Mohon tunggu...
Bay Bayu Firmansyah
Bay Bayu Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Suka Ngomong Lewat Mulut dan Tulisan

Seorang mahasiswa magister Komunikasi yang gemar membaca buku dan menonton anime di waktu senggang. Menulis sebagai ajang pelampiasan atas keresahan yang dialami sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Lima Tangga Kebutuhan, Seni Menjalani Hidup dengan Elegan

1 September 2024   17:00 Diperbarui: 2 September 2024   14:05 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pertemanan Dua Orang | Unsplash.com

Penelitian dari Canalys di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pengguna gawai dengan merek iPhone semakin meningkat di kalangan muda Gen Z. Anak muda US termasuk ke dalam 34% pengguna iPhone, angka yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pengguna android Samsung yang hanya 10%. 

Sebuah fakta mengejutkan turut menyertai data di atas. Sebagian anak muda mengalami tekanan sosial dan ketakutan akan dikucilkan dari lingkungan pertemanan apabila ia tidak turut menjadi pengguna iPhone. Hal itu menunjukkan bahwa merek gawai yang digunakan kini bisa mengancam keharmonisan hubungan pertemanan.

Memang, sudah sejak lama bahwa ponsel lebih dari sekadar alat komunikasi, tetapi juga menjadi gengsi dan prestise bagi penggunanya. Kini kenyataan itu hanya semakin kentara.

Bila kita bawa ke dalam konteks warga Indonesia, memang belum ada penelitian serupa yang bisa dijadikan acuan. Tetapi dari beberapa peristiwa sebelumnya dapat terlihat jelas bahwa kecenderungan masyarakat untuk memiliki produk iPhone semakin meningkat. Di antara mereka ada yang berupaya untuk memiliki iPhone melalui tindakan kriminal, seperti yang pernah dilaporkan Kompas di Semarang dan Bekasi.

Hasrat untuk memiliki produk besutan Apple ini bahkan menciptakan bisnis unik di masyarakat, yaitu bisnis sewa iPhone. Bisnis yang sempat ramai di media sosial pada bulan Ramadan itu ternyata masih eksis hingga sekarang, terutama di kalangan anak muda Gen Z.

Teori Motivasi Abraham Maslow

Fenomena maraknya anak muda yang berhasrat untuk memiliki iPhone hanya demi gengsi dan terlihat kaya mengingatkan saya pada teori dari Abraham Maslow tentang pentingnya prioritas kebutuhan manusia. Sebuah teori yang mungkin bisa menampar kita untuk sadar diri, dan tidak mengejar sesuatu yang belum mampu kita penuhi. 

Abraham Maslow (psikolog) pertama kali memperkenalkan hierarki kebutuhan dalam paper-nya yang berjudul A Theory of Human Motivation (1943) dilanjutkan dengan bukunya Motivation and Personality.

Hierarki kebutuhan ini menyarankan orang-orang untuk terlebih dahulu memenuhi kebutuhan dasar sebelum mengejar kebutuhan lain di atasnya. 

Terdapat lima tangga kebutuhan yang dicetuskan oleh Maslow, yaitu: Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan, Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki, Kebutuhan Penghargaan, serta Kebutuhan Aktualisasi Diri. 

Piramida Hierarki Kebutuhan | www.simplypsychology.org
Piramida Hierarki Kebutuhan | www.simplypsychology.org

Kebutuhan Fisiologis

Tangga pertama dari hierarki kebutuhan berisi hal-hal vital dan mendasar agar kita dapat survive dalam menghadapi kehidupan. Kebutuhan ini bisa dianggap kebutuhan primer dalam hidup kita.

Beberapa hal tersebut di antaranya:

  • Makan dan minum
  • Tempat bernaung
  • Pakaian
  • Tidur, dsb.

Apabila kita tidak dapat memenuhi kebutuhan di tangga yang pertama ini dengan cukup, hampir dapat dipastikan kita sedang dan masih akan kesulitan menjalani hidup dengan layak. 

Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan

Memasuki tangga kedua, kebutuhan hidup mulai terasa kompleks. Kita mulai menginginkan sesuatu yang lebih dari sekadar merasa kenyang. Kita menginginkan rasa aman dan perlindungan dari kejahatan fisik maupun emosional.

Kebutuhan di tangga kedua mencakup:

  • Keamanan finansial, seperti pendapatan yang stabil dan tabungan
  • Kesehatan dan kebugaran
  • Tinggal atau bekerja di lingkungan yang aman
  • Terlindungi dari kejahatan, pelecehan, dan bully.

Menurut MedicalNewsToday, kebutuhan pada tangga kedua adalah segala sesuatu yang menuntun manusia untuk merasa aman. Ketertiban, prediktabilitas, dan memiliki kontrol dapat berkontribusi terhadap hal ini.

Dalam banyak kasus, kebutuhan kedua ini dapat diakomodasi oleh pihak lain, seperti keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Misalnya, rasa aman dan selamat dapat pemerintah sediakan melalui berbagai instrumen negara seperti lembaga Polri, kepastian hukum, BPJS, dan sebagainya.

Bila kita tidak merasa aman di lingkungan tempat kita tinggal atau kerja, kita tidak mungkin mengarahkan perhatian untuk mencoba memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki

Pada tangga yang ketiga ini, rasa untuk membangun hubungan emosional (misal, mencintai dan dicintai) mendorong perilaku kita memasuki level berikutnya dalam pencarian kebutuhan hidup.

Adapun kebutuhan yang kita inginkan di tangga ketiga dapat berupa:

  • Menjalin Pertemanan/ persahabatan
  • Membangun hubungan romantis
  • Memperkuat hubungan keluarga
  • Menjalani kehidupan sosial yang baik dengan masyarakat
  • Mendapat kepercayaan, penerimaan, afeksi, dan cinta.

Menurut ThoughtCo, sejak masa Maslow, para peneliti senantiasa mengeksplorasi bagaimana kebutuhan cinta dan rasa memiliki memengaruhi kesejahteraan.

Sebagai contoh, memiliki hubungan sosial berkaitan dengan kesehatan fisik yang lebih baik, dan sebaliknya, merasa terisolasi (misalnya, kebutuhan kasih sayang yang tidak terpenuhi) memiliki konsekuensi negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan.

Oleh karena itu, untuk menghindari kesepian, depresi, kecemasan, hingga terkena masalah fisik, penting bagi kita untuk merasa dicintai dan diterima oleh orang lain.

Kebutuhan Penghargaan

Tangga keempat dari hierarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan harga diri, rasa hormat dan penghargaan dari orang lain. Kita selalu ingin diakui setelah mencapai sesuatu.

Misalnya, seorang anak SD ingin mendapat hadiah dari orang tuanya setelah meraih rangking 1 di sekolah. Pada umumnya kebutuhan di tangga keempat ini telah memasuki kebutuhan sekunder, ini adalah kebutuhan yang sifatnya sunah.

Menurut Simplypsychology, Maslow mengklasifikasikan kebutuhan penghargaan ke dalam dua kategori: Pertama, penghargaan untuk diri sendiri (harga diri); dan kedua, keinginan untuk mendapatkan reputasi atau rasa hormat dari orang lain.

Harga diri melibatkan penghargaan positif yang sehat terhadap diri sendiri. Kita dapat meraih harga diri yang baik dengan cara memiliki hal-hal berikut:

  • Harga diri, yaitu ketika kita merasa memiliki nilai
  • Kompetensi, melibatkan keterampilan dan pengetahuan kita
  • Martabat, perasaan layak untuk dihormati
  • Kemandirian, pada konteks ini kita dianggap mandiri ketika dapat melakukan sesuatu tanpa bergantung pada orang lain.

