***
Apa yang saya lakukan? Menunggu seleksi masuk PTN tahun mendatang? Tidak. Saya tidak menunggunya. Saya harus melangkah maju. Yang berlalu biarlah berlalu.
Saya mendaftar di PTN yang berpusat di Tangerang, tapi punya cabang di Jember. Jujur saja, PTN ini bukan PTN yang saya kenal baik. Saya mendapatkan info tersebut dari seorang guru matematika yang menempuh pendidikan magister di sana sehari setelah  pengumuman hasil SBMPTN yang mengecewakan
Sungguh tak pernah terbayangkan saya mendaftar di PTN yang tak dikenal masyarakat luas. Tapi akhirnya diterima. Daftarnya pun satu hari sebelum penutupan pendaftaran mahasiswa baru. Bondo nekat lan niat.Â
Apakah saya berhenti mengejar masuk sekolah kedinasan? Tidak, saya masih lanjut. Mungkin karena terkontrak otomatis, sehingga saya sangat memberatkan pilihan melaju di sekolah kedinasan.
Tahun berikutnya, saya mendaftar lagi di sekolah kedinasan yang sama dan hasilnya lumayan membaik di angka 375. Â Namun ternyata belum membawa saya pada keberhasilan.
Saat saya sudah menjalani masa pembelajaran sebagai mahasiswa di Tangerang. Karena masih belum puas kali karena belum dapat menaklukkan sekolah kedinasan. Tahun berikutnya, saya ikut untuk ketiga kalinya. Berharap semoga lolos, sebab kalau sudah yang ketiga kali, pasti lolos. Nyatanya, sama saja. Gagal maleh. Habis sudah kesempatan saya mendaftar untuk keempat kalinya.Â
Sudah semakin tua, hampir dua puluh satu tahun. Dan September tahun mendatang, saya terhitung angka dua puluh dua, jelas auto gagal ikut seleksi sekolah kedinasan di mana pun.
Jadi, akhirnya tetap stay di PTN yang sedang saya tekuni. Meski model perkuliahannya tidak seperti umumnya, berbeda tiga ratus enam puluh derajat. Jarak jauh dan terbuka. Pasti kalian sudah mampu menebaknya.Â
***
Saya gagal lima kali masuk PTN maupun sekolah kedinasan. Empat PTN menolak saya terang-terangan. Tiga kali tes sekolah kedinasan, tiga tahun berturut-turut, gagal. Empat tahun berjuang untuk lolos. Namun tetap gagal.