Ternyata, ambisi menjadi guru terlalu besar, sehingga kurva keseimbangan jauh dari titik ekuivalen, jumlah guru lebih besar ketimbang jumlah murid. Yang akhirnya, guru bukan lagi prioritas pilihan profesi mentereng di masa depan bagi kaum milenial. Terlalu banyak masalah dalam perguruan bangsa Indonesia.
Satu hal yang pantas diingat, menjadi guru bukanlah jalan membuatmu kaya harta. Sebab gaji guru (pns) masih belum mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga dalam sebulan terakhir, terlebih lagi harga bahan pangan terus mendaki tanpa adanya peningkatan gaji seorang guru.
Lantas mengapa kamu (saya) masih bertahan menjadi seorang guru?
Berangkat dari sebuah pertanyaan yang diucapkan oleh John F. Kennedy pada salah satu buku bahan belajar Bahasa Indonesia SMA, jangan tanya apa yang diberikan negara kepadamu, tapi tanyalah apa yang yang kamu berikan kepada negara?Â
Sebuah kalimat pertanyaan, pernyataan, bahkan prinsip dalam menjalankan kehidupan pada suatu negara yang menampar siapa pun untuk turut serta berkontribusi demi kemajuan bangsa secara bersama-sama, gotong royong membangun  bangsa.
Atas dasar itu, seharusnya seorang guru hari ini, bukan mereka yang mengejar harta atas tercapainya status menjadi seorang guru. Melainkan, sebuah pengabdian kepada bangsa dan negara.Â
Hitung-hitung sebuah upaya balas budi kepada seluruh guru yang pernah mendidik kita sewaktu kecil dan bandel di masa lalu. Sebuah langkah penebusan dosa yang kita lakukan kepada guru kita di masa lalu.
Bilamana kita bersama memegang pola pemikiran yang sama, saya yakin, permasalahan guru hari ini, bukanlah masalah yang perlu mendapat repetisi tiap tahun dalam peringatan hari guru nasional. Tidak akan ada demo guru honorer harus diangkat jadi pns secepatnya, tidak ada cerita guru dibayar 6 bulan sekali, bahkan dibayar hanya 200 ribu per bulan.
Tak hanya pola pikir, menjadi seorang guru telah membuat posisi kita, individu menjadi kaya, kaya atas ilmu dan kaya atas amal. Kok bisa?