Ada sebuah narasi yang agak lucu yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR, Juniver Girsang dalam sebuah acara talksow di salah satu tv swasta bahwa aksi mahasiswa ini ada yang menunggangi. Kemudian itu seperti diaminkan oleh menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Hei Pak, lihatlah dulu baik-baik, jangan sampai anda kelimpungan karena lantangnya suara yang menggelegar hingga terdengar di dinding rumah jabatan anda. Ini suara hati nurani, murni dari sudut-sudut kegelisahan atas pasal karet yang dibuat oleh DPR.
Sudahlah, jangan tarik kembali lagi suara ini ke dalam kubangan politik. Sebab itu sudah usai, Presiden Jokowi kembali melenggang bukan. Lagian, tidak ada suara dari mahasiswa dan rakyat yang berniat untuk menumbangkan Presiden Jokowi.
Kami hanya bersuara atas ulah para legislator yang "kotor" itu. Yang seperti punya kuasa atas segalanya. Yang lupa bagaimana dirinya dipilih sebagai penyambung lidah rakyat. Bukan malah sebagai pembunuh rakyat melalui undang undang yang tidak jelas.
Mahasiswa dan rakyat berdiri atas keinginan melawan ketidakadidlan akibat dari sebuah undang undang kontroversial. Semua berjuang karena khawatir anak cucu yang akan hidup pada masa-masa mendatang akan menjadi korban. Tidak lebih dan tidak kurang dari itu. Bahkan tidak ada kepentingan politik sama sekali.
Dan Pak Yasonna dan Pak Juniver, ingat bahwa sosialisasi yang menjadi pembelaan anda itu benar. Tapi apakah itu sudah menyeluruh hingga sampai kepada telinga masyarakat petani, nelayan, buruh, pengamen dan lain-lain?
Karena tentu mereka itu tidak masuk kampus kan Pak, apalagi biaya kuliah itu mahal Pak? anda tahu itu kan. Yah, kalau anak-anak anda sih bisa kuliah sampai ke luar negeri, boleh jadi pakai uang negara dengan modus beasiswa pula. Mereka tentu tidak Pak. CAMKAN ITU.
Polisi Terlalu Agresif
Sebagai warga negara yang hidup di Indonesia, menyampaikan pendapat di muka umum itu dilindungi oleh konstitusi yakni dalam pasal 28E UUD 1945. Bahkan, mekanisme pelaksanaan sangat detail dalam undang undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Karena dalam pelaksanaan dan umumnya, kegiatan berpendapat di muka umum ini rawan atau bahkan sangat rawan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka perlu ada sebuah mekanisme pengamanan. Maka dari itu, diberikanlah tugas tersebut kepada Polri dalam pasal 13 ayat (3) pada undang undang yang sama.
Kemudian, hal ini sejalan dengan Perkapolri nomor 9 tahun 2008 tentang tata cara penyelenggaraan, pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum. Pada pasal 13 disebutkan bahwa Polri berkewajiban melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, dan menghargai prinsip praduga tidak bersalah.