Di sisi lain, negara-negara Barat semakin menganut kapitalisme murni dan privatisasi, di mana sektor swasta memainkan peran utama dalam perekonomian. Pergeseran ini sering didukung oleh lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia, yang mempromosikan liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas sebagai jalan menuju pertumbuhan dan kemakmuran.
Gerakan kapitalis global yang mendorong privatisasi dan ekonomi pasar bebas memiliki pengaruh besar dalam membentuk tatanan ekonomi dunia pasca-Perang Dunia II. Tekanan ini juga diarahkan kepada Uni Soviet dan sekutu-sekutunya yang masih mengandalkan ekonomi terencana dan perusahaan negara. Dengan runtuhnya Uni Soviet, model ekonomi kapitalis pasar bebas menjadi dominan di seluruh dunia, memperkuat pandangan bahwa privatisasi dan liberalisasi ekonomi adalah kunci untuk pembangunan ekonomi dan stabilitas global.
Bangkitnya gerakan pro-demokrasi di negara-negara satelit Soviet di Eropa Timur terutama disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk kesulitan ekonomi yang melanda wilayah tersebut dan ketidakpuasan terhadap rezim komunis yang otoriter. Namun, ada juga indikasi bahwa pihak Barat memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok pro-demokrasi melalui pendanaan dan bantuan diplomatik secara diam-diam. Meskipun tidak mungkin untuk mengabaikan peran pemberontakan internal dalam perubahan ini, keterlibatan dan dukungan dari luar juga berkontribusi signifikan terhadap kejatuhan Tembok Berlin pada tahun 1989 dan melemahkan pengaruh Uni Soviet di wilayah tersebut.
Selain faktor-faktor ekonomi dan dukungan luar, perubahan politik di Eropa Timur juga dipengaruhi oleh aspirasi universal terhadap kebebasan dan demokrasi yang tersebar melalui media, pertukaran budaya, dan kontak dengan dunia Barat. Rasa ingin tahu akan alternatif politik dan kehidupan yang lebih bebas telah membentuk opini publik di Eropa Timur dan memperkuat gerakan pro-demokrasi.Â
Perubahan ini juga tercermin dalam semangat reformasi yang ditunjukkan oleh beberapa pemimpin lokal, seperti Lech Walesa di Polandia dan Vaclav Havel di Cekoslowakia, yang memainkan peran penting dalam menginspirasi dan memobilisasi massa untuk menuntut perubahan. Dengan demikian, kejatuhan Tembok Berlin bukanlah hanya akibat dari tekanan eksternal, tetapi juga merupakan hasil dari dorongan internal yang kuat untuk kebebasan dan perubahan politik.
Ekspansi Nato Perang Rusia dan Ukraina
Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, 15 republik Soviet merdeka dan membentuk negara-negara baru yang berdaulat. Negara-negara tersebut adalah Rusia, Ukraina, Belarus, Moldova, Estonia, Latvia, Lituania, Armenia, Azerbaijan, Georgia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.Â
Proses kemerdekaan ini dipicu oleh melemahnya kontrol pusat di Moskow, meningkatnya tuntutan nasionalisme di berbagai republik, serta kegagalan ekonomi dan politik Uni Soviet. Pembubaran Uni Soviet secara resmi terjadi pada 26 Desember 1991, setelah Deklarasi Alma-Ata pada 21 Desember 1991 yang menegaskan kemerdekaan negara-negara ini dan membentuk Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS) sebagai forum kerjasama antar bekas republik Soviet.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, Pakta Warsawa, aliansi militer yang dipimpin oleh Uni Soviet, juga bubar pada tahun 1991. Sebaliknya, NATO, aliansi militer Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat, tetap ada dan mulai menerima anggota baru dari bekas negara-negara blok Timur. Dokumen-dokumen deklasifikasi dari pertemuan-pertemuan diplomatik pada tahun 1990-an menunjukkan bahwa ada diskusi mengenai kemungkinan NATO tidak memperluas keanggotaannya ke bekas wilayah Soviet.Â
Rusia menganggap bahwa janji-janji lisan yang diberikan oleh pemimpin Barat, seperti Menlu AS James Baker, bahwa NATO tidak akan bergerak "seinci pun ke timur" telah dilanggar. Data menunjukkan bahwa sejak berakhirnya Perang Dingin, NATO telah memperluas keanggotaannya secara signifikan ke arah timur, mendekati perbatasan Rusia. NATO telah menerima 14 anggota baru dari bekas blok Timur, termasuk negara-negara bekas republik Soviet seperti Estonia, Latvia, dan Lithuania pada tahun 2004.
Masuknya anggota dari negara-negara bekas Uni Soviet ke NATO terjadi dalam beberapa gelombang. Gelombang Pertama Ekspansi NATO terjadi pada tahun 1999, NATO memperluas keanggotaannya untuk pertama kali setelah Perang Dingin dengan menerima tiga negara bekas blok Timur, yaitu Polandia, Hungaria, dan Republik Ceko. Ekspansi ini menandai dimulainya perluasan NATO ke timur yang dianggap oleh Rusia sebagai ancaman terhadap keamanannya.