Mohon tunggu...
Siti Qomariyah
Siti Qomariyah Mohon Tunggu... Guru - Semangat untuk maju

Kesempatan itu datang sekali maka bermanfaat bagi orang lain akan membuat diriku bahagia

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Inspirasi di Hari Ibu

22 Desember 2021   09:32 Diperbarui: 22 Desember 2021   18:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pagi ini saya sedang berada di salah satu rumah sakit swasta yang biasa dikunjungi setiap bulan. Kali ini poli yang saya tuju adalah poli mata. Dapat nomor antrian yang tidak terlalu panjang sih hanya jeda 20 nomor dari yang sudah berjalan.

Saya mengambil posisi duduk di bagian tepi karena kalau di tengah terkadang susah untuk keluar, harus melewati beberapa orang yang duduk berderet seperti posisi saya. Protokol kesehatan yang ketat memang masih terus diberlakukan, jangan kendor karena virus ini masih belum sepenuhnya berlalu. Selain selalu pakai masker dan hand sanitizer, kita juga wajib menjaga jarak sehingga setiap kursi diberi tanda silang dan sesekali satpam sebagai petugas keamanan mengingatkan pasien atau keluarga pasien agar tidak lalai.

Sambil menunggu saya mengeluarkan benda pipih yang sekarang menjadi benda penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu handphone. Dengan lincahnya jari-jari ini mulai berselancar membalas satu persatu chat WhatsApp yang belum sempat dibalas sejak semalam. Tiba-tiba datanglah seorang ibu, berjalan dengan menggunakan tongkat dipapah seorang ibu yang usianya terlihat lebih muda dari wanita bertongkat tadi.

Setelah membantu ibu bertongkat itu, si ibu yang tadi memapah meninggalkan wanita bertongkat tersebut. Asumsi saya, pasti dia anaknya. Bahagianya saat kita tua, anak dengan setia mendampingi kita kemana-mana terutama saat di rumah sakit. Akantetapi yang menjadi pertanyaan saya kenapa wanita tadi tidak kembali lagi.

Beberapa menit kemudian datang lagi seorang ibu ya mungkin usianya sama dengan si ibu bertongkat, ibu itu duduk persis di samping ibu bertongkat. Saya lihat dia bersama suaminya. Kembali saya berpikir, betapa bahagianya bisa hidup sampai tua bersama pasangan, pastinya mereka sudah melalui berbagai macam rintangan dan kekuatannya hanyalah bertahan.

Iih otak ini tak berhenti menerawang dan berasumsi setiap yang lewat dan berlalu lalang di depan mata. 

Tiba-tiba saya mendengar percakapan si ibu bertongkat yang kebetulan duduk di kursi persis di depan saya. Percakapannya kurang lebih seperti ini :

Ibu bertongkat (IB) :"Ibu mau periksa?"

Ibu disampingnya (IS):"Iya"

IB :"Ke dokter siapa?"

IS :"Dokter, A"

IB :"Ooh sama"

Ibu disampingnya hanya mengangguk namun dari sorot matanya terlihat dia sedang tersenyum.

Si ibu bertongkat bertanya lagi :"Sama siapa?"

Ibu itu menjawab :"Sama suami". Sambil menunjuk ke arah suaminya.

Beberapa menit kemudian si ibu bertongkat berkata lagi dengan lirih, "kalau saya sendirian, saya di rumah juga tinggal sendiri, tidak punya anak, terkadang sedih, apalagi ketika saya harus bolak balik rumah sakit." 

Suaranya parau tampak raut kesedihan, namun tak lama si ibu bertongkat kembali tersenyum. "Tapi ini adalah hidup yang Tuhan berikan pada saya, apapun harus disyukuri dan diterima"

_____

Saya yang dari tadi hanya mendengarkan perbincangan tersebut tanpa berani nimbrung khawatir tidak mampu menahan air mata, merasa terharu dan terenyuh, teringat dengan ibu saya. Terbayang ketika dia sakut hanya berdua dengan bapak yang juga sudah tua. Ibu adalah orang yang kuat walaupun sakit tak ada kata-kata sedikitpun yang memberatkan anak atau suaminya. Dia selalu berusaha mengerjakan sendiri apa yang dia bisa.

________

 Percakapan itu berlanjut. Si ibu bertongkat menoleh pada laki-laki yang duduk di samping saya, rupanya dia butuh pertolongannya. Melihat kondisinya dia berharap laki-laki itu mau membantu si ibu bertongkat untuk berdiri dari tempat duduknya.

"Mas, bolehkah saya minta tolong, nanti saat dipanggil, tolong bantu saya berdiri, kalau jalan bisa tapi kalau berdiri dengan bentuk kursi seperti ini saya kesulitan" katanya.

Laki-laki itu bertanya,"Ibu nomor berapa?"

"Nomor 21", jawabnya.

"Baiklah"

_____

Sampai waktu berlalu  si ibu bertongkat dipanggil, dan laki-laki itu membantunya sampai selesai proses pendaftaran. Setelah selesai mendaftar si ibu berjalan sendiri menuju lift, namun ternyata dia juga mengalami kesulitan di sana. Si ibu berjalan kembali menemui satpam untuk minta bantuan mengakses lift. 

_____

Saya termangu apa yang tidak patut saya syukuri ternyata dia yang hanya hidup sebatang kara mampu bertahan sampai saat ini.

Ibu yang tangguh, itulah yang saya lihat, walaupun dia menjalani hidup sendiri tapi tak ada dalam pikirannya untuk menyerah. Dia menjalani apa yang sudah dipilihkan Tuhan untuknya.  Tuhan yang menjaga apa yang sudah menjadi skenarionya. Jadi jangan khawatir bahwa Tuhan akan meninggalkan kita.

____

Selamat hari ibu, semoga setiap ibu di manapun selalu menjadi wanita tangguh yang menjadi tauladan mulia bagi anak-anaknya.

Terimakasih ibu sudah melahirkan kami, dan kami sangat bangga memiliki ibu sepertimu.

Semoga kami juga bisa memjadi ibu yang membanggakan bagi anak-anak kita. Amiin.

Jember, 22 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun