Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.SE.ME.MPd.PhD
Dr.Dr.Basrowi.SE.ME.MPd.PhD Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat adm bisnis Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, S3 Asia e University

Man Jadda Wa Jadda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meningkatkan Consciousness Masyarakat

17 April 2020   16:16 Diperbarui: 17 April 2020   16:19 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bu Imah, tetangga bu Yadi yang sedang menyuapi anaknya dengan jalan-jalan ditemeni kucing tanpa memaki masker juga ikut menyapa saya, "E..ada pak Haji, libur ya Pak Haji, kok lama tidak ke masjid dan mampir ke sini. Ngumpet ya di rumah, takut Corona. Santai aja pak Haji, hidup-mati urusan Tuhan," Dengan penuh bosa-basi ku jawab, "Gak boleh keluar sama istri dan anak-anak bu. Lagi pula, di sini tidak pada pakai masker, jadi ngeri-ngeri sedap bu."

Sambal terus menyuapi anaknya, sesekali nasinya dijatuhkan sedikit untuk kucing yang sejak tadi mengikuti, ibu Imah mengatakan. "Kalau Pak Haji, meski gak kerja masih gajian, kalau bapaknya anak, tidak kerja ya gigit jari. Mana tagihan sudah numpuk lagi. Susu anak habis. Mau ke Indomaret beli tepung bubur anak juga tidak ada duit. Motor sudah ditagih terus, malah diancam mau ditarik lagi. Boro-boro beli masker yang harganya sudah mahal banget."

Untuk memberi motivasi ke ibu Imah, aku menjawab. "Ibu kan tabungannya banyak. Di kampung sapinya banyak. Sawahnya lebar. Kebon luas. Santai aja bu!" Sambil agak menendang kucing, yang dari tadi menggelibat di kaki, ibu itu menjawab sambil tertawa kecil. "Alhamdulillah, doa Pak Haji dikabulkan. Boro-boro pak Haji, sawah secuil udah dijual waktu anakku yang pertama sunatan di kampung. Sekarang bagaimana mencari sendiri aja pak Haji. Doakan ya pak Haji, rejeki bapaknya lancar dan melimpah."

Sambil mengucap aamiin, aku pura-pura menerima telepon dari istriku, aku pamitan. Dari pada semakin banyak ketemu orang di kampong padat huni, hatiku semakin sedih, bukan hanya karena Corona, tetapi juga karena melihat rendahnya kesadaran masyarakat gang kumuh untuk melakukan social distancing. Mereka meski sudah sadar tetapi untuk berada di dalam rumah sangat sulit. Apalagi memakai penutup mulut ketika bertemu dengan orang lain, masih jauh panggang dari api. Masya Allah...!

Dr. Basrowi, Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, dan S3 UPI YAI            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun