Pada umumnya mereka yang bisu diawali dengan lebih dahulu tuli. Ketulian dan kebisuan, membatasi, membelenggu, menghambat, memerosotkan kemanusiaan dan kebersamaan.
Bacaan Injil hari ini menarasikan kisah Yesus menyembuhkan seorang bisu yang gagap. Â
Yesus meninggalkan daerah Tirus, melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu.Â
Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga merekasendirian. Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, Â meludah dan meraba lidah orang itu. Sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah!
Membaca narasi Yesus menengadah ke langit, menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah! Terbukalah telinga orang itu, spontan mengingatkan pada kisah penciptaan manusia, Adam. Â
Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Sebagaimana Allah berhadapan dengan debu tanah dan menghembuskan nafas hidup, demikianlah yang dibuat Yesus. Sambil menengadah ke langit, menarik nafas di hadapan seorang tuli yang gagap, "Efata", kata-Nya. Karya penciptaan Allah teraktualkan  dalam karya Yesus melepas ketulian si tuli.
Demikian juga narasi akibat dari tindakan pemulihan Yesus. Yaitu terbukalah telinga orang itu dan terlepaslah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik ..." Narasi ini juga mengaktualkan kembali dampak karya penciptaan Allah. Setiap kali selesai menciptakan sesuatu, kitab Kejadian menarasikan "Allah melihat bahwa semuanya itu baik".Â
Narasi ini diulang sampai enam kali. Bahkan secara istimewa ketika selesai menciptakan manusia, kitab Kejadian menarasikannya  juga secara istimewa "Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik" Karya pemulihan Yesus mengaktualkan  karya penciptaan Allah sendiri.
Dengan narasi itu diwartakan kepada orang beriman, bahwa Yesus sehakekat dengan Allah Sang Pencipta. Yesus adalah Allah, yang menjadikan segala-galanya baik, yang mengembalikan manusia kepada jati diri yang seperti dimaksudkan sejak semula yaitu sungguh amak baik.
Kebenaran iman ini mesti menjadi pengalaman iman, bukan sekedar pengetahuan, apalagi katanya. Maka dapat dimengerti jika Yesus memisahkan si tuli dari orang banyak, sehingga ia sendirian bersama Yesus.Â
Si tuli ini diberi kesempatan mengalami Yesus, mengalami  jari-Nya yang masuk ke telinganya,  lidahnya diraba, melihat Yesus menengadah ke langit, mendengar tarikan nafas dan mendengar firman-Nya "Efata!". Si tuli ini sungguh-sungguh mengalami Yesus dan dampaknya yang luar biasa. Ia kembali menjadi manusia seperti dikehendaki Allah Pencipta. Manusia yang sungguh amat baik jati diri dan keadaannya!  Â