Apakah ini faktual? Mari kita merenung masing-masing saja. Siapa pun boleh berasumsi, saya tidak berwenang mengkritisi. Â
Merpati, hewan lagi. Bedanya, ia adalah burung yang akan menyambangi ketika tersedia pakan yang menarik hati, menggugah selera diri.Â
Ketertarikan itu timbul karena materi, bukan atas keinginan untuk mengabdi. Jika bicara analogi, ayo kita merenung lagi. Sekali lagi, saya tidak berhak untuk mengintervensi hak siapa pun untuk beropini.
Sejati, tentu bukan hewan. Ia berkategori kata sifat alias adjektiva yang berarti tulen atau asli. Kesejatian pada guru adalah ia yang bersungguh-sungguh memilih profesi ini.Â
Ia akan mengerahkan seluruh pikiran dan energi untuk bekerja dengan hati seperti kata Ibu Angi Siti Anggari, Teaching is the Work of Heart.Â
Beliau bilang, guru adalah pekerjaan hati, bukan melulu perihal kompetensi. Butuh dedikasi tinggi untuk sebuah kualitas. Jika ini yang kita tuju, otomatis energi dan pikiran akan tercurah begitu saja.
Saya guru. Lalu, bagaimana? Pedati, merpati, atau sejati? Saya lagi-lagi tidak tahu. Saya boleh memilih salah satu, orang lain boleh setuju ataupun ragu.Â
Namun, saya menyadari bahwa menjadi guru memang seperti uji nyali seperti mudah hanya sekadar memberikan materi, tapi terasa ada yang mengganjal di hati manakala wajah siswa tampak ruwet tak terperi.
Maafkan saja ya, Nak! Guru kalian ini memang suka sekali membuat kerusuhan dalam otak kalian. Namun, kalian perlu mengingat bahwa kerusuhan itu akan menjadi sebuah keindahan dalam kehidupan kalian kelak. Ruwet hari ini, sukses dunia akhirat sudah menanti.
Selamat hari guru untuk saya dan teman-teman seprofesi. Semoga konsistensi selalu terjaga untuk tetap menjadi sejati.
My very best teacher who is also my beloved Father, Bapak Sjafrie, Â this writing is dedicated to you.