Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kode Etik ASN Four Point Zero Masihkah Jadul? Inilah Enam Masalah Etika ASN

4 Maret 2021   19:40 Diperbarui: 4 Maret 2021   20:03 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelayanan publik yang diberikan para administrator pemerintah harus mengedepankan kode etik asn (foto dari mediacenter.slemankab.go.id)

Kode etik penyelenggara negara sejatinya adalah rambu-rambu mengenai tindakan sekaligus perilaku yang ditunjukkan oleh penyelenggara negara kepada masyarakat atau publik. Yang mana harus bersesuaian dengan peraturan perundang-undangan maupun Undang-undang Dasar 1945.

Namun nyatanya dalam praktik penyelenggaraan negara atau penyelenggaraan pemerintahan, para penyelenggara negara atau aparatur sipil negara sekaligus administrator pemerintah kurang mengindahkan kode etik penyelenggara negara. Yang mana akan mengakibatkan berbagai macam persoalan bahkan ketimpangan yang terjadi antara pemerintahan dengan masyarakat. Alhasil akan menyebabkan suatu ketidakadilan, kekecewaan, keburukan perilaku pemerintah, dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pemerintahan.

Para penyelenggara negara banyak melakukan pelanggaran terhadap kode etik penyelenggara negara, sehingga perilaku yang ditunjukkan tidak etis atau tidak bersesuaian. Perlu diingat bahwasanya dirinya adalah seorang administrator pemerintah. Seorang yang merupakan abdi masyarakat, yang mengayomi masyarakat, yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan yang menjadi mesin percepatan masyarakat untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Seorang administrator pemerintah wajib memiliki sikap mental dan perilaku yang mencerminkan keunggulan watak, keluhuran budi, dan berbagai asas etis yang bersumber pada kebajikan moral, khususnya keadilan. Oleh karena itu, setiap administrasi pemerintah wajib memahami asas-asas etis yang bersumber pada berbagai kebajikan moral, antara lain asas pertanggungjawaban, pengabdian, kesetiaan, kepekaan, persamaan, dan kepantasan.

  • Asas pertanggungjawaban adalah suatu asas etis dalam administrasi pemerintah, yang mengharuskan setiap petugas memiliki hasrat untuk merasa memikul kewajiban penuh dan ikatan kuat dalam pelaksanaan semua tugas pekerjaan secara memuaskan.
  • Asas pengabdian adalah suatu hasrat keras setiap petugas administrasi pemerintah untuk menjalankan semua tugas pekerjaan dengan seluruh tenaga, fisik, pikiran, semangat kegairahan, dan perhatian tanpa pamrih apa-apa yang bersifat pribadi.
  • Asas kesetiaan yakni suatu kesadaran setiap petugas administrasi pemerintahan untuk setulusnya patuh kepada tujuan bangsa, konstitusi negara, peraturan perundang-undangan, badan instansi, tugas jabatan maupun pihak atasan demi tercapainya cita-cita bersama yang ditetapkan.
  • Asas kepekaan adalah suatu asas etis dalam administrasi pemerintahan, yang mengharuskan setiap petugas memiliki kemauan dan kemampuan untuk memperhatikan serta siaga terhadap berbagai perkembangan yang baru, situasi yang berubah, dan kebutuhan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu, dengan disertai usaha untuk menanggapi secara baik-baiknya.
  • Asas persamaan yang merupakan salah satu pokok asas etis bagi para administrator pemerintah, yang bertujuan mengabdi kepada seluruh rakyat dan melayani kepentingan umum dengan berperilaku adil yang diwujudkan dengan memberikan perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan atau pilih kasih kepada semua pihak. Jadi, persamaan dalam perlakuan pelayanan dan pengabdian harus diberikan oleh setiap administrator kepada publik tanpa memandang hubungan kerabat, ikatan politik, asal keturunan, dan kedudukan sosial.
  • Asas kepantasan dalam suatu asas etis administrasi pemerintah, yang mengharuskan setiap petugas untuk memperhatikan persoalan dan kebutuhan dalam masyarakat yang sangat beragam, sehingga memerlukan perbedaan perlakuan asalkan berdasarkan pertimbangan yang adil atau alasan yang benar.

Berikut adalah beberapa masalah etika para administrator pemerintah yang sering saya temui di lapangan, antara lain:

a. disiplin waktu. Sering para pegawai pemerintahan datang terlambat dan mereka santai-santai saja, seakan tidak ada tanggung jawab yang mereka pikul. 

Padahal di kursi tunggu pelayanan sudah berjajar para warga meminta haknya untuk dilayani dalam pelayanan publik. Masalah disiplin waktu ini, sangat merata di setiap daerah dan tragisnya tak ada sanksi yang berarti bagi para pelanggar. Alhasil masyarakat yang mengantri pelayanan cukup lama dan membuang waktu saja.

b. pelayanan berbelit-belit. Masalah ini sebenarnya sudah sejak lama tumbuh dan berkembang. Namun, tak pernah ada usaha mencabut tabiat buruk ini, malah semakin dipelihara dan disayang-sayang. 

Hal ini akibat dari perilaku administrator pemerintah yang mengentengkan tupoksi dan menyepelekan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pelayanan pemerintah sengaja dipersulit dan diperlambat. Entah karena tujuan mendapatkan keuntungan sepihak atau hanya memang dasarnya malas. Sungguh tidak diperkenankan dalam etika pelayanan para administrator pemerintah.

c. melakukan rekrutmen pegawai pemerintah berdasarkan subjektifitas. Bagi lembaga pemerintah yang hanya butuh beberapa pegawai baru dan cukup mendesak, malah merekrut pegawai baru tanpa melakukan proses seleksi ketat, layaknya CPNS. Hal ini mungkin karena urgensi jabatan yang mesti diisi yang tak boleh dirangkap oleh pegawai lain (PLT). Alhasil perilaku ini mengarah kepada nepotisme. Ambil enteng. 

d. keadilan pelayanan. Banyak kejadian di lapangan, bahwa administrator pemerintah lebih mendahulukan orang-orang penting bahkan keluarganya sendiri daripada masyarakat yang telah lama mengantri. 

Etika seperti ini sangat tidak baik bagi keberlangsungan pemerintahan, sebab pelayanan harus melayani seseorang dengan adil tanpa pandang bulu. Entah seorang presiden atau seorang pemulung, harus mendahulukan mereka yang telah datang terlebih dahulu.

e. waktu penyelesaian layanan yang lamban. Proses pelayanan saja sudah cukup lama, selama mengantri kadang ditikung oleh orang penting yang juga menginginkan pelayanan. 

Masalah berikutnya adalah penyelesaian pelayanan yang lambat, administrator pemerintah tidak menjalankan tugas dengan benar, sebab masih bermalas-malasan sehingga dokumen yang seharusnya selesai malah diundur hingga cukup lama. Inilah yang membuat waktu pelayanan cukup lama.

f. biaya pelayanan yang tak pasti bahkan ada praktik pungli. Pelayanan publik adalah pelayanan gratis bagi siapapun, warga masyarakat Indonesia. Meski masih ada beberapa jenis layanan yang mengharuskan adanya biaya pelayanan untuk menebus jasa layanan tersebut. Pada praktiknya, kadang administrasi pemerintah menetapkan biaya layanan padahal jelas tidak ada dalam peraturan.

Beberapa tindakan atau perbuatan yang menjadikan para penyelenggara negara melakukan suatu penyimpangan terhadap kode etik yang telah ditetapkan, antara lain ketidakjujuran, perilaku yang buruk, mengabaikan hukum, favoritisme dalam menafsirkan hukum, perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, inefisiensi bruto, menutupi kesalahan, dan gagal menunjukkan inisiatif.

Menurut Nigro dan Nigro, terdapat delapan bentuk penyimpangan atau perbuatan tidak etis yang sering dilakukan oleh para penyelenggara negara, yang mengakibatkan tidak profesionalnya para aparatur pemerintah. Delapan bentuk penyimpangan yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Ketidakjujuran adalah tindakan yang tidak jujur atau tidak berbuat atau berkata sesuai kenyataan bahkan menyembunyikan kebenaran atau kesalahan. Penyelenggara pemerintah atau aparatur sipil negara harus memiliki sikap jujur, sebab bila tidak jujur akan menimbulkan masalah di kemudian hari dan menghambat atau membuat kekacauan pemerintahan. Sebagai contoh dana insentif RT pada sensus penduduk 2020 yang sebenarnya adalah 125000 dipotong pajak 7500, pada kenyataannya seorang RT hanya memperoleh 60000 saja. Artinya penyelenggara pemerintah tidak jujur dalam memberikan insentif kepada RT. (Percontohan di Lumjang)
  2. Perilaku yang buruk. Banyak penyelenggara negara berperilaku buruk atau tidak etis. Namun, kadang tidak dapat dituntut secara hukum atau tidak bermasalah secara aturan. Contoh petugas pelayanan merokok sambil melayani masyarakat. Proses nepotisme atau titip sanak keluarga dalam organisasi pemerintahan, jelas bukan melakukan suap atau tidak ada bukti tertulis lainnya.
  3. Mengabaikan hukum. Para penyelenggara negara sangat sering mengabaikan hukum. Yang terjadi di masyarakat adalah fasilitas aparatur sipil negara dipergunakan oleh keluarga aparatur sipil negara tersebut. Hal ini jelas mengabaikan hukum sekaligus melanggar hukum. Fasilitas negara tidak diperkenankan di gunakan untuk kepentingan pribadi.
  4. Favoritisme menafsirkan hukum. Penyelenggara negara dalam menggunakan wewenangnya kadang hanya mementingkan golongan atau dirinya sendiri, ketimbang kepentingan masyarakat. Artinya seolah-olah mementingkan masyarakat, namun ternyata berpihak kepada orang lain atau dirinya sendiri.
  5. Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai. Kadang dalam pola pemerintahan terjadi ketidakadilan para pemimpin dengan bawahan. Yang mana hal ini diakibatkan oleh emosional atau keberpihakan, sehingga penilaian objektif tidak diprioritaskan dan malah melihat secara subjektif.
  6. Inefisiensi bruto. Upaya ini dilakukan dengan mencari celah dalam peraturan untuk melakukan pemborosan anggaran atau meraup keuntungan sendiri atau golongan.
  7. Menutupi kesalahan. Pimpinan atau pegawai negeri kadang menutupi kesalahan sendiri atau kesalahan bawahannya atau melarang pers meliput kesalahannya atau instansinya.
  8. Gagal menunjukkan inisiatif. Banyak kejadian para penyelenggara negara lebih baik diam daripada menyuarakan inisiatifnya. Mereka lebih suka menunggu ketimbang melakukan aksi penyelamatan. Alhasil, permasalahan masyarakat jarang terselesaikan akibat gagalnya menunjukkan inisiatif dari para penyelenggara negara.

Perilaku tersebut adalah salah satu contoh perilaku atau tindakan aparatur pemerintah yang tidak profesional dalam menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab jabatannya. Alhasil, atas perilaku yang ditunjukkan tersebut mengakibatkan terhambatnya proses pencapaian tujuan pemerintah, sehingga banyak persoalan-persoalan tentang masyarakat yang tidak terpecahkan dan pemerintah gagal mencapai tujuan negara.

Penyimpangan atau perbuatan tidak etis yang ditunjukkan oleh para penyelenggara negara yang bertentangan dengan kode etik penyelenggara negara, sejatinya merupakan perilaku yang tidak patut diteladani maupun dilestarikan dalam kehidupan menjalankan roda pemerintahan. 

Hal ini mengakibatkan terhambatnya proses pencapaian tujuan pemerintah, sekaligus merugikan kehidupan masyarakat, karena perilaku atau tindakan yang ditunjukkan dalam pemerintahan, seperti pemberian pelayanan publik, rumusan kebijakan publik maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat akan cacat atau tidak bersesuaian dengan konstitusi maupun peraturan perundang-undangan. 

Upaya tersebut jelas merugikan masyarakat secara psikososial maupun material. Hal ini dikarenakan asas-asas dalam penyelenggaraan negara tidak dijalankan sebagaimana mestinya, sehingga akan menciptakan suatu pola penyimpangan dan perbuatan tidak etis yang ditunjukkan oleh administrator pemerintah atau penyelenggara negara.

Apakah dengan hadirnya teknologi mampu menekan hal tersebut? Penyimpangan kode etik ASN?

Ternyata belum efektif. Malah menjadi ladang penyalahgunaan kewenangan yang terstruktur, rapi, dan terintegrasi. Ambil contoh, kasus mafia tanah yang beberapa pekan lalu sempat mengguncang publik.

Bagaimana tidak. Tanah yang kita tinggali tiba-tiba beralih kepemilikan dalam sedetik. Modusnya lebih canggih. Sertifikat tanah palsu tapi tercantum dalam database BPN. Yang kita miliki, sertifikat tanah, menjadi palsu sepalsu-palsunya. Gak ada dalam database BPN.

Tapi ini bukan salah teknologi. Sekali lagi salah para penyelenggara pemerintah. Mereka yang menggunakan, mengoperasikan, dan memainkan teknologi yang bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Kesalahan yang disengaja. Oleh karena itu, para penyelenggara negara harus menjiwai berbagai kode etik penyelenggaraan pemerintahan dalam kehidupan sehari-hari, lebih-lebih dalam tata kelola kepemerintahan.

Jadi, teknologi sejatinya membawa kebermanfaatan bagi kehidupan manusia. Namun, penggunaan yang salah dapat mencelakai kehidupan masyarakat.

Referensi, Buku Etika Administrasi Pemerintahan karya The Liang Gie, Djohermansyah Djohan, dan Milwan.

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun