Adanya anggapan yang sangat keliru dari pemerintahan, yang merepresentasikan masyarakat pedesaan pasti bekerja sebagai petani, kalau bukan petani ya nelayan. Hal ini terlihat jelas dalam formulir pertanyaan kepada masing-masing individu.
Tak cukup dengan jenis pekerjaan, survei ini pun menanyakan asal penggunaan kayu bakar setiap rumah tangga dari mana, hutan ataukah beli. Yang bikin saya mengerutkan jidat, berapa lama waktu dan jauh seorang anggota keluarga untuk mendapatkan akses ke fasilitas pendidikan, kesehatan, dan lokasi pekerjaan.Â
Parahnya, satuan waktu tempuh (jam) dan jarak (km). Jadi harus mengkalkulasi, berapa jam seorang individu pergi ke puskesmas dan berapa biaya yang dikeluarkan serta menggunakan moda transportasi apa?
Saya sadari, kelengkapan sebuah data itu sangat penting. Maka harus memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya bahkan sedetail-detailnya.
Nyatanya, borang ini tidaklah lengkap. Ada satu pertanyaan yang luput dituliskan, yakni konsumsi nutrisi harian guna melihat seberapa sehat rakyat Indonesia. Gak ada pernyataan, apakah keluarga ini menerapkan pola makan empat sehat lima sempurna?
Secara kasar, hal ini membuktikan bahwa pemerintah mencoba menutup mata akan tingginya harga sembako. Andai harga sembako tidak meroket, maka angka kecukupan gizi dapat dipenuhi oleh tiap individu dan berdampak pada tingginya tingkat kesehatan masyarakat.
Cek saja. Harga tempe udah mulai naik kembali. Makanan sejuta umat ini, mengalami perubahan harga beberapa tahun terakhir. Dulu tempe bervolume 525 cm³ saja masih seribu rupiah, kini sudah ada yang membandrol 3000 rupiah. Â
Atau kalau harga gak naik, ukuran tempe diperkecil menjadi lebih tipis, pendek, dan ciut. Tahu pun berulah, lebih mahal. Ukuran 7x5 saja udah lima ratus rupiah. Oh ya, harga tempe di lingkunganmu berapa?
Ini sekadar tempe dan tahu, salah satu lauk pauk yang masuk pola makan empat sehat lima sempurna. Bayangkan yang lain!Â
Ah, jadi ngurusi pertempetahuan. Soalnya enak ya. Gurih gimana gitu, kripik tempe, tahu isi, uh menggoda.
Survei SDGs Desa 2021, lamban dan bertele-tele. Kenapa?