Penerbangan Singapore Airlines dari London ke Singapura mengalami turbulensi parah, yang menyebabkan pendaratan darurat di Bangkok. Boeing 777-300ER yang membawa 211 penumpang dan 18 awak itu mendarat di Bandara Suvarnabhumi Bangkok pada pukul 15.45 waktu setempat  Selasa (21/5/2024) .
Insiden ini merupakan kejadian fatal yang jarang terjadi akibat turbulensi, karena Singapore Airlines belum pernah mengalami tragedi serupa sejak kecelakaan di Taiwan pada tahun 2000. Para ahli mencatat bahwa cedera akibat turbulensi sering kali terjadi ketika penumpang tidak mengenakan sabuk pengaman. Maskapai ini menekankan bahwa prioritas mereka adalah keselamatan dan dukungan semua orang di dalamnya.
Pesawat terbang tersebut mengalami goncang dan miring, kemudian jatuh dari ketinggian  37000 kaki (11,1 km)  ke 31000 kaki (9,3 km). Terjadi penurunan 6000 kaki (1.8 km) dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini menyebabkan penumpang yang tidak memasang sabuk pengaman terlempar ke atas langit-langit peswat terbang dan menghantam langit-langit tersebut. Hal itu bisa dimaklumi karena setiap benda mempunyai kelembamban dan berupaya berada pada posisinya, sementara pesewat terbang bergerak turun dalam arah vertical selain bergerak maju kedapan.
Memahami Turbulensi Atmosfer
Pesawat terbang di udara bisa diumpakan seperti sebuah perahu di atas Sungai Di mana Ketika aliran air tenang maka pesawat terbang bergerak tenang, Ketika air begelombang karena berada pada aliran sungai berbatuan maka terjadi goncangan setiap orang berada di atas perahu. Ketika perahu bertemu dengan air terjun maka perahu tiba-tiba jatuh ke depan menurut arah aliran air. Orang-orang di atas perahu akan melayang di udara berupaya bertahan pada posisinya sementara perahu bergerak turun. Fenomena seperti itu disebut dengan turbulun, tidak ubahnya perubahan arah aliran air yang bergerak di dalam Sungai. Hal yang sama terjadi di atmosfir di mana udara megnalami turbulen di atmosfir. Seperti halnya air di sungai, pergerakan udara bergerak dalam bentuk tiga dimensi dan mengalami perubhan setiap saat. Sehingga orang-orang berada di atas pesawat terbang akan merasakan gerakan ke atas, ke bawah, ke kiri-kekanan, tertahan atau terdorong ke depan ketika pesawat terbang bergerak maju.
Turbulensi di atmosfer bukan sesuatu yang menyenangkan bagi penumpang pesawat terbang karena gangguan ini merusak kenyamanan. Namun, hal ini tidak bisa dihindari karena udara di atmosfer tidak memiliki tekanan yang sama di setiap tempat. Udara akan bergerak sesuai dengan perubahan tekanan yang terjadi, dan ketika pesawat terbang bergerak, pesawat akan mengalami tekanan-tekanan yang berubah-uban dan berbeda akibat perubahan posisi. Perbedaan tekanan ini akan mengubah posisi pesawat, kadang bergerak vertikal ke atas atau ke bawah, kadang ke samping kiri atau ke kanan, sambil tetap bergerak maju.
Turbulensi atmosfer adalah fenomena umum namun berpotensi berbahaya dalam penerbangan, sering kali menyebabkan ketidaknyamanan dan, dalam kasus yang jarang terjadi, kecelakaan parah. Insiden tragis baru-baru ini yang melibatkan Singapore Airlines Penerbangan SQ321, yang menyebabkan satu penumpang meninggal dan beberapa lainnya terluka akibat turbulensi parah, menggarisbawahi pentingnya memahami turbulensi dan implikasinya terhadap keselamatan penerbangan.
Penyebab Turbulensi
Banyak hal yang menyebabkan perubahan tekanan di udara yang mengakibatkan pergerakan udara menjadi tidak teratur yang akan mengakibatkan  berbagai kondisi atmosfer seperti aliran jet pesawat terbang, badai petir, dan perubahan tekanan atmosferik karena perbedaan temperature udara. Perubahan tekanan ini dimulai dari hal yang ringan yang  menyebabkan sedikit pantulan, hingga parah, yang mengakibatkan gerakan tiba-tiba dan penuh kekerasan yang dapat membahayakan keselamatan penumpang dan integritas struktur pesawat.
