Mohon tunggu...
Bayu Arif Ramadhan
Bayu Arif Ramadhan Mohon Tunggu... Freelancer - 22 thn, Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menulis sebagai hobi dan pengisi luang waktu

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Romantisme Abadi Liga Italia

5 Februari 2016   01:18 Diperbarui: 5 Februari 2016   01:31 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"I realised I'd been spoiled at Liverpool, we were used to winning 

In Italy I grew up as a person. I didn't enjoy the football,mind.

It was very defensive, but I became a better player because the work I had to do around the box.

Off the pitch, I learned about what to eat and what to drink to be succesful and I learned about life"

                                                                                                                - Ian Rush-

Pernah mendengar pepatah legendaris tentang sepakbola Italia di atas ? Atau mungkin anda mengenali nama seseorang yang membuat pepatah tersebut, yang tercantum tepat di bawah pepatah ? Yup, terutama untuk para Liverpudlian sejati atau biasa disebut scousers (hehe namun saya bukan Liverpudlian) mungkin akan bisa jadi disangsikan keabsahannya sebagai pendukung Red Merseyside tulen jika tak mengenali atau bahkan tak pernah mendengar nama tersebut. Sebab dia adalah striker legendaris Wales plus top skorer sepanjang masa tim rival sekota Everton FC tersebut (346 gol), dan merupakan salah satu ikon sahih Liverpool di Liga Inggris pada masanya bermain bahkan sampai saat ini. Dan pada salah satu kesempatan karirnya, dia memutuskan berpindah ke Juventus yang merupakan tim sepakbola Italia lalu keluarlah pepatah tersebut dari Rush. Yang mungkin adalah bentuk gambaran  rasa frustrasi Rush yang gagal beradaptasi dengan gaya sepakbola Italia dan tim Turin tersebut, hanya mencetak 8 gol dari 29 penampilan selama 2 musim bersama Juventus (1986-1988).

Rush boleh jadi marah dan frustrasi dalam pandangannya akan style sepakbola di Italia jika melihat pepatah tersebut. Namun, bukan berarti Rush menganggap karirnya di Italia sia-sia. Dalam pepatah tersebut, Rush yang sejatinya sudah seorang legenda menganggap Liga Italia telah menempanya menjadi pemain yang lebih baik karena kultur pertahanan tim-tim lawan yang lebih ketat dan tangguh. Selain itu Rush menyebut Liga Italia telah menempanya menjadi pemain yang lebih dewasa dalam berbagai aspek di luar sepakbola. Bahkan, seorang yang telah menjadi legenda seperti Rush menganggap Liga Italia adalah sesuatu yang menempa teknik bermain bola dan hidupnya menjadi lebih baik. Liga Italia adalah adalah guru seorang legenda.

Liga Italia, terutama Serie A kini mungkin telah dilupakan sebagian besar pencinta bola. Menganggap Liga Inggris lebih menantang dan glamor sebab penuh dengan bintang, Liga Spanyol lebih menarik karena dua pemain terbaik dunia bercokol di Real Madrid dan Barcelona. Alasan yang masuk akal, tapi bagi saya liga paling romantis di dunia adalah Italia. Dan bukan pula saya menganggap romantis karena Menara Pisa dan makanan pizza adalah berasal dari Italia hehe.

Sebab saya mengatakan romantis adalah kenangan. Liga Italia atau biasa disebut Serie A/Lega Calcio selalu punya romansa dalam ingatan para pencinta bola medio lama. Para fans (dalam bahasa Italia : tifosi ) yang tentulah kesetiaannya luar biasa. Liga ini telah meracuni pencinta bola Indonesia sejak medio akhir 1980-an sampai pertengahan 2000-an. Jauh sebelum membeludaknya fans klub-klub Inggris dan Spanyol seperti sekarang. Masa - masa ujian bagi fans klub Serie A dan saya ucapkan salut bagi mereka yang tetap setia. Dari masa seringnya liga ini menjadi tayangan televisi nasional Indonesia (kalau tidak salah dulu TVRI pada 90-an dan Indosiar pada 2000-an), sampai sekarang dimana televisi nasional Indonesia enggan membeli hak siar karena, kalah pamor!! Hal yang cukup menyesakkan dan ironis tentunya karena tentu saja saya menganggap faktor romansa ini bukan tanpa alasan dan akan saya beberkan.

  1.     Liga Italia Surga Legenda Berkarisma Luar Biasa

ka mempunyai karisma yang luar biasa sehingga membuat segan fans liga dunia manapun. Menilik masa lebih lawas, ada pula sosok seperti Roberto Baggio, Franco Baresi, Giuseppe Bergomi, Cafu, Silvio Piola, Michel Platini, Marco Van Basten, Dino Zoff, bahkan Giuseppe Meazza yang diabadikan menjadi nama suatu stadion legendaris kota Milan.

     2.     Liga Italia Gudang Manajer Kelas Wahid

Kesuksesan suatu tim tak lepas dari kejeniusan seseorang dibalik layar mereka, yaitu seorang pelatih atau manajer. Dan dalam tradisi yang berlanjut sampai sekarang Liga Italia seolah tak pernah kehabisan sosok untuk ditempa menjadi sosok pelatih jenius. Masa silam sudah membuktikan dengan taktik ampuh 4 bek sejajar Milan ala Arrigo Sacchi. Atau masa trisula maut Roma era Fabio Capello. Ada juga tinta emas Piala Dunia yang ditorehkan Italia yang secara tak diduga secara perkasa menjadi juara Piala Dunia 2006 Jerman. Carlo Ancelotti yang mampu mengantar Real Madrid menghapus kutukan untuk meraih La Decima mereka.

Kini sosok jenius tersebut ada pada sosok dibalik moncernya penampilan Napoli pada diri Maurizio Sarri yang dulu seorang banker, Massimiliano Allegri yang berhasil membalik tekanan publik padanya dan memberi comeback superior pada Juventus, ataupun Antonio Conte yang berhasil mengantar Juventus juara 3 musim berurutan dan kini memikul tanggung jawab di Timnas Italia. Untuk ukuran liga sebaik apapun, percayalah pelatih terbaik datang dari Italia (tanpa merendahkan liga lain). Carlo Ancelotti bersama Real Madrid yang penuh ekspektasi di Spanyol telah menjawab dengan gelar Liga Champions kesepuluh walau tak berakhir bahagia.

     3.    Hebatnya Loyalitas Pemain

Loyalitas pemain adalah sisi luar biasa kontestan Liga Italia. Berbicara soal loyalitas pemain yang masih aktif, Bukan cuma seperti Francesco Totti yang sering disebut, tapi coba tengok kompatriotnya lain yang seolah menemaninya menjadi simbol kesetiaan Roma yaitu Daniele De Rossi. Ada juga simbol lain seperti Gigi Buffon yang setia menjaga kesucian gawang Juventus dari awal karirnya di sepakbola profesional. Selain klub besar, cerita romansa loyalitas juga datang dari kapten Udinese Antonio Di Natale yang setia sampai usia senjanya walau klubnya bukanlah termasuk klub yang sering menikmati papan atas. Kisah kesetiaan yang tulus dari Cristiano Luccarelli yang tetap menemani Parma walau terdegradasi ke Serie D karena bangkrut pun, adalah sisi luar biasa liga yang di masa kini tidak mudah lagi ditemui di liga lainnya. Kisah seperti Luccarelli pernah juga dilakukan oleh Abel Balbo dan Angelo Di Livio bersama Fiorentina, atau oleh DelPiero, Pavel Nedved, David Trezeguet, Mauro Camoranesi, Buffon bersama Juventus. Luar biasa.

    4.    Atmosfer Stadion dan Suporter Fanatik

Liga Italia mempunyai banyak istilah tribun terkenal seperti Curva Sud dan Curva Nord. Basis tribun suporter fanatik yang rela melakukan apa saja bahkan sampai saling tikam atau menyerbu lapangan dan aparat serta menyalakan kembang api. Atmosfer yang mungkin mencekam tentu saja. Namun dukungan mereka sebagai teror untuk tim lawan dalam laga krusial atau derby bisa menjadi bentuk lain romansa liga yang selalu terkenang. Atmosfer laga Milan vs Inter atau Roma vs Lazio pada masa lalu akan membuat mungkin perasaan ngeri atau bisa saja takjub menjadi satu. Salah satu yang paling saya ingat adalah pose kebersamaan Marco Materazzi-Rui Costa dalam suatu laga yang berhenti sejenak karena rusuh saat derby Milan.

    5.    Intrik dalam Sepakbola

Yang membuat sisi lain menarik dalam sepakbola Italia adalah intrik. Banyak keterlibatan mafia, skandal bos klub yang membuat tentu saja liga ini seolah bukan cuma sepakbola. Praktik kotor tidak sedikit terjadi dalam perjalanan tiap musim. Mungkin itu pula yang mendasari Ian Rush berbicara bahwa sepakbola Italia juga telah membentuk mentalnya menjadi lebih tangguh dan dewasa. Karena yang dia temui bukan hanya cara bermain bola, tetapi juga cara hidup di sepakbola Italia. Itu sisi negatif. Dari sisi positif pernah mendengar Diego Maradona dan Dewa Napoli? Pada masa Maradona bermain di Napoli (1984-1991), orang-orang di Naples bahkan membangun ruang ibadah khusus di rumah mereka untuk mendoakan dan memuja Maradona dan mendoakan sukses Napoli. Hasilnya? Maradona yang dianggap sebagai Dewa Napoli dan dipuja-didoakan setiap hari itu sukses besar di Italia. Suatu contoh intrik atau klenik sukses dalam sepakbola Italia, selain contoh lain seperti Roberto Mancini yang suka mengoles anggur dibelakang daun telinganya sebelum pertandingan.

   6.     Seni Catenaccio

Pertahanan rapat yang dikeluhkan Rush dalam pepatahnya pula yang menjadi seni tak terlupa dari sepakbola Italia. Fondasi yang membuat Italia begitu menimbulkan romansa pada masanya dan dikenal sebagai gudang pemain belakang. Seni yang diperkenalkan mantan pelatih Inter, seorang Helenio Herrera. Fungsinya adalah melindungi area penalti dengan integrasi lini belakang dan tengah ditunjang serangan balik. Mengilhami strategi Italia menjadi juara dunia pada 1982 dengan single poacher front seorang Paolo Rossi. Seperti parkir bus, namun lebih sistematis dan semacam mempunyai seni tersendiri. Suatu romansa yang dulu begitu lekat dengan Italia namun perlahan sayangnya mulai luntur dan punah.

  7.      Panggung Pertama Pemain Asia di Eropa Diorbitkan

Menjadi pijakan pertama karir pemain Asia di Eropa diawali oleh Kazuyoshi Miura bersama Genoa (1994) lalu menyusul generasi emas lain seperti Hiroshi Nanami, Shunsuke Nakamura, dan yang paling populer karena karir di Italia bersama AS Roma yaitu Hidetoshi Nakata. Liga Italia bisa dikatakan berjasa mengorbitkan nama pemain-pemain Asia yang akhirnya otomatis di masa itu mengangkat pula level timnas negaranya yaitu Jepang. Dua pemain Indonesia yakni Kurniawan Dwi Julianto dan Kurnia Sandy pernah juga merumput bersama Sampdoria walaupun hanya di level Primavera (1997). Suatu tolok ukur dimana di masa lalu liga ini adalah termasuk ramah untuk keterbukaan pintu karir pemain Asia membuktikan diri mereka. Romantis bukan?

Demikian ulasan saya mengenai romantisme abadi Liga Italia. Walau pamor mereka turun dan banyak fans generasi kini yang tak tahu seluk beluk indahnya cerita romansa ini, tidak masalah karena Liga Italia selalu memiliki saksi. Saksi akan romantisme mereka, yang abadi walau terus dikikis zaman. Hanya satu kata pesan saya, percayalah jika liga ini romantis hehehehe..

 

Sumber ilustrasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun