Terlihat mereka , para Guru Guru dari sebuah Sekolah Menengah Pertama Negeri di bilangan Banyumanik, Semarang yang bekerja keras dari pagi tanpa henti. Sistem Zonasi ini mengakibatkan ribuan pendaftar yang datang pada saat yang hampir bersamaan tampak jelas pagi itu antrian yang panjang.Â
Respek kami buat mereka. Mengamati sendiri sebagai seorang warga, dimana bahkan jalur prestasi seperti piagam pun harus di adakan uji klarifikasi yang rinci terhadap bakal calon siswa partisipan PPDB 2018 Â ini.Â
Bagaimana mