Scout van Hinne merasa terhina. Tidak pernah wanita prbumi memperlakukannya selancang itu. Tapi kemarahannya masih kalah dengan nafsu binatangnya saat melihat gadis cantik. Sehingga tidak mau melawan amarah gadis itu dengan kekerasan.
"Kamu tau dimana Pitung bersembunyi, heh?"
Aisyeh tidak menjawab. Dia melihat cincin itu dilempar-lempar pelan sengaja untuk meledeknya. Scout van Hinne sadar Aisyeh sangat menginginkan cincin itu.
"Tahu kamu ini cincin siapa?"
Aisyeh tetap tidak menjawab. Perutnya masih terasa nyeri bekas pukulan tadi.
"Ini cincin orang Belanda punya. Dia curi besama teman-teman inlander. Pacarmu itu pengacau. Bikin resah orang Belanda dan tuan tanah, heh."
"Udeh Aisyeh," Demang menambahkan, "ngapain buronan ditunggu. Dia mah tinggal nunggu hari doang, pasti ketangkep dan mati."
"Semua orang juga bakal mati," tiba-tiba Haji Naipin masuk ke dalam rumah. "Termasuk lu Demang dan Scout..."
Kompeni dan opas seperti kedatangan tamu tak diundang. Mereka siaga dengan memegang erat senapan tinggal tunggu aba-aba dari Scout van Hinne. Demang dan tuannya tampak biasa saja karena mereka anggap orang tua itu mana mampu melawan niatnya untuk menculik Aisyeh.
Aisyeh setengah berlari mendekati Haji Naipin. Dia berlindung dibalik punggung guru silat kekasihnya yang telah renta.
"Hey kakek tua, inlander, jangan sok jagoan, heh!"