Mohon tunggu...
Bayu Haritsah
Bayu Haritsah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK, OTT, dan Korupsi

27 Januari 2017   15:47 Diperbarui: 27 Januari 2017   17:44 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kasus mantan ketua DPD Irman Gusman, Sutanto sebagai penyuap adalah tahanan kota padang, maka sewaktu ia keluar kota bahkan keluar propinsi harusnya dicegah. Tetapi ini adalah penjebakan sehingga Sutanto begitu mudah keluar dan naik pesawat ke jakarta lalu pada tengah malam menyuap Irman. Sehingga dengan mudah KPK menangkap Irman.

Dalam textbook hukum kuno, sebenarnya tangkap tangan adalah tindakan yang tidak direncanakan dan biasanya dilakukan oleh masyarakat dan bukan aparat. Tangkap tangan dilakukan kepada seseorang yang tiba-tiba ditemukan melakukan tindakan pidana dengan seluruh alat bukti yang diperlukan.

Sementara itu, OTT yang dilakukan KPK adalah tindakan yang telah dipantau lama dan lalu  di ujung biasanya dilakukan dengan mengatur tindakan itu dengan pelaku. Dalam banyak kasus suap bahkan penyuap ditangkap duluan seperti suap Bupati Bogor Rahmat Yasin dan seorang hakim oleh Probosutedjo.

Maka, dalam kasus OTT yang menjadi sasaran bisa diatur dan dipilih. Dalam hal ini. Jalan efektif untuk menunjukkan prestasi pencitraan pemberantasan korupsi. Tetapi yang lebih berbahaya adalah karena OTT dipakai untuk mengalihkan isu dan mengganti arah perhatian publik.

Sebagai contoh, kasus yang menimpa Ahok, Aguan, Sunny Tanuwijaya, dlll masih banyak lagi tetapi ini lebih segar adalah korupsi besar. Dalam kasus Sumberwaras, Reklamasi, dan Sumbangan kepada @TemanAhok telah ditemukan semua unsur dalam tindak pidana korupsi; pelanggaran UU, memperkaya diri sendiri dan orang lain, merugikan keuangan negara bahkan perekonomian negara. Posisi Aguan dalam kasus ini sama persis dengan status Fahmi (bendahara MUI) dalam kasus Bakamla).

Tetapi, kasus ini tidak diteruskan karena lobby kelompok pemilik modal yang sangat kuat di dalam KPK dan juga karena tidak ada penyadapan dan penjebakan  untuk melakukan OTT. Akhirnya semua ini menyelamatkan agama dan etnis tertentu dan tidak menyelamatkan agama dan etnis lain.

Irman dan Patrialis adalah 2 tokoh Minang santri yang mencapai puncak jabatan sebagai tokoh Minang. Irman sering mengadvokasi kalangan "pribumi" dan Patrialis Akbar sering memakai video dan YouTube untuk meluruskan pemahaman kenegaraan terhadap kelompok yang senang menyerang kelompok Islam karena sikap keagamaannya.

Maka, dua orang ini memiliki musuh yang sama;  yaitu kelompok yang merasa terganggu dengan langkah mereka. Tidak kita sadari, sebagai bangsa KPK telah berperan sangat efektif dalam mengadu domba kelompok-kelompok dalam tubuh bangsa Indonesia dan memang ada kelompok yang berpesta karena mampu menyerang siapa saja yang mereka anggap musuh dengan memakai KPK.

Perhatikan selanjutnya, siapa penyuap Irman dan penyuap Patrialis? Dan peta ini akan terus nampak ke depan.. Maka KPK sebagai alat perjuangan kelompok akan mengorbankan masa depan bangsa ini hanya sebagai pemuas dendam tetapi tidak untuk memberantas korupsi... Tidak untuk menyelamatkan keuangan negara dan juga tidak untuk memperbaiki bangsa ini.....

 

(penulis adalah Dosen hukum dan Filsafat di sebuah perguruan tinggi swasta).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun