Suatu ketika, seorang anak enggan bermain sepeda. Biasanya setiap pagi ia berkeliling kompleks dengan mengayuh sepeda. Mungkin dia bosan, lelah atau sakit. Nyatanya dia tidak sakit. Mengapa hal ini bisa terjadi?Â
Coba ingatlah sejenak, apa yang terjadi di antara anak kita dengan sepedanya, apakah terjadi insiden atau tidak. Jika tidak, berarti anak kita memang sedang lelah atau bosan sehingga memilih aktivitas lainnya, misalnya menanam bunga, memberi makan hewan piaraan bahkan hanya menonton televisi. Apabila benar terjadi insiden atau kecelakaan, maka anak kita sedang mengalami trauma.
Ketika anak mengalami trauma, entah karena terjatuh bersepeda yang mengakibatkan anak enggan melakukan aktivitas serupa. Mendengar keributan orangtua di rumah, sering dimarahi oleh orangtua hingga menciptakan ketakutan berlebih. Hal tersebut perlu diwaspadai, bahwa mental atau psikis anak mulai terganggu.Â
Untuk itu memang sangat penting bagi orangtua, meluangkan waktu untuk anak agar mendapat asupan kasih sayang optimal. Bila hal ini jarang dilakukan. Jangan salahkan anak bila terjadi penyimpangan dari perilaku anak, baik terhadap orangtua maupun orang lain.Â
Lantas bagaimana cara orangtua dalam mengatasi masalah anak yang memiliki trauma di masa lalu?
Pertama, anak jangan diperlakukan kasar
Terkadang orangtua mendidik anak dengan cara kasar. Sering membentak, memerintah paksa, memukul bila melakukan kesalahan, dan menghukum anak di luar kemampuannya.
Oleh karena itu, berperilaku kasar kepada anak sangat tidak disarankan, apalagi yang berlebihan. Artinya keseringan perilaku kasar yang dilakukan terhadap anak akan menciptakan suatu sikap traumatis.