Terdapat beberapa fenomena-fenomena terbulensi yang terjadi di udara di antaranya turbulen udara jernih (CAT). Hal ini terjadi pada ketinggian di langit cerah, seringkali di dekat aliran jet. Sulit untuk dideteksi karena tidak terkait dengan fenomena cuasa yang terlihat seperti awan. Bentuk lain tentang turbulensi ini adalah turbulen konvektif. Fenomena ini disebabkan oleh terjadinya naik dan turunnya massa jenis udara akibat pemanasan permukaan bumi, umumnya dikaitkan degan terbentuknya badai petir. Bentuk ini akan mudah diamati dari jauh oleh pilot atau orang-orang yang berada di atas pesawat terbang. Sehingga pilot bisa melakukan manuver penerbangan dan menghindarinya.
Berikutnya adalah turbulen mekanis. Hal ini terjadi karena perubahan topografis permukaan bumi. Udara yang mengalir di atmosfer terhambat secara fisik oleh gunung atau bangunan yang mangganggu aliran udara. Pada hambatan fisik ini akan terjadi pusaran yang luruh di belakang struktur atau gunung yang akan mengubah kecepatan udara berbeda-beda. Hal yang sama juga terjadi pada pesawat lain yang bergerak di depan pesawat terbang di belakanngnya, pesawat terbang tersebut juga membentuk perluruhan vortex seperti halnya struktur-struktur ffisik di permukaan bumi.
Â
Dampak Turbulensi terhadap Keselamatan Penerbangan
Secara umum turbulensi atmosfir berdamapak terhadap keselamatan penerbangan, serperti hal yang terjadi pada Singapore Air Line SQ321. Turbulensi yang parah dapat menimbulkan beberapa dampak buruk. Seperti halnya Singapore Air Line, penupang dapat cedera. Penumpang dan awak pesawat terbang tidak aman dan dapat terlempar ke sekitar kabin, ke atas permukaan, sehingga mengakibatkan cedera atau kematian. Dalam kasus Singapure Airline terjadi satu kematian, dan 30 orang cedera patah tulang dan luka. Kerusakan structural pesawat terbang.
Meskipun pesawat modern dirancang untuk menahan tekanan yang signifikan, turbulensi ekstrem dapat menyebabkan kerusakan struktural. Namun untuk kasus Singapura Airline belum diperoleh laporan mengenai hal ini, karena butuh waktu pemeriksaan untuk menjamin keselamatan penerbangan berikutnya.
Hal yang terakhir dari masalah ini adalah gangguan terahadap operasional. Turbulensi dapat memaksa pendaraan darurat, pengalihan penerbangan dan gangguan jadwal penerbangan, sehingga berdampak pada operasional maskapai penerbangan dan rencanan perjalanan penumpang, dan hal ini terjadi pada Singapura Airline.
Mengurangi Resiko Turbulensi
Turbulensi atmosifr sebenarnya bisa dihindari, atau paling kurang dijauhi sehingga tidak menyebabkan kecelakaan atau insiden penerbangan. Mengetahui perkiraan cuaca tingkat lanjut diawal dan selama terjadi penerbangan sangat membantu. Peralatan meteorologi dan teknologi satelit yang ditingkatkan membantu memprediksi dan menghindari daerah yang bergejolak.
Sementara pengalaman dan pelatihan Pilot akan dapat  menangani turbulensi untuk melakukan manuver, mengubah arah penerbangan, dan melakukan protokol komunikasi yang sesuai.
Di samping itu Tindakan Keselamatan Penumpang perlu diterapkan. Maskapai penerbangan menekankan kepada penumpang  untuk tetap mengencangkan sabuk pengaman selama penerbangan, tidak terlalu banyak, dan sering bergerak di atas pesawat terbang, dan memberikan pengarahan keselamatan untuk mempersiapkan penumpang menghadapi potensi turbulensi.
Akhir penjelaasan
Insiden baru-baru ini yang melibatkan Singapore Airlines Penerbangan SQ321 merupakan pengingat yang menyedihkan akan bahaya yang ditimbulkan oleh turbulensi atmosfer yang parah. Meskipun kemajuan teknologi dan pelatihan pilot telah mengurangi risiko secara signifikan, turbulensi yang tidak terduga masih merupakan tantangan yang berat. Perbaikan berkelanjutan dalam prakiraan cuaca, desain pesawat, dan protokol keselamatan penumpang sangat penting untuk lebih memitigasi dampak turbulensi terhadap keselamatan penerbangan.
oOo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H