Mohon tunggu...
Bas OK
Bas OK Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Sejati

penulis lepas dari berbagai keteraturan baku

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Tantangan Mimpi Besar Sang Maestro Olahraga Negeri Seribu Megalit

2 Mei 2023   07:00 Diperbarui: 2 Mei 2023   13:25 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meniti Prestasi Anak Bangsa

Sulteng tidak pernah hilang dalam melahirkan atlet-atlet fenomenal, baik dari era 1970-an oleh Arie Samana, peraih medali emas pertama Sulteng pada PON tahun 1971, berlanjut ke era Joice Rumampuk, Anshar Yotomaruangi dan ke Jordan Yorry Moula, legenda canoe di Indonesia asal Sulteng yang rekornya belum terpecahkan spesialis C1 500 dan c1 1.000.

Pun berlanjut ke Noval, bocah ajaib lompat jauh asal Ampibabo yang kini membela DKI Jakarta, pun sama halnya dengan Babon alias Aspar Jaelolo yang bertubi-tubi memberikan emas untuk DKI di kancah PON. Pemecah speed world record ini pun masih di DKI.

Berlanjut di era 2020-an, muncullah Ardin Wiranata atlet biliar, Carlos Domelos atlet balap motor, dan Nofeldi Petingko atlet lari jarak menengah yang tidak pernah habis nafasnya. Perjuangan mereka sering diulas di media baik cetak maupun online dan elektronik.

Dari era Arie Samana hingga Nofeldi, ada satu kesamaan. Yakni model pembinaan atlet yang tak berubah dari dulu kala. Yakni tiba masa tiba akal. Mereka semua direkrut bukan karena pembinaan berjenjang alias didapat dari alam.

Maka masuk akal pula sekaligus jawaban, mengapa prestasi emas Sulteng terbentur paling banyak 2 emas dan paling sering  1 emas atau kerap tidak ada sama sekali di PON.

Karena model pembinaan yang tidak terprogram berjenjang atau jangka pangjang yang istilah sekarang Long Term Atthlete Development (LTAD), muncullah kasus seperti Noval dan Babon yang memilih pindah ke DKI. Kasus terbaru ialah di sepak takraw yang mana pada PON Papua, tiga atlet putra sepak takraw asli Sulteng membela Jawa Barat.

Sementara Nofeldi beruntung, ia bersinar di era dua mastero olahraga ini hingga ia mendapat jaminan masa depan baik dari Pengprov PASI Sulteng maupun juga dari KONI Sulteng.

Antara masa lalu dan masa kini, ada yang beda dengan dinamika olahraga sebelumnya. Pembedanya adalah SEMANGAT, yang tumbuh dari rasa kepedulian, kecintaan terhadap harkat dan  martabat serta kebanggan yang bernama olahraga. Dari semangat olahraga, Sulteng mulai dikenal publik Indonesia melalui PON 1957 di Bandung, hingga menjadi embrio lahirnya Provinsi Sulteng tahun 1964.

Memutus Mata Rantai dengan Pembinaan Jangka Panjang

Sudah selayaknya Provinsi Sulteng memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Keolahragaan atau Desain Besar Olahraga Daerah (DBOD) sebagai amanat UU Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan. Didalamnya berisi tentang Pembinaan Jangka Panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun