Mohon tunggu...
Begawan Durno
Begawan Durno Mohon Tunggu... -

Saya adalah Saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Serba-serbi Mengenai Sejarah Masuknya Papua ke Indonesia

28 Januari 2015   01:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14223582341661041738

Sesuai dengan pasal XVIII-c Persetujuan maka DMP-DMP harus memusyawarahkan dan mennyusun jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia:
Apakah mereka tetap bersatu dengan Indonesia (whether they wish to remain with Indonesia).
Apakah mereka ingin melepaskan diri dari hubungan dengan Indonesia (whether they wish to sever their ties Indonesia).

Jawaban DMP atas nama rakyat yang diwakilinya adalah sah dan final.

Di dalam tiap musyawarah Duta Besar Ortiz Sanz atas nama Sekretaris Jenderal PBB menyampaikan pesannya, yang mana pesan tersebut diberikan sebelum pembicaraan dalam musyawarah dimulai, sebagai berikut: “Para anggota Dewan Musyawarah, atas nama Tuan U Thant, Sekretaris Jenderal PBB, saya ingin mengingatkan saudara-saudara akan hal-hal sebagai berikut: Pada kesempatan yang hikmad ini oleh Pemerintah Republik Indonesia akan diajukan kepada Saudara-Saudara suatu pertanyaan. Pertanyaan itu adalah sebuah pertanyaan penting, menyangkut masa depan Irian Barat, Saudara-Saudara sendiri, dan keturunan yang akan datang. Dan dalam menjawab pertanyaan ini saudara tidak hanya akan berbicara bagi Saudara sendiri, tetapi juga bagi seluruh rakyat Saudara. Jawaban ini harus jelas dan harus mewujudkan keinginan penduduk yang sebenarnya.Jangan ragu-ragu mengatakan yang benar dan setialah pada keinginan rakyat Saudara. Terima kasih, Saudara Ketua” (Soemowardojo, 1969).

Hasil Pepera

Hasil PEPERA lengkap dengan segala kegiatan-kegiatan sebelumnya pada tanggal 8 Agustus 1969 secara resmi telah dilaporkan kepada Presiden oleh Ketua Pelaksana Pusat / Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud, yang secara marathon telah menghadiri semua sidang musyawarah PEPERA di Irian Barat. Oleh Presiden hasil PEPERA beserta tindak lanjut, yang berupa rencana pembangunan dilaporkan kepada seluruh rakyat Indonesia dalam pidato Kenegaraan Presiden tanggal 16 Agustus 1969 di muka Sidang Paripurna DPR-GR tentang PEPERA.

DPR-GR sebagai lembaga legislatif Pusat tidak pula melepaskan diri dari kegiatan-kegiatan eksekutif dalam pelaksanaan dan penyelesaian PEPERA di Irian Barat. Setelah mendengar pidato Kenegaraan Presiden dan laporan tim DPR-GR, maka dalam rapat pleno ke-10 pada 18 September 1969, DPR-GR memutuskan dalam Keputusan No.2/DPR-GR/I/1969-’70 bahwa hasil PEPERA adalah sah dan Irian Barat tetap berada dalam wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian hasil PEPERA tersebut telah sah secara nasional (Pemda, 1972)

Selanjutnya hasil PEPERA dibawa ke Sidang Majelis Umum PBB yang ke-24 oleh Utusan Republik Indonesia, yang terdiri dari: Adam Malik, Sudjarwo Tjondronegoro S.H, A. Sani, Dr. Roeslan Abdulgani, dan lain-lain. Penyelesaian Hasil PEPERA di Sidang Majelis Umum PBB dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:
Penyiapan Laporan Sekretaris Jenderal
Penyiapan Laporan kepada Sidang Majelis Umum
Tanggapan Sidang Majelis Umum dan Penyelesaian Resolusi-Resolusi.

Delegasi Indonesia kemudian diperkuat dengan datangnya 3 orang tokoh dari Irian Barat, yaitu: Frans Kaisiepo (Gubernur Irian Barat), Dirk Ajamisaba (Ketua DPRD-GR), dan Lucas Jouwe (anggota DPR-GR asal Irian Barat).

Pada tanggal 13 Nopember 1969 dilaksanakan Sidang Majelis Umum PBB yang dipimpin Ketua Sidang Nona Brooks dari Liberia. Ketua Sidang mempersilahkan Ketua Delegasi Indonesia dan Belanda mengucapkan pidatonya. Pokok pembicaraan kedua delegasi adalah sekitar usul rencana Resolusi Sidang Majelis Umum tersebut. Di samping itu Adam Malik menguraikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan rencana pembangunan daerah Irian Barat selanjutnya.

Delegasi Belanda, Luns menyatakan pendirian Pemerintahnya sebagai co-sponsor usul rencana Resolusi tersebut dan pendiriannya terhadap hasil PEPERA. Luns menanggapi kritik yang disampaikan Ortiz Sanz tentang cara-cara musyawarah yang dianggapnya tidak sesuai dengan ‘international practice’, tetapi hanya ‘Indonesian practise’, serta adanya kritik-kritik di negaranya adalah benar. Namun, walaupun demikian Pemerintah Belanda bersedia untuk mengakui dan mentaati hasil PEPERA tersebut sesuai pasal 21 ayat 2 Persetujuan 1962. Oleh karenanya Luns berpendapat bahwa tidak akan ada gunanya untuk mempersoalkan lebih lanjut tentang cara pelaksanaan PEPERA atau hasilnya yang telah dicapai. Luns menyatakan bahwa lebih baik untuk melihat ke depan bagaimana Indonesia dan Belanda akan bekerja sama guna membantu pembangunan di Irian Barat.

Akhirnya Sidang dilanjutkan kembali pada 19 Nopember 1969 yang akan menentukan secara final pertikaian antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat. Sidang ditetapkan dilakukan hanya satu hari saja dan dibagi dalam dua kali sidang, yaitu pagi dan petang. Dengan didahului oleh perdebatan dan rapat yang alot, pada akhirnya kemenangan terhadap usul tersebut tidak diragukan lagi. Sidang Majelis Umum PBB menghasilkan usul resolusi dengan perbandingan suara Setuju: 84 negara, Tidak setuju: 0, dan Blanko: 30.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun