Mohon tunggu...
Baba Makmun
Baba Makmun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menggandakan Uang? Mending Menanam Pohon Duit

15 Oktober 2016   09:19 Diperbarui: 15 Oktober 2016   13:11 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus penggandaan uang yang menyeret tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi terus bergulir. Semakin dalam polisi menyelidiki, makin terungkap hal baru. Polisi sudah menyita sejumlah aset di Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa Timur. Dugaan pembunuhan pun makin kuat karena ditemukan beberapa makam baru di padepokan. Perhatian publik tersita ke sana, menunggu kejutan apalagi yang bakal terjadi.

Pengikut padepokan ini sekitar 23.000 orang. Ada yang merasa jadi korban penipuan dan lapor polisi. Kerugian mereka dari jutaan sampai miliaran. Tapi, sebagian lainnya tetap yakin uang mereka akan kembali dalam jumlah berlipat pada saatnya kelak. Kasus yang menimpa pemilik padepokan mereka nilai cobaan dari Tuhan. Keyakinan mereka ini akankah berbuah indah? Entahlah.

Kasus Dimas Kanjeng tergolong kelas kakap. Yang kelas teri masih banyak lagi, tersebar di seantero negeri. Semua kasus seperti ini berujung penipuan. Tapi, masyarakat tak jera. Esok atau lusa kasus penggandaan uang diprediksi muncul lagi. Entah sampai kapan.

Padahal, ada cara gampang untuk menghasilkan rupiah berlimpah tanpa harus menggandakan uang ke sana kemari. Juga tanpa risiko uang dibawa lari. Caranya adalah dengan menanam Pohon Duit pribadi.

Warisan Nenek Moyang

Apa itu Pohon Duit? Ini adalah investasi budi baik. Sebetulnya kita sudah melakukannya setiap hari. Betul. Kita sudah menanam pohon duit tiap hari. Bukankah kita memberi uang pada pengamen, “Pak Ogah”, pengemis, dan berdonasi untuk kaum duafa, anak yatim, kaum terpinggir, korban bencana alam, korban perang, dsb?

Itu semua realisasi menanam pohon duit. Sayangnya kita tak “memupuk” dan “merawat” pohon itu sehingga hasilnya tak memuaskan. Bahkan, sering pohon duit tidak berbuah lantaran digerayangi “gulma”, “hama” dan “penyakit”.

Pohon duit adalah pengejawantahan ajaran Budi Pekerti Luhur dari nenek moyang kita. Salah satu pokok ajaran ini adalah siapa menanam budi baik akan memanen kebaikan, siapa menanam budi buruk akan memetik keburukan.

Kita bukan saja diajari untuk selalu menanam budi, melainkan menghargai budi orang. Terhadap budi orang lain, kita harus membalasnya dengan yang lebih baik, minimal setimpal.

Kata budi  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki lima makna. Pertama, alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Kedua, tabiat; akhlak; watak. Ketiga, perbuatan baik; kebaikan. Keempat, daya upaya; ikhtiar. Kelima, akal (dalam arti kecerdikan menipu atau tipu daya). Selain itu, kata majemuk budi pekerti punya arti sendiri, yaitu tingkah laku; perangai; akhlak

Jadi, mengacu pada arti kelima, budi tidak otomatis baik, karena juga mengandung makna menipu. Namun, dalam bahasa cakap, budi dikonotasikan baik. Orang berbudi dinobatkan sebagai budiman. Bila yang dimaksud sebaliknya, kata budi diberi sifat, misalnya budi buruk.

Pada masa kini masyarakat masih mamatuhi ajaran ini. Hanya saja tak langsung menggunakan kata budi, tapi dikemas dengan istilah lain, sesuai selera zaman. Salah satunya, yang populer, gerakan berbagi. Berbagi apa saja. Ini sangat semarak, dari kota sampai desa. Intinya: berbagi budi baik kepada siapa saja tanpa pamrih.

Budi baik cakupannya luas sekali, mulai dari tersenyum manis kepada orang lain dan menyingkirkan duri dari jalan, sampai pada bantuan kemanusiaan untuk korban bencana. Pendek kata, semua perbuatan yang baik-baik adalah budi baik.

Dari cakupan yang luas itu, kita dapat berkonsentrasi pada hal-hal yang kita inginkan, misalnya berfokus pada uang atau duit. Karena menanam budi baik akan memetik kebaikan, maka menanam duit akan memanen duit juga. Sesuatu yang ditanam dapat diidentikkan dengan pohon. Itu sebabnya dalam tulisan ini digunakan ungkapan menanam Pohon Duit. Pohon akan menghasilkan buah, dan buah kemudian dipanen.

Law of Attraction

Akhir-akhir ini ada teori bernama Law of Attraction (LoA) atau Hukum Ketertarikan. Di Indonesia buku tentang ini, yang ditulis Michael J. Lossier, laris manis. Bahkan, di negara kita ini ada komunitas khusus tentang aplikasi ajaran ini.

 Menurut Lossier, LoA pada dasarnya mengajarkan tentang hubungan ketertarikan pada sesuatu dengan apa yang akan kita dapatkan. Bila kita memberikan perhatian atau ketertarikan pada energi positif, kita akan memperoleh yang positif. Sebaliknya, ketertarikan pada energi negatif, itu pula yang akan menimpa kita.

Ketertarikan itu melahirkan aksi. Jadi, ketertarikan pada kebaikan membuat kita melakukan kebaikan, dan LoA akan mengganjar kita kebaikan. Sebaliknya, bila kita memberikan daya ketertarikan pada keburukan, LoA memberikan kita keburukan pula.

Selain itu, Dedi Susanto dalam buku Pemulihan Jiwa menjelaskan, LoA pada prinsipnya adalah tarik menarik perbuatan sejenis dan tolak menolak perbuatan lain jenis. Perbuatan baik menarik kebaikan, sedangkan perbuatan buruk menarik keburukan. Tak mungkin kebaikan menarik keburukan dan sebaliknya.

Dapat disimpulkan, bila kita memberikan daya ketertarikan pada uang, sesungguhnya kita sedang menarik uang, dan LoA akan mengguyurkan uang.

Menurut Lossier, jutaan orang di Kanada, Amerika Serikat, dan negara-negara lain sudah mempraktikkan teori ini dan umumnya berhasil. Banyak yang meraih sukses, antara lain, dalam karier, asmara, rumah tangga, dan—tentu saja—keberlimpahan finansial.

Rasa-rasanya sih LoA pada substansinya “sama tapi tak serupa” dengan ajaran Budi Pekerti Luhur. Cuma casing-nya yang beda, yang satu kemasan asli Indonesia, satunya lagi bungkusan Barat.

Aplikasi Online Tuhan

Budi Pekerti Luhur mengajari kita menanam budi tanpa pamrih. Kalau kita berbuat baik kepada Si A, jangan berharap Si A membalas kebaikan itu. Tapi, kalau Si A sukarela membalasnya, tak apa. Prinsipnya, budi baik yang kita tanam pasti berbuah kebaikan, entah dari siapa dan dari mana.

Acap balasan kebaikan itu kita dapatkan dari orang-orang yang sama sekali tidak kita kenal. Siapa yang menggerakkan mereka untuk memberikan kebaikan kepada kita? Rasanya ada peran Tuhan di sini. Nenek moyang kita pasti paham itu.

Tuhan membuat sistem aplikasi online  Budi Pekerti Luhur. Prinsip kerjanya: siapa meng-input  kebaikan, sistem online  ini pasti memprosesnya, dan otomatis melahirkan output  kebaikan. Sistem ini berlaku universal, termasuk kepada mereka yang tak percaya Tuhan.

Karena itu, kalau budi baik itu berujud duit, otomatis sistem online itu memberikan kepada kita duit pula. Makin besar jumlah duit yang di-input,pasti makin besar pula output-nya, berupa gelontoran rupiah berlimpah.

 Sistem online ini tak peduli apakah budi baik itu dilakukan demi Tuhan atau demi yang lain. Semuanya diberi ganjaran. Jika kita membantu korban bencana alam demi popularitas, demi jabatan, demi meraih predikat dermawan—pendek kata selain demi Tuhan—kita tetap memanen perbuatan baik itu, tak dikurangi sedikit pun. Tuhan gak kecewa, gak marah. Bedanya, kalau demi Tuhan, panennya dunia dan akhirat. Jika demi selain Tuhan, panennya hanya di dunia.

Sistem ini pun “tutup mata”  apakah kita memberi dengan ikhlas atau terpaksa. Itu adalah urusan motif tiap pribadi, dan sistem ini tak ikut campur urusan pribadi. Yang diganjar adalah ujud perbuatannya.

Cuma Tiga Bulan

Makan waktu berapa lama proses dari menanam sampai panen? Cukup tiga bulan. Jadi, kalau kita mulai serius menanam pada 1 November 2016, dan dilakukan terus menerus tiap hari, maka pada 1 Februari 2017 kita panen raya.

Mengapa tiga bulan? Sebab, bulan pertama adalah pemupukan. Bulan kedua perawatan, pemberian antihama, dan antipenyakit. Bulan ketiga adalah pemilahan buah. Yang busuk dan gabuk disngkirkan. Hanya yang bagus yang disediakan untuk kita panen.

Cara memulai menanam pohon duit gampang. Misalnya, menyantuni kaum duafa, anak yatim, dan membantu pembangunan rumah ibadah. Bolah juga donasi untuk hal lain. Terserah selera masing-masing. Besarnya disesuaikan kemampuan. Tapi, harus dilakukan setiap hari. Semuanya diniatkan untuk menanam pohon duit. 

Selama proses penanaman, kita harus mempertinggi kesabaran. Apa pun yang terjadi—seburuk, sepahit, dan segetir apa pun—kita harus sabar. Kesabaran adalah pupuk unggul bagi pohon duit.

Sejalan dengan itu, kita tetap harus melakukan budi baik selain duit—misalnya tersenyum manis dan perbuatan baik yang kecil-kecil lainnya—kepada sebanyak mungkin orang, baik kita kenal maupun tidak. Ini menjadi lahan subur bagi pohon duit.

Selain itu, apa pun alasannya, jangan  tersinggung, sakit hati, kecewa, marah, dendam, iri hati, berprasangka buruk, dan perasaan negatif lain sejenisnya. Sebab, ini semua menjadi gulma, hama, dan penyakit bagi pohon duit.

Merawat pohon tak kalah penting. Perawatan terbaik adalah bersyukur. Kita bersyukur pada apa yang sudah terjadi dan akan terjadi. Setelah itu, berdoalah. Doa merupakan obat antihama dan antipenyakit.

Jangan lupa, semua ini untuk tiga bulan saja.Gak pake lama. Setelah itu… terserah Anda. ****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun