(Oleh: Andi Zulfitriadi, Pegiat Spritual dan Perdamaian)
Salah satu perdebatan penting dalam agama Ibrahimi adalah soal Eskatologi (akhir zaman). Faktor penyebabnya karena kitab suci tidak berbicara masalah waktu dalam arti kuantitatif (tanggal,hari,bulan dan tahun ) melainkan dalam arti kualitatif (misalnya penyebutan istilah waktu untuk lahir, waktu untuk menanam, waktu untuk menyembuhkan, waktu untuk meratap, waktu untuk damai, waktu penderitaan, waktu percobaan, waktu pembalasan, waktu penghakiman, waktu kebangkitan dan sebagainya).
Hal inilah yang membuat mayoritas penganut agama tidak dapat memahami makna eskatologi yang tertera dalam kitab suci. Apakah saat yesus mewartakan soal injil, yakni kabar baik akan waktu datangnya Kerajaan Allah yang sudah dekat sebagai masa kini (di masa hidupnya) atau masa datang?. Apakah saat Muhammad berbicara soal dekatnya hari qiyamah dalam makna kekinian (di masa hidupnya) atau masa datang yang entah kapan tibanya?
Eskatologi berasal dari susunan kata Bahasa Yunani, eschatos yang berarti "terakhir" dan logi yang berarti "ilmu". Jadi, Eskatologi adalah suatu ilmu tentang akhir zaman, yaitu bagian dari teologi dan filsafat yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa terakhir dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari seluruh ummat manusia, yang biasanya dirujuk sebagai akhir dunia (kiamat dunia). Dalam pengertian yang lebih luas, eskatologi dapat mencakup konsep-konsep terakhir seperti konsep Mesias atau zaman Mesianik (akhir zaman).
Istilah lain eskatologi dalam bahasa Yunani yang juga sering digunakan adalah kata (aeon); "abad" (konotasi "zaman"), dapat diterjemahkan sebagai akhir suatu masa (atau periode sejarah) dan bukan akhir dunia.
Pembedaan waktu ini juga mempunyai signifikansi teologis, sementara akhir zaman dalam tradisi-tradisi mistis berkaitan dengan kelepasan dari penjara realitas yang ada, sebagian agama percaya dan mengkuatirkannya sebagai penghacuran fisik dari planet bumi (atau semua makhluk hidup yang ada) sementara ummat manusia bertahan dalam suatu bentuk yang baru, sehingga mengakhiri ''zaman" keberadaan yang ada sekarang.
Misalnya, menurut keyakinan Ibrani kuno, kehidupan berlangsung dalam garis linear dan bukan siklus; dunia dimulai dengan Allah dan terus menerus menuju kepada tujuan penciptaan yang telah ditetapkan Allah.
Pandangan Kaum Yahudi berdasarkan Isyarat Kitab Taurat
Dalam eskatologi Yahudi, akhir zaman biasanya disebut Akhir hari-hari (aharit hayamim),sebuah ungkapan yang beberapa kali muncul dalam Tanakh. Meskipun gagasan tentang bencana mesianik memiliki hal yang menonjol dalam pemikiran Yahudi, gagasan ini bukanlah suatu proses yang tak dapat berubah yang berdiri sendiri, melainkan ditemukan bersama-sama dengan gagasan tentang penebusan tanpa penderitaan. Kedua gambaran ini kadang-kadang dilihat sebagai dua kemungkinan yang berbeda untuk masa depan Israel.
Kaum Yahudi mengimani bahwa eskatologi akan didahului dengan kejadian apokaliptik, yaitu kejadian-kejadian penuh penderitaan dan bencana (fisik) yang akan melululantahkan tatanan dunia yang lama. Hal ini didasari dari beberapa ayat dalam Alkitab Perjanjian lama. Misalnya dalam kitab Ulangan 4: pasal 29-39, Yesaya 2:1-5;. Dan juga peristiwa apokaliptik pada hari-hari terakhir (akhir zaman) di atas dapat pula ditemukan dalam kitab Mikha 4:1-5 berikut ini: Â
4:1 Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung rumah TUHAN akan berdiri tegak mengatasi gunung- gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke sana,
4:2 Â dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran, dan firman TUHAN dari Yerusalem."
4:3 Â Ia akan menjadi hakim antara banyak bangsa, dan akan menjadi wasit bagi suku-suku bangsa yang besar sampai ke tempat yang jauh; mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak, dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.
4:4 Â Tetapi mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan, sebab mulut TUHAN semesta alam yang mengatakannya.
4:5 Â Biarpun segala bangsa berjalan masing-masing demi nama allahnya, tetapi kita akan berjalan demi nama TUHAN Allah kita untuk selamanya dan seterusnya.
Sedangkan dalam eskatologi Kristen banyak merujuk pada alkitab perjanjian baru. Tema Eskatologi dalam alkitab Perjanjian Baru juga merefleksikan tema "penderitaan" yang sama dalam Alkitab Perjanjian Lama. Dalam alkitab Perjanjian Baru, Yesus merujuknya dengan istilah "penderitaan besar" , penyiksaan dan hari-hari pembalasan." Sebagai contoh pernyataan Nubuat akhir zaman tentang penderitaan ini dapat dilihat dalam injil (Matius 24: 15-22).
 Nubuwah Yesus tentang akhir zaman (Eskatologi)Â
Untuk memahami perjalanan hidup Yesus dari sejak awal sampai akhir hidupnya di dalam dia melakukan tugas kemesiasannya, ia pernah bernubuat tentang jalannya sejarah sampai "akhir zaman". Kata "akhir zaman" selalu ditafsirkan orang dengan "zaman kehidupan ummat manusia " sampai pada hari kiamat, yaitu hari kehancuran alam dunia. Jika kita perhatikan pernyataan Yesus tentang "akhir zaman" Â yang dimaksud bukan dalam makna yang demikian. Kata "zaman" menunjukkan pada sejarah peradaban suatu ummat atau bangsa.
Suatu bangsa atau ummat pernah mengalami "kelahiran, kehidupan dan kematian". Tidak ada suatu bangsa yang bersifat abadi. Setiap bangsa atau ummat pasti mempunyai "ajal", yaitu saat kepunahan atau kematiannya. Ini sudah merupakan kodrat atau ketetapan hukum Tu[h]an semesta alam. Â Â
Dalam hal ummat Tuhan, terbagi atas dua macam ummat, yaitu ummat yang beriman kepada Tuhan semesta alam, dan ummat atau bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan. Kedua macam ummat ini silih berganti menguasai dunia. Ketika ummat yang berTuhan akan muncul untuk menjadi pemimpin bangsa-bangsa, didahului oleh kehancuran zaman bangsa-bangsa. Dan sebaliknya, ketika zaman ummat Tuhan akan berakhir pasti diawali dengan bencana yang akan menimpa ummat Tuhan. Kehadiran Yesus sebagai Mesias berada pada akhir zaman kekuasaan bangsa-bangsa. Zaman lama akan berganti dengan zaman baru. Zaman kerajaan setan akan berganti dengan zaman kerajaan Allah (Teokrasi). Atas dasar pemahaman ini, mari kita ikuti khotbah Yesus tentang akhir zaman (Eskatologi). (Matius 24 ayat 1-8):
                                   Bait Allah akan diruntuhkan
- 1. Sesudah itu Yesus keluar dari Bait Allah, lalu pergi. Maka datanglah murid-murid-Nya dan menunjuk kepada bangunan-bangunan Bait Allah.
- 2. Ia berkata kepada mereka: "Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan."
                                   Permulaan Penderitaan
- 3 Â Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?"
- 4. Jawab Yesus kepada mereka: "Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!
- 5. Â Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.
- 6. Â Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya.
- 7. Â Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat.
- 8. Â Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru.
Paradigma Al-Quran Tentang Eskatologi
Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri. yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. (Surah, Al-Ghasyiyah (88) Ayat 1-4).
Berbeda dengan Taurat dan Injil, dalam Alquran, banyak ayat yang bercerita tentang alam, yang sebenarnya merupakan bahasa pengantar dari Allah agar manusia ingin mencermati tentang adanya hukum kehidupan di alam yang terikat dengan dengan diri dan masyarakat manusia dari zaman ke zaman. Sebagai bahasa pengantar, ayat-ayat alam itu sendiri sesungguhnya menyimpan makna tersirat dibalik tekstual ayatnya.
Allah ingin mengantarkan manusia kepada pemahaman sesungguhnya dengan memakai ayat-ayat alam yang inderawi, supaya lebih mudah untuk diingat dan dipahami. Seperti kata "Air" sebagai simbol dari "wahyu" yang dapat menghidupkan qalbu manusia, sebagaimana air yang dapat menghidupkan tanah yang tandus. Istilah "langit" (yang berada diatas) sebagai simbol dari "pemimpin" dan istilah Bumi (yang berada dibawah) sebagai lambang dari "ummat ; rakyat " yang mesti  dilindungi oleh pemimpinnya.
Mayortitas ahli hanya membahas Sunnatullah (Tradisi Tuhan) pada kehidupan alam semesta, tetapi melupakan atau mengabaikan sunnatullah yang berlaku pada kehidupan ummat manusia. Salah satu prinsip dalam tradisi Tuhan (sunnatullah) tentang penciptaan adalah "prisnsip kesepasangan". Hal ini mestinya dicerdasi bahwa dalam kehidupan manusia dengan prinsip azwaj; kesepasangan-, maka terjadi hukum perjalanan kehidupan ummat manusia dari zaman ke zaman, seperti halnya hukum pada alam, seperti silih bergantinya malam dan siang secara terus menerus. Â Â Â Â Â
Berdasarkan hukum kehidupan (tradisi Tuhan), hidup ini berjalan diatas blue print Allah. Contoh konkrit, tentang nasib kehidupan Bani Israel. Di dalam kitab-kitab Allah diceritakan pula tentang Adam, Nuh, Ibrahim, dan seterusnya.
Kehidupan ini selalu berkaitan dengan kehidupan bangsa (ummat), bukan dengan individu-individu; sekiranya berkaitan dengan individu, tentu keberadaan individu-individu suatu bangsa akan tercabut secara perorangan, bukan secara komunal dan serempak. Alquran mengingatkan, "setiap ummat masyarakat akan diseru ke catatan amalnya'' (QS. Al-Jatsiyah (45): 28).
Dari ayat ini kita tahu bahwa bukan hanya individu yang ditentukan oleh catatan tertentu perbuatannya sendiri, tetapi masyarakat bangsa juga ditentukan oleh catatan-catatan perbuatannya sendiri, sebab ia juga seperti hidup yang sadar, bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya, sebab ia bebas berkehendak dan bertindak melalui sebuah sistem kekuasannya.
Frame peredaran peradaban dunia ini begitu jelas. Di atas dasar prinsip inilah perwujudan dan garis hidup ummat manusia seharusnya digambarkan. Garis hidup itu adalah waktu yang terus berjalan dan tidak pernah berhenti atau kembali, sehingga manusia dapat saja merugi dalam perjalanan waktu tersebut. Bahasa wahyunya, "Semua manusia merugi, illa (kecuali) orang yang beriman dan beramal shaleh, yaitu orang-orang yang selalu berkumpul bertukar pikiran, berbagi informasi wahyu, dan saling menasehati di dalam masalah kesabaran".
Pandangan Para Cendikiawan Muslim
Setiap generasi memiliki batas waktu (akhir zaman;eskatologi) kehidupannya. Misalnya para ulama menyatakan bahwa umur suksesi suatu generasi 25 sampai 35 tahun. Ibnu Khaldun, sosiolog muslim ternama mengatakan, umur sebuah Negara itu sama dengan umur seorang manusia, yaitu umumnya seratus dua puluh tahun, yang dibagi kedalam tiga generasi dimana masing-masing generasi berumur 40 tahun.
Syaikh Muhammad Al-Ghazali berpendapat bahwa umur satu masa adalah 23 tahun. Alquran sendiri memberikan banyak informasi seputar berapa lama umur sebuah generasi, mulai dari empat puluh tahun, seratus tahun, tujuh ratus tahun, hingga seribu tahun.
Hukum Ajal Kehidupan
Hukum kehidupan menegaskan, bahwa segala sesuatu memiliki ajal (batas waktu,akhir zaman;eskatologi) tertentu tak dapat ditunda atau mendahului masa yang ditetapkan atasnya. Hukum ajal ini seringkali hanya disandarkan kepada ajal manusia saja, tanpa pernah menyadari bahwa hukum ajal pun berlaku bagi setiap bangsa atau peradaban. Logikanya, jika sesorang pernah lahir, maka diapun harus menghadapi ajal kematiannya. Sama halnya dengan ummat (bangsa) atau peradaban, dia pernah lahir pada hari jadinya (hari proklamasi), maka suatu saat ajal kehancurannya pun akan tiba. Tak ada kekuasaan bangsa dan peradaban yang abadi.
Mengenai hukum ajal (akhir zaman;eskatologi) suatu ummat bangsa maupun peradaban ini Allah menggariskannya dalam surat (Al-Aa'raf (7) ayat 34) :
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu]; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.
Demikian pula ditegaskan pada surat Al-Ankabut (29) ayat (53) berikut ini:
Dan mereka meminta kepadamu supaya segera diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapka], benar-benar telah datang azab kepada mereka, dan azab itu benar-benar akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadarinya.
Bila kita melihat ke sekeliling untuk mengetahui kondisi dunia (dalam berbagai segi kehidupan), kita akan menarik kesimpulan yang jelas dan sejalan dengan ramalan-ramalan kitab suci akan eskatologi. Situasi dunia secara umum menyerupai situasi zaman dalam kisah-kisah nabi tentang hari-hari terakhir sebelum datangnya zaman baru. Karenanya, dalam persepektif sunnatullah (tradisi Tuhan), tampak jelas bahwa sesungguhnya Allah sedang mempersiapkan penciptaan tatanan dunia baru yang lebih baik bagi mereka yang setia (iman) kepadaNya. Dalam setiap situasi seperti inilah doktrin akan datangnya sang Mesias atau Imam Mahdi akan menjadi tema teologis yang sering dikedapankan.
Jika Taurat, Injil dan Alquran memberitakan sebuah isyarat yang sama terkait cerita akhir zaman (Eskatologi) maka untuk apa ketiga agama besar ini, (Yahudi, Kristen dan Islam) mempertengkarkan sesuatu yang sifatnya masih abstrak, toh yang dinanti akan tiba meskipun dalam bentuk yang berbeda yakni akhir zaman yang lama, untuk menyonsong kedatangan zaman baru (pencerahan).
Akhirnya, bila kita membaca dan mencerdasi beberapa tanda-tanda zaman yang dinubuatkan dalam kitab suci dan dikaitkan dengan kondisi dunia saat ini yang dilanda krisis global dan diperparah dengan wabah Corona serta melihatnya dari frame sunnatullah, Â semakin menambah keyakinan akan datangnya zaman baru.
Maka kiranya tidaklah berlebihan, jika secara spiritual, penulis "mewartakan" kembali tentang pekabaran injil yakni kabar gembira tentang sudah dekatnya kedatangan Kerajaan Allah kembali. Atau meminjam bahasa Alquran, "iqtarabati as-sa ah" saat atau hari datangnya "Hari Pembalasan" sudah dekat. Suksesi kekuasaan peradaban dunia sudah dekat. Bilakah datangnya? Hanya Allah Bapa saja yang tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H