Ternyata belum efektif. Malah menjadi ladang penyalahgunaan kewenangan yang terstruktur, rapi, dan terintegrasi. Ambil contoh, kasus mafia tanah yang beberapa pekan lalu sempat mengguncang publik.
Bagaimana tidak. Tanah yang kita tinggali tiba-tiba beralih kepemilikan dalam sedetik. Modusnya lebih canggih. Sertifikat tanah palsu tapi tercantum dalam database BPN. Yang kita miliki, sertifikat tanah, menjadi palsu sepalsu-palsunya. Gak ada dalam database BPN.
Tapi ini bukan salah teknologi. Sekali lagi salah para penyelenggara pemerintah. Mereka yang menggunakan, mengoperasikan, dan memainkan teknologi yang bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Kesalahan yang disengaja. Oleh karena itu, para penyelenggara negara harus menjiwai berbagai kode etik penyelenggaraan pemerintahan dalam kehidupan sehari-hari, lebih-lebih dalam tata kelola kepemerintahan.
Jadi, teknologi sejatinya membawa kebermanfaatan bagi kehidupan manusia. Namun, penggunaan yang salah dapat mencelakai kehidupan masyarakat.
Referensi, Buku Etika Administrasi Pemerintahan karya The Liang Gie, Djohermansyah Djohan, dan Milwan.
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H