Di sisi yang lain, Penghargaan dari orang lain dapat berupa:

  • Rasa hormat dari teman, rekan kerja, dan atasan
  • Pengakuan atas prestasi yang dicapai
  • Status atau prestise di lingkungan masyarakat/ tempat kerja
  • Ketenaran atau reputasi.

Ketika kebutuhan harga diri kita terpenuhi, kita cenderung merasa percaya diri dan melihat kontribusi serta pencapaian sebagai sesuatu yang berharga dan penting. Namun, ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, kita bisa saja mengembangkan rasa rendah diri, lemah, dan tidak berdaya. 

Kebutuhan Aktualisasi Diri 

Akhirnya kita sampai pada tangga teratas dari hierarki kebutuhan Maslow. Sebuah tangga yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang saja. Hanya ada minoritas orang yang mau bermimpi dan mampu mencapai tangga ini, mereka adalah orang-orang yang sadar diri, peduli dengan pertumbuhan pribadi, tertarik untuk memenuhi potensi diri, dan tentu saja, telah memenuhi semua kebutuhan di tangga sebelumnya.

Perlu digarisbawahi bahwa aktualisasi diri tidak melulu soal faktor ekonomi (kekayaan) sebagai tolok ukurnya, ia bisa menjadi apa saja sesuai dengan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki oleh kita.

Misalnya, kita bermimpi dan berupaya untuk menjadi orang tua yang ideal bagi anak kita, atau seorang seniman yang bermimpi untuk membuat maha karya patung.

Menurut Maslow, orang yang mencapai aktualisasi diri menemukan motivasi dalam pertumbuhan dan kemungkinan-kemungkinan daripada mencoba untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mereka miliki. Mereka melihat hal-hal yang dapat mereka capai, dan mengejarnya sekuat tenaga, terlepas dari apakah hal itu menghasilkan penghargaan eksternal atau tidak.

Karakteristik lain yang menurut Maslow dimiliki oleh orang yang mencapai aktualisasi diri meliputi:

  • Persepsi realitas yang realistis
  • Penerimaan ketidaksempurnaan
  • Fleksibilitas dan spontanitas dalam mengejar tujuan
  • Otonomi dan tanggung jawab
  • Moral yang konsisten dan kuat
  • Penghargaan terhadap kehidupan
  • Kreativitas


Meraih aktualisasi diri tidak berarti kita tidak akan memiliki masalah dan selalu bahagia. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai proses yang berkelanjutan, bukan titik akhir dari sebuah perjalanan.

Maslow mengatakan, "Aktualisasi diri dapat digambarkan secara longgar sebagai penggunaan dan eksploitasi penuh bakat, kemampuan, potensi, dll. Orang-orang seperti itu tampaknya memenuhi diri mereka sendiri dan melakukan yang terbaik yang mampu mereka lakukan. Mereka adalah orang-orang yang telah berkembang atau sedang berkembang hingga mencapai tingkat penuh yang mereka mampu."

Epilog

Mengetahui Teori Motivasi dari Abraham Maslow melalui hierarki kebutuhannya menjadikan kita untuk senantiasa mengukur diri terkait posisi di 'tangga' mana kita berada? Penting untuk memahami bahwa setiap tangga kebutuhan memiliki perbedaan isi bagi setiap orang. 

Ada orang yang menganggap bahwa mobil adalah kebutuhan dasarnya, sehingga ia rela melakukan segala cara untuk membeli mobil meski keadaaan ekonomi mencekik. Ia lupa (atau tidak tahu) bahwa bagi kehidupannya, kebutuhan untuk memiliki mobil berada dalam tangga kedua atau bahkan kelima. 

Dalam konteks pergaulan Gen Z, hierarki kebutuhan di atas dapat digunakan untuk menyeleksi orang-orang yang akan menjadi teman sepergaulan.

Carilah orang-orang yang berada di tangga yang sama sehingga kamu tidak merasa tertekan, apalagi stres, hanya karena tidak memiliki merek ponsel yang sama dengan mereka, seperti yang terjadi di negeri Paman Sam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun