Seseorang calon imam (frater) diosesan akan ditambahkan istilah RD pada namanya setelah ditahbiskan. Nah, kembali pada penjelasan Desy Kartika Sari di atas, imam diosesan tidak  mengikrarkan ketiga kaul tersebut (taat, miskin dan murni). Meski pada hakikatnya mereka juga menghayati. Para imam Diosesan bekerja dalam suatu wilayah keuskupan tertentu di bawah bimbingan uskup. Misalnya imam diosesan Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bogor, Keuskupan Larantuka, dan lain-lain (dikenal juga sebagai imam Projo atau presbyter, yang biasa disingkat dengan Pr.). Jadi imam diosesan mempunyai pembimbing rohani sebagai tempat curhat dan lainnya, atau mempunyai imam atau pastor rekan yang melayani se-Gereja, yang siap membantu dan melayani.
2). Biarawan
Gereja Katolik mengenal biarawan dan biarawati sebagai sekelompok orang yang hidup bersama dalam sebuah komunitas dengan menjalani semangat tertentu. Semua biarawan, juga biarawati menjalani hidup selibat. Jadi jelas di sini bahwa tidak hanya imam. Para Suster, Bruder dan Frater (kaul kekal) - karena biasanya tahapan sebelum menjadi imam adalah Frater dan Diakon, namun ada juga kongregasi atau serikat atau biara Frater Kaul Kekal, mereka tidak ditahbiskan - mereka semua menghayati hidup selibat dengan mengikrarkan ketiga kaul tersebut. Seorang biarawan setelah ditahbiskan akan mendapat gelar RP di depan namanya.
Catatan - istilah RD dan RP belum dikenal luas di Indonesia, bahkan oleh umat Katolik. Mereka hanya menyapa Romo, Pastor atau Pater untuk semua imam tergantung bahasa dan budaya daerah masing-masing.
Nah, pernyataan keras Desy Kartika Sari bahwa "Kalo sedih ga bisa curhat. Kalo sakit, berobat sendiri. Umat bisa bantu, tapi mereka ga boleh minta... Jika menemui kesulitan dan derita, mereka sendirian. Pasrah sepenuhnya..." (meski kadang para imam itu mengatasinya sendiri) sebenarnya kurang tepat, karena biarawan dan biarawati hidup bersama dalam sebuah komunitas. Mereka akan saling menolong dan menguatkan sebagai sama saudara seperjuangan, sebagai keluarga baru mereka.Â
Mereka bahkan memiliki pembimbing rohani atau rektor untuk curhat, mereka memiliki sama saudara sekomunitas yang siap melayani jika sakit (bahkan ada yang namanya kerasulan khusus melayani dan mengunjungi orang sakit). Jadi biarawan tidak pernah sendirian.... Bagi seorang biarawan atau biarawati, yang terutama adalah bahagia menjalani penggilan hidup selibat, tentu dengan dasar bahasa Cinta (Kasih) seperti yang telah dikatakan oleh Desy Kartika Sari.
Baca juga: Apakah Frater (Calon Imam Katolik) Bisa Jatuh Cinta?
Ada begitu banyak ide yang mondar mandir dalam pikiran saya, namun saya merasa cukup. Semoga tulisan yang sangat sederhana ini dapat membantu teman-teman untuk memahami satu sama lain, dan semoga menjadi salah satu sumber informasi yang bermanfaat.
Sepertinya tulisan ini terlalu panjang, mungkin sebagian pembaca berhenti di tengah artikel... tetapi bagi teman-teman yang membaca hingga selesai saya ucapkan banyak terima kasih. (Hehhee )
Bagi teman-teman yang merasa ada yang kurang atau mengganjal, silahkan menghubungi saya. Sebab tulisan ini saya tulis dengan begitu sederhana sehingga teman-teman non-Katolik juga bisa memahaminya dengan baik. Tanpa istilah atau penjelasan teologis yang berat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H