Mohon tunggu...
Bayu Biasasaja
Bayu Biasasaja Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bayu Biasasaja

kopi - sigaret - musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Santri Tani

11 Desember 2014   07:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:33 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"tidak," jawaban serentak, dan tertawa semakin menjadi. mbah yayi gelenggeleng. dan tentunya sambil tersenyum.

jauh dari peristiwa itu, jauh dari hari ketika sondermo dan delapan temannya mengaso sehabis makan siang, sondermo merenungkan katakata mbah yayi, santri tani. "apa maksudnya santri tani?" gumam sondermo. benarbenar baru terpikirkan, padahal mbah yayi sering menyebut itu, juga orangorang di sekitaran pesantren. banyak yang mengira karena memang yang diajarkan adalah bertani, tapi sepertinya tidak. "tidak sesederhana itu," sondermo membantah pendapatnya sendiri.

"santri, sraten kanthi sranti. nyrateni kanthi sranti. lha, tani?" sondermo menghisap dalam rokoknya. mikir sekaligus kecewa. kecewa, kenapa dulu ia tak mau lebih lama nyantri ditempat mbah yayi, jadi ia bisa bertanya panjang lebar diselasela mengaso atau saatsaat sebelum tidur, seandainya saja, pasti sore ini ia tak akan berpikir sedemikian keras tentang santri tani. "tidak ada yang mutlak dalam jangkauan manusia," seperti menggugah kesadaran sondermo, wejangan mbah yayi hadir sebagai penengah tanya-jawab sondermo, "itu ditata yang benar. orang tani itu harus pinterpinter noto!" seringkali mbah yayi mengingatkan santrinya kalau sedang tanam atau merawat tanaman.

"bener, " ujar sondermo tibatiba. mbah yayi ini memang ampuh. jenius. terbayang oleh sondermo senyum mbah yayi. wejanganwejangan mbah yayi mulai bisa ia pahami, uthak-atik-gathuk. menyerupai puzzle.

tani itu toto, noto. natani. menata-bisa berarti berulangulang, menata berulangulang atau terus menerus. sesederhana itukah? mungkin. bisa saja.

nyantri sebagai santri tani, kurang lebihnya diamong, dididik, dibimbing sampai waktunya benarbenar tepat untuk ditata. untuk ngaji. mungkin itu sebabnya kami dulu jarang sekali diajar mengaji, mungkin kami belum siap? dan sampai sekarang?! mungkin juga.

dan kenapa harus diajari bertani? mungkin memang disiapkan untuk nanti-pada waktunya, yang benarbenar tepat-gantian menata. tiba waktunya untuk menata.

"sesederhana itukah konsep pesantren mbah yayi yang santrinya tidak pernah banyak itu?" tanya sondermo dalam hati, "tidak! ditata dan akhirnya ganti bisa menata untuk akhirnya melahirkan penatapenata lain, yang juga bisa menata dan melahirkannya kembali, begitu terus berkelanjutan... itu bukan hal yang sederhana. itu proyek jangka panjang yang tidak ada putusputusnya. itu bukan hal sederhana!" sondermo berbantahan dengan dirinya. ya, begitulah asiknya merenung, kita bisa hadir sebagai apapun dalam waktu bersamaan, dua, tiga, empat, atau bahkan seribu wajah diri kita yang berlainan dapat hadir bersamaan. kadang sondermo merasa gila akan hal yang demikian.

santri tani. santri tanpa peci. "hanya saja kita ini berusaha sebisa mungkin tidak nyalahi anggeranggere gusti alloh."

darimana mbah yayi mendapat wahyu gagasan seperti itu? sondermo semakin menyesali keputusannya. menyesali kejengkelannya untuk dididik menjadi petani, menjadi seorang tani. menyesal ketika menggerutu hanya karena diingatkan memberi makan ternaknya. memang di pesantren mbah yayi, santri tidak dipungut biaya apapun. semua santri diajari tani-ternak. masingmasing santri punya tanggungjawab, punya ladang garapan dan punya ternak sendirisendiri. dari situlah santrisantri dihidupi. atau dengan kata lain menghidupi diri sendiri. mandiri. dan mbah yayi selalu bilang, "itu rejeki kalian dari gusti alloh, bukan dari simbah, simbah ini hanya noto, nyuruhnyuruh saja, kadang mengingatkan," dan biasanya tidak hanya sampai di situ, ada lanjutannya, "terserah mau seluas apapun garapan kalian, terserah mau sebanyak apapun ternak kalian, yang pasti jangan sampai membebani kalian. tidak memberatkan kalian. tetapi kalian harus menggarap ladang, tani, dan harus memelihara ternak. ingatingat betul, jangan sampai menelantarkan garapan dan ternak kalian. itu dzolim namanya. atau tidak mau mengambil garapan dan ternak padahal kalian mampu, itu juga dzolim namanya."

dan sondermo jengkel akan hal itu. tani itu tidak ada bagusbagusnya dalam bayangan sondermo waktu itu. tani itu tidak keren. tani itu kampungan. tani itu buruh kasar. tani itu membajak sawah dengan kerbau. lalu, mengapa harus susahsusah belajar tani?! terlebih, tidak ada tivi di rumah mbah yayi dengan begitu sondermo tidak bisa nonton doraemon. sondermo juga ketinggalan cerita saint seiya, kesatria baja hitam, wiro sableng. dan bayangbayang akan semua tontonan itulah yang seringkali membuat sondermo bertambah jengkel. tak ada tontonan, tak ada waktu bermalasan. selalu ada teguran. tani-ternak, tani-ternak... setiap hari, setiap waktu. akhirnya suatu pagi di hari minggu, ketika keinginan nontonnya menggebu, sondermo membulatkan tekatnya, menunaikan keputusannya. keputusan yang kini ia sangat menyesalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun