Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kode Etik ASN Four Point Zero Masihkah Jadul? Inilah Enam Masalah Etika ASN

4 Maret 2021   19:40 Diperbarui: 4 Maret 2021   20:03 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelayanan publik yang diberikan para administrator pemerintah harus mengedepankan kode etik asn (foto dari mediacenter.slemankab.go.id)

Etika seperti ini sangat tidak baik bagi keberlangsungan pemerintahan, sebab pelayanan harus melayani seseorang dengan adil tanpa pandang bulu. Entah seorang presiden atau seorang pemulung, harus mendahulukan mereka yang telah datang terlebih dahulu.

e. waktu penyelesaian layanan yang lamban. Proses pelayanan saja sudah cukup lama, selama mengantri kadang ditikung oleh orang penting yang juga menginginkan pelayanan. 

Masalah berikutnya adalah penyelesaian pelayanan yang lambat, administrator pemerintah tidak menjalankan tugas dengan benar, sebab masih bermalas-malasan sehingga dokumen yang seharusnya selesai malah diundur hingga cukup lama. Inilah yang membuat waktu pelayanan cukup lama.

f. biaya pelayanan yang tak pasti bahkan ada praktik pungli. Pelayanan publik adalah pelayanan gratis bagi siapapun, warga masyarakat Indonesia. Meski masih ada beberapa jenis layanan yang mengharuskan adanya biaya pelayanan untuk menebus jasa layanan tersebut. Pada praktiknya, kadang administrasi pemerintah menetapkan biaya layanan padahal jelas tidak ada dalam peraturan.

Beberapa tindakan atau perbuatan yang menjadikan para penyelenggara negara melakukan suatu penyimpangan terhadap kode etik yang telah ditetapkan, antara lain ketidakjujuran, perilaku yang buruk, mengabaikan hukum, favoritisme dalam menafsirkan hukum, perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, inefisiensi bruto, menutupi kesalahan, dan gagal menunjukkan inisiatif.

Menurut Nigro dan Nigro, terdapat delapan bentuk penyimpangan atau perbuatan tidak etis yang sering dilakukan oleh para penyelenggara negara, yang mengakibatkan tidak profesionalnya para aparatur pemerintah. Delapan bentuk penyimpangan yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Ketidakjujuran adalah tindakan yang tidak jujur atau tidak berbuat atau berkata sesuai kenyataan bahkan menyembunyikan kebenaran atau kesalahan. Penyelenggara pemerintah atau aparatur sipil negara harus memiliki sikap jujur, sebab bila tidak jujur akan menimbulkan masalah di kemudian hari dan menghambat atau membuat kekacauan pemerintahan. Sebagai contoh dana insentif RT pada sensus penduduk 2020 yang sebenarnya adalah 125000 dipotong pajak 7500, pada kenyataannya seorang RT hanya memperoleh 60000 saja. Artinya penyelenggara pemerintah tidak jujur dalam memberikan insentif kepada RT. (Percontohan di Lumjang)
  2. Perilaku yang buruk. Banyak penyelenggara negara berperilaku buruk atau tidak etis. Namun, kadang tidak dapat dituntut secara hukum atau tidak bermasalah secara aturan. Contoh petugas pelayanan merokok sambil melayani masyarakat. Proses nepotisme atau titip sanak keluarga dalam organisasi pemerintahan, jelas bukan melakukan suap atau tidak ada bukti tertulis lainnya.
  3. Mengabaikan hukum. Para penyelenggara negara sangat sering mengabaikan hukum. Yang terjadi di masyarakat adalah fasilitas aparatur sipil negara dipergunakan oleh keluarga aparatur sipil negara tersebut. Hal ini jelas mengabaikan hukum sekaligus melanggar hukum. Fasilitas negara tidak diperkenankan di gunakan untuk kepentingan pribadi.
  4. Favoritisme menafsirkan hukum. Penyelenggara negara dalam menggunakan wewenangnya kadang hanya mementingkan golongan atau dirinya sendiri, ketimbang kepentingan masyarakat. Artinya seolah-olah mementingkan masyarakat, namun ternyata berpihak kepada orang lain atau dirinya sendiri.
  5. Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai. Kadang dalam pola pemerintahan terjadi ketidakadilan para pemimpin dengan bawahan. Yang mana hal ini diakibatkan oleh emosional atau keberpihakan, sehingga penilaian objektif tidak diprioritaskan dan malah melihat secara subjektif.
  6. Inefisiensi bruto. Upaya ini dilakukan dengan mencari celah dalam peraturan untuk melakukan pemborosan anggaran atau meraup keuntungan sendiri atau golongan.
  7. Menutupi kesalahan. Pimpinan atau pegawai negeri kadang menutupi kesalahan sendiri atau kesalahan bawahannya atau melarang pers meliput kesalahannya atau instansinya.
  8. Gagal menunjukkan inisiatif. Banyak kejadian para penyelenggara negara lebih baik diam daripada menyuarakan inisiatifnya. Mereka lebih suka menunggu ketimbang melakukan aksi penyelamatan. Alhasil, permasalahan masyarakat jarang terselesaikan akibat gagalnya menunjukkan inisiatif dari para penyelenggara negara.

Perilaku tersebut adalah salah satu contoh perilaku atau tindakan aparatur pemerintah yang tidak profesional dalam menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab jabatannya. Alhasil, atas perilaku yang ditunjukkan tersebut mengakibatkan terhambatnya proses pencapaian tujuan pemerintah, sehingga banyak persoalan-persoalan tentang masyarakat yang tidak terpecahkan dan pemerintah gagal mencapai tujuan negara.

Penyimpangan atau perbuatan tidak etis yang ditunjukkan oleh para penyelenggara negara yang bertentangan dengan kode etik penyelenggara negara, sejatinya merupakan perilaku yang tidak patut diteladani maupun dilestarikan dalam kehidupan menjalankan roda pemerintahan. 

Hal ini mengakibatkan terhambatnya proses pencapaian tujuan pemerintah, sekaligus merugikan kehidupan masyarakat, karena perilaku atau tindakan yang ditunjukkan dalam pemerintahan, seperti pemberian pelayanan publik, rumusan kebijakan publik maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat akan cacat atau tidak bersesuaian dengan konstitusi maupun peraturan perundang-undangan. 

Upaya tersebut jelas merugikan masyarakat secara psikososial maupun material. Hal ini dikarenakan asas-asas dalam penyelenggaraan negara tidak dijalankan sebagaimana mestinya, sehingga akan menciptakan suatu pola penyimpangan dan perbuatan tidak etis yang ditunjukkan oleh administrator pemerintah atau penyelenggara negara.

Apakah dengan hadirnya teknologi mampu menekan hal tersebut? Penyimpangan kode etik ASN?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun