Mohon tunggu...
Bas OK
Bas OK Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Sejati

penulis lepas dari berbagai keteraturan baku

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Tantangan Mimpi Besar Sang Maestro Olahraga Negeri Seribu Megalit

2 Mei 2023   07:00 Diperbarui: 2 Mei 2023   13:25 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BARNABAS LOINANG/ Wartawan Olahraga di Negeri Seribu Megalit

Olahraga Sebagai Pilar Pembangunan Rusdy Mastura-Ma'mun Amir

Gubernur Sulteng H Rusdy Mastura AIFO dan Ketua Umum KONI Sulteng M Nizar Rahmatu AIFO
Gubernur Sulteng H Rusdy Mastura AIFO dan Ketua Umum KONI Sulteng M Nizar Rahmatu AIFO

Di tangan Maestro Olahraga Rusdy Mastura dan Nizar Rahmatu, semangat berolahraga di Negeri Seribu Megalit terus tumbuh pesat.

Sebagai provinsi yang historisnya terbentuk karena olahraga, kini olahraga bukan hanya sekadar gaya hidup, namun masa depan. Lebih dari itu, olahraga sebagai pilar dalam pembangunan era Rusdy Mastura Ma'mun Amir dalam mendobrak sektor pariwisata dan ekonomi.

Mulai dari atlet, pelatih, pengurus induk olahraga bahkan sampai pengamat pun mulai membincangkan olahraga. Bincang olahraga ini terus menggema karena memang sedang menjadi trendsetter.

Olahraga kian seksi di tangan mereka berdua. Ada-ada saja gawean yang bikin heboh. Tahun ini, Sulteng dipercaya menjadi tuan rumah babak kualifikasi tiga cabang olahraga, yaitu Voli Indoor, Marathon Khatulistiwa dan Catur.

Tahun 2024, saat persiapan PON, Sulteng dipercaya menjadi tuan rumah PON Perairan dan Olahraga Pantai, bakalan diikuti 37 provinsi mempertandingkan 14 cabang olahraga.

Event yang bertubi-tubi dalam skala nasional ini, selayaknya menjadi perhatian bersama, semangat olahraga hadir di bumi seribu megalit karena peran dua maestro ini. Suatu momen yang langka bertemunya dua tokoh yang klop dalam mengactionkan ide-ide cemerlang olahraga.

Dari multiple efek tentu jelas ada, bahkan terasa. Begitu juga dengan masa depan atlet, dengan hadirnya event yang semarak, menjadikan mereka semangat untuk berlatih.

Meniti Prestasi Anak Bangsa

Sulteng tidak pernah hilang dalam melahirkan atlet-atlet fenomenal, baik dari era 1970-an oleh Arie Samana, peraih medali emas pertama Sulteng pada PON tahun 1971, berlanjut ke era Joice Rumampuk, Anshar Yotomaruangi dan ke Jordan Yorry Moula, legenda canoe di Indonesia asal Sulteng yang rekornya belum terpecahkan spesialis C1 500 dan c1 1.000.

Pun berlanjut ke Noval, bocah ajaib lompat jauh asal Ampibabo yang kini membela DKI Jakarta, pun sama halnya dengan Babon alias Aspar Jaelolo yang bertubi-tubi memberikan emas untuk DKI di kancah PON. Pemecah speed world record ini pun masih di DKI.

Berlanjut di era 2020-an, muncullah Ardin Wiranata atlet biliar, Carlos Domelos atlet balap motor, dan Nofeldi Petingko atlet lari jarak menengah yang tidak pernah habis nafasnya. Perjuangan mereka sering diulas di media baik cetak maupun online dan elektronik.

Dari era Arie Samana hingga Nofeldi, ada satu kesamaan. Yakni model pembinaan atlet yang tak berubah dari dulu kala. Yakni tiba masa tiba akal. Mereka semua direkrut bukan karena pembinaan berjenjang alias didapat dari alam.

Maka masuk akal pula sekaligus jawaban, mengapa prestasi emas Sulteng terbentur paling banyak 2 emas dan paling sering  1 emas atau kerap tidak ada sama sekali di PON.

Karena model pembinaan yang tidak terprogram berjenjang atau jangka pangjang yang istilah sekarang Long Term Atthlete Development (LTAD), muncullah kasus seperti Noval dan Babon yang memilih pindah ke DKI. Kasus terbaru ialah di sepak takraw yang mana pada PON Papua, tiga atlet putra sepak takraw asli Sulteng membela Jawa Barat.

Sementara Nofeldi beruntung, ia bersinar di era dua mastero olahraga ini hingga ia mendapat jaminan masa depan baik dari Pengprov PASI Sulteng maupun juga dari KONI Sulteng.

Antara masa lalu dan masa kini, ada yang beda dengan dinamika olahraga sebelumnya. Pembedanya adalah SEMANGAT, yang tumbuh dari rasa kepedulian, kecintaan terhadap harkat dan  martabat serta kebanggan yang bernama olahraga. Dari semangat olahraga, Sulteng mulai dikenal publik Indonesia melalui PON 1957 di Bandung, hingga menjadi embrio lahirnya Provinsi Sulteng tahun 1964.

Memutus Mata Rantai dengan Pembinaan Jangka Panjang

Sudah selayaknya Provinsi Sulteng memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Keolahragaan atau Desain Besar Olahraga Daerah (DBOD) sebagai amanat UU Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan. Didalamnya berisi tentang Pembinaan Jangka Panjang.

Dengan adanya Perda tersebut, kebutuhan anggaran olahraga yang sebenarnya bisa dijawab. Karena perda tidak ada, anggaran olahraga melalui KONI Provinsi hanya diberikan berdasarkan patokan pagu sebelumnya. Tidak menyentuh substansinya yaitu pembinaan berjenjang atlet.

Seperti Apa Pembinaan Berjenjang atau Jangka Panjang?

Pembinaan berjenjang mulai dari perekrutan, penjaringan atlet dari usia dini.

Pembinaan berjenjang bukan hanya semata tanggung jawab KONI Provinsi. Namun ada peran KONI Kabupaten Kota yang didukung Pemerintah Kabupaten dan Kota. Jika Pemerintah Provinsi membentuk Perda Keolahragaan, maka wajib pula di tingkat Kabupaten dan Kota sudah ada Perda Keolahragaan.

Peran KONI Kabupaten Kota pada pembinaan level paling dasar, penjaringan perekrutan atlet. Atlet ini yang akan dipersiapkan mengikuti Porprov. Setelah Porprov, para juaranya direkrut guna mewakili Provinsi di ajang PON oleh KONI Provinsi. Polanya Porprov ke PON. Pembinaan jangka Panjang persiapan Porprov ditangani oleh kabupaten dan Kota, sementara pembinaan jangka Panjang persiapan PON ditangani oleh KONI Provinsi. Sementara pelatnas tentu ditangani Pemerintah Pusat menggunakan APBN.

Model seperti ini tergambar dari pola pembinaan KONI Kabupaten Kota di daerah yang olahraganya maju seperti KONI Jabar, KONI Jatim dan KONI Jateng.

Model pembinaan jangka Panjang ini memberikan kesempatan kepada atlet agar fokus dan tetap fokus berlatih dan termotivasi sebagai atlet level utama Provinsi persiapan PON. Karena selama atlet ini terpilih sebagai atlet utama, maka Ia akan tetap mendapatkan insentif. Insentif ini sebagai bentuk penghargaan, kompensasi agar atlet ini focus berlatih tanpa kerja sampingan mencari sesuap nasi untuk keluarganya.

Insentif bersumber dari APBD yang dihibahkan ke KONI Provinsi/ kabupaten kemudian diberikan kepada Pengprov/ Pengkab yang diberikan kepada atlet dan pelatih.

Hampir semua KONI di Indonesia sudah memiliki perda yang menjadi payung hukum bagi pembinaan berjenjang atau jangka panjang olahraga di daerah. Sayangnya perda Keolahragaan di Sulteng masih terbentur di Dispora. Apalagi Perda Keolahragaan di kabupaten Kota di Sulteng, belum ada satupun yang sudah jadi.

Saya ingat saat meliput Kualifikasi PON Atletik Jatim Open 2023 di Gresik pada Maret lalu. Salah satu kabupaten di Jawa Tengah, kabupaten Grobogan yang mengikuti Jatim Open, PASI Grobogan sudah memberikan insentif untuk atlet dan pelatih Persiapan Porprov Jatim 2023. Mereka sudah memiliki Perda yang menjadi rel bagi pembinaan olahraga di daerahnya.

Kasus yang terjadi di Sulteng ?

Banyak atlet Sulteng yang mutasi ke daerah lain karena tidak jelasnya masa depan mereka. Masa depan akan nasib mereka.

Kasus itu terjadi dulu. Seperti sepak takraw, banyak atlet Sulteng maupun putra putri mutasi ke daerah lain hanya karena tidak ada pembinaan yang pasti di Sulteng.

Andi Paturai dkk ramai-ramai mutasi ke Bogor Jawa Barat hanya karena disana pembinaan berjenjangnya sudah pasti. Walaupun jumlahnya tidak besar, setidaknya mereka mendapatkan hak sebagai tanda mereka atlet.

Andi pernah menuturkan, uang pembinaan diberikan stimulant dari selepas PON hingga PON berikutnya. Uang Pembinaan mulai dari atlet persiapan Porprov oleh KONI/PSTI Kabupaten sampai ke persiapan PON oleh KONI/ PSTI Provinsi. Asalkan ia terpilih sebagai atlet lapis utama mewakili kabupaten dan Provinsi , ia secara terus menerus mendapatkan intensif.

Walaupun mendapat intensif, Andi pernah mengungkapkan ke saya, membela daerah sendiri lebih membanggakan karena itu panggilan jiwa.

Dari kasus Andi setidaknya pembinaan berjenjang ini mendapat dukungan politik anggaran sangat pasti untuk memberikan nafas kemajuan olahraga daerahnya.

Tidak semua kasus mutasi atlet Sulteng seperti di atas. Ada banyak atlet yang memilih bertahan di Sulteng seperti taekwondoin Abdul Rahman Darwin yang baru saja meraih emas semata wayang di PON Papua.

Namun untuk keberhasilan Abdul Rahman Darwin, bukan jadi alasan pembenar olahraga di Sulteng sedang baik-baik saja. Jika ditanya, mereka pasti 1000 persen menjawab : Ingin di Sulteng ini sudah ada pembinaan berjenjang olahraganya.

Sulteng Emas Mimpi Besar Sang Maestro

Ishak Basir - Ketua Pokja Sulteng Emas
Ishak Basir - Ketua Pokja Sulteng Emas

Salah satu pionir di bidang olahraga era Gubernur Rusdy Mastura dan Wakil Gubernur Ma'mun Amir dan Ketua Umum KONI Sulteng Nizar Rahmatu, ialah Sulteng Emas.

Sulteng Emas lahir menjawab kegamangan prestasi Provinsi Sulteng di kancah PON yang bertengger di papan bawah. Sulteng Emas lahir untuk mendobrak prestasi olahraga Sulteng yang selama enam decade, tidak pernah tembus papan tengah apalagi papan atas di kancah PON.

Gubernur Sulteng membentuk Sulteng Emas dengan tujuan pasti, masuk 10 besar PON 2024 dengan perolehan minimal 10 medali emas. Sulteng Emas menggunakan dana sponsorship. 

Sulteng Emas ini adalah jalan pintas mencapai prestasi dengan memangkas pembinaan berjenjang atau jangka panjang, yang memang tidak ada di Sulteng.

Memang Sulteng Emas saat ini bisa memutasi atlet potensi emas seperti Azzahra, Joe Aditya, Glenn Victor, I Gede Simen. Semua itu atlet peraih emas PON Papua dan mewakili Indonesia ajang SEA Games 2023 Kamboja sekarang.

Tapi jika, Pembinaan berjenjang sudah ada melalui Perda, saya juga sangat yakin, Sulteng Emas kembali ke marwah sesungguhnya yang dicetuskan Nizar Rahmatu : Pelatnasnya Atlet Sulteng.

Mewujudkan satu berkeping-keping emas di PON tanpa pembinaan berjenjang itu mustahil. Sudah terbukti berapa decade Sulteng mengikuti PON dari tahun 1957 hingga sekarang pun paling banyak hanya menelorkan 2 emas.

Butuh waktu lama seorang atlet agar bisa menjadi atlet prestasi emas, yang bisa dimulai dari pembinaan usia dini. Jika berkaca dengan prestasi Yorry, ia butuh waktu 4 tahun paling singkat mendobrak prestasinya dari perunggu PON 1992 menjadi 2 emas PON 1996 dan 2 emas PON 2000.

Di Jawa Barat, penjaringan mereka meski terkesan curang, mereka menjaring atlet terbaik di Indonesia dengan sistem kontrak atau mutasi. Dengan cara itu, Jawa Barat tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra pembinaan dari usia dini.

Nyatanya kasus mutasi ini bukan hanya di Jabar, tapi seluruh Provinsi di Indonesia bahkan Papua selaku tuan rumah PON yang banyak mengontrak atlet DKI.

Namun setidaknya, daerah yang sudah ada pembinaan berjenjangnya, mereka mudah mengatur masa depan olahraga mereka sendiri. Tanpa susah payah seperti di Sulteng yang atletnya harus mencangkul di tanah sendiri.

Perlunya Sentuhan Politik Anggaran, dan Sinergitas

KONI Sulteng berhimpun 54 induk organisasi cabor yang terdaftar. Diantaranya terdapat 24 cabor yang berhasil lolos PON Papua. Diantaranya 9 cabor yang mempersembahkan medali PON XX Papua.

Perlu duduk bersama pemangku kepentingan olahraga di Sulteng diantaranya Dispora yang membawahi PPLP. Kemudian Bapomi (Mahasiswa), Bapopsi (pelajar), , serta KONI yang membawahi induk olahraga prestasi, Gubernur bersama dengan DPRD Provinsi.

Dengan hadirnya DPRD selaku mandataris rakyat (termasuk atlet) agar tidak kaget jika ada usulan pembiayaan prestasi olahraga. Lebih khusus lagi dalam mendesain tentang Desain Besar Olahraga Daerah (DBOD) yang jelas amanah dari UU No 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Semua lembaga bertanggung jawab atas masing-masing event, dimulai dari Popnas sebagai evaluasi olahraga antar pelajar, Pomnas evaluasi olahraga untuk mahasiswa. Untuk level profesional dimulai dari Kejurkab/ Kejurkot dimulai dari tingkat paling bawah yaitu kabupaten dan kota, berlanjut ke Kejurprov dan Kejurnas. Ujung dari evaluasi pembinaan prestasi di Indonesia yaitu PON hingga olimpiade.

Perlu duduk Bersama semua stakeholder menjawab kebutuhan olahraga, fasilitas yang belum ada seperti wisma atlet, GOR, penataan organisasi, serta SDM wasit pelatih dan atlet dan anggaranya. 4 pilar olahraga yang sering didengungkan oleh Ketua Umum KONI Sulteng M Nizar Rahmatu dalam setiap kesempatan. Mustahil omong kosong mencapai puncak prestasi tanpa empat hal ini. Seperti itu.

Salam Olahraga, Pakaroso. Semoga olahraga di Bumi Seribu Megalit ini semakin baik. Sekian (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun