menerima mimpinya. Ternyata, Ibu juga pernah berada di posisi yang sama.
"Ibu, Ara nggak pernah berpikir Ibu lemah. Justru sekarang Ara makin ngerti kenapa Ibu seperti itu," kata Ara sambil menggenggam tangan ibunya lebih erat.
"Ara, Ibu bangga sama kamu," suara Ibu terdengar lirih tapi penuh ketulusan.
"Dan Ara bangga sama Ibu, Bu. Karena meskipun sulit, Ibu akhirnya bisa percaya sama Ara."
Ibu tersenyum, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Ara merasa benar-benar dekat dengan ibunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H