Subyek pajak luar negeri orang pribadi (WNA) yang memiliki Surat Keterangan Domisili (SKD) dari negara mitra P3B maka dikenakan tarif sesuai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), hal ini mengatur tentang hak pemajakan suatu negara.
Hak Pemajakan Dalam P3B
Dalam upaya menghindari pengenaan pajak lebih dari satu kali (berganda) atas objek yang sama, maka perlu diatur dan ditentukan hak suatu negara dalam memajaki objek tersebut. Aturan dalam pasal-pasal P3B dikenal dengan istilah distributive rules, yaitu :
Active Income, adalah penghasilan yang didapat karena kegiatan usaha maupun pekerjaan. Termasuk dalam kategoridalam penghasilan ini adalah  kegiatan bisnis, transportasi udara, laut, dan sungai, gaji pegawai, jasa profesi,  artis, olahragawan, dan lain sebagainya.
Passive Income, merupakan penghasilan yang diperoleh dari kegiatan investasi dalam bentuk intangible maupun tangible properties. termasuk kategori ini antara lain penghasilan dari harta tidak bergerak, penghasilan dari dividen, bunga, royalti, capital gain, serta pensiun.
Other income, adalah penghasilan selain penggolangan pendapatan aktif dan pendapatan pasif.
Atas pendapatan tersebut di atas, atas hak pemajakannya dapat dibagi menjadi :
- Menjadi sepenuhnya dmilik salah satu negara, umumnya kepada negara dimana Subjek Pajak tersebut terdaftar sebagai SPDN (Residence state).
- Dibagi bersama antara residence state (negara domisili) dengan source state (negara sumber penghasilan).
Saat terutangnya pajak penghasilan PPh Pasal 23, PPh Final dan PPh Pasal 26 yaitu pada bulan dilakukan pembayaran atau pada saat jatuh tempo pembayaran, tergantung peristiwanya yang terjadi lebih dahulu. Pajak penghasilan tersebut disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah timbul pajak terutang. Kemudian dilaporkan dalam SPT Masa disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Pihak pemotong pajak akan membuat bukti potong PPh Pasal 23, PPh Final dan PPh Pasal 26 untuk disampaikan kepada pihak penjual atau pemberi jasa. Bukti potong PPh Pasal 23 yang tidak bersifat final akan dipergunakan oleh pihak penjual atau pemberi jasa sebagai kredit pajak pengurang kewajiban perpajakan pajaka penghasilan badan. Sedangkan pajak penghasilan final hanya dilaporkan sebagai pendapatan final yang tidak diperhitungkan pajak yang kurang bayar.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuat peraturan yang mengatur penyampaian laporan SPT Masa (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 secara elektronik melalui KEP-368/PJ/2020, seluruh wajib pajak yang telah memenuhi syarat menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 elektronik ditetapkan sebagai pemotong PPh Pasal 23/26 yang wajib membuat bukti potong dan menyampaikan SPT Masa sesuai dengan PER-04/PJ/2017, wajib pajak diharuskan menggunakan e-Bupot.
Persyaratan pemotong pajak yang harus menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik, menurut pasal 6 PER-04/PJ/2017antara lain :
- Dalam satu masa pajak menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23/26.
- Jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti pemotongan.
- Sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik.
- Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak