Mohon tunggu...
bayu riadi
bayu riadi Mohon Tunggu... Lainnya - Spritualis Teologis, Pegiat Perdamaian

Berpikir Ilmiah dan Alamiah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menafsir Ulang Eskatologi: Hermeneutika dan Kitab Para Nabi

18 April 2020   16:44 Diperbarui: 18 April 2020   16:52 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradigma Al-Quran Tentang Eskatologi

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. (Surah, Al-Ghasyiyah (88) Ayat 1-4).

Berbeda dengan Taurat dan Injil, dalam Alquran, banyak ayat yang bercerita tentang alam, yang sebenarnya merupakan bahasa pengantar dari Allah agar manusia ingin mencermati tentang adanya hukum kehidupan di alam yang terikat dengan dengan diri dan masyarakat manusia dari zaman ke zaman. Sebagai bahasa pengantar, ayat-ayat alam itu sendiri sesungguhnya menyimpan makna tersirat dibalik tekstual ayatnya.

Allah ingin mengantarkan manusia kepada pemahaman sesungguhnya dengan memakai ayat-ayat alam yang inderawi, supaya lebih mudah untuk diingat dan dipahami. Seperti kata "Air" sebagai simbol dari "wahyu" yang dapat menghidupkan qalbu manusia, sebagaimana air yang dapat menghidupkan tanah yang tandus. Istilah "langit" (yang berada diatas) sebagai simbol dari "pemimpin" dan istilah Bumi (yang berada dibawah) sebagai lambang dari "ummat ; rakyat " yang mesti  dilindungi oleh pemimpinnya.

Mayortitas ahli hanya membahas Sunnatullah (Tradisi Tuhan) pada kehidupan alam semesta, tetapi melupakan atau mengabaikan sunnatullah yang berlaku pada kehidupan ummat manusia. Salah satu prinsip dalam tradisi Tuhan (sunnatullah) tentang penciptaan adalah "prisnsip kesepasangan". Hal ini mestinya dicerdasi bahwa dalam kehidupan manusia dengan prinsip azwaj; kesepasangan-, maka terjadi hukum perjalanan kehidupan ummat manusia dari zaman ke zaman, seperti halnya hukum pada alam, seperti silih bergantinya malam dan siang secara terus menerus.          

Berdasarkan hukum kehidupan (tradisi Tuhan), hidup ini berjalan diatas blue print Allah. Contoh konkrit, tentang nasib kehidupan Bani Israel. Di dalam kitab-kitab Allah diceritakan pula tentang Adam, Nuh, Ibrahim, dan seterusnya.

Kehidupan ini selalu berkaitan dengan kehidupan bangsa (ummat), bukan dengan individu-individu; sekiranya berkaitan dengan individu, tentu keberadaan individu-individu suatu bangsa akan tercabut secara perorangan, bukan secara komunal dan serempak. Alquran mengingatkan, "setiap ummat masyarakat akan diseru ke catatan amalnya'' (QS. Al-Jatsiyah (45): 28).

Dari ayat ini kita tahu bahwa bukan hanya individu yang ditentukan oleh catatan tertentu perbuatannya sendiri, tetapi masyarakat bangsa juga ditentukan oleh catatan-catatan perbuatannya sendiri, sebab ia juga seperti hidup yang sadar, bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya, sebab ia bebas berkehendak dan bertindak melalui sebuah sistem kekuasannya.

Frame peredaran peradaban dunia ini begitu jelas. Di atas dasar prinsip inilah perwujudan dan garis hidup ummat manusia seharusnya digambarkan. Garis hidup itu adalah waktu yang terus berjalan dan tidak pernah berhenti atau kembali, sehingga manusia dapat saja merugi dalam perjalanan waktu tersebut. Bahasa wahyunya, "Semua manusia merugi, illa (kecuali) orang yang beriman dan beramal shaleh, yaitu orang-orang yang selalu berkumpul bertukar pikiran, berbagi informasi wahyu, dan saling menasehati di dalam masalah kesabaran".

Pandangan Para Cendikiawan Muslim

Setiap generasi memiliki batas waktu (akhir zaman;eskatologi) kehidupannya. Misalnya para ulama menyatakan bahwa umur suksesi suatu generasi 25 sampai 35 tahun. Ibnu Khaldun, sosiolog muslim ternama mengatakan, umur sebuah Negara itu sama dengan umur seorang manusia, yaitu umumnya seratus dua puluh tahun, yang dibagi kedalam tiga generasi dimana masing-masing generasi berumur 40 tahun.

Syaikh Muhammad Al-Ghazali berpendapat bahwa umur satu masa adalah 23 tahun. Alquran sendiri memberikan banyak informasi seputar berapa lama umur sebuah generasi, mulai dari empat puluh tahun, seratus tahun, tujuh ratus tahun, hingga seribu tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun