Masa kini, orang-orang berdiskusi dan berdebat, entah secara offline atau online, dengan lebih mengedepankan hawa nafsu dan perasaan bahwa dirinyalah pemangku kebenaran. Sehingga apabila terbukti dirinya salah, ia tak mau mengakui kesalahannya dan tetap kukuh membela pendapatnya. Tak jarang pula, hal ini menimbulkan perpecahan dan kebencian. Kata-kata kasar tak lagi dapat dibendung.
Sudah sepantasnya kita bercermin kepada adab para Salaf Ash-Shalih dalam berdebat dan berdiskusi. Mereka berdiskusi benar-benar untuk menemukan kebenaran, bukan untuk melakukan pembenaran. Mereka menyampaikan pendapat bukan dengan asal-asalan, tapi memiliki dasar dan argumentasi yang kuat. Dan apa puncak dari itu semua? Lapang dada. Ya. "Barangkali perkataanku salah semua, tidak benar semua", ujar Abu Hanifah.
Tak sedikit fragmen yang mengabadikan kisah Abu Hanifah berdiskusi dengan berbagai kalangan, mulai dari Khawarij, Mu'tazilah, Syi'ah, hingga Ateis. Melalui momen tersebut, Abu Hanifah mengeluarkan pendapat dan argumentasi yang kelak akan membuat mereka tersadar bahwa apa yang dipegang oleh mereka adalah sebuah kesalahan, dengan ketulusan hati, kefasihan lisan, dan ketinggian adab.
Referensi:
1. Al-Syarqawi, Abdurrahman. Biografi Empat Imam. Qaf: Jakarta, 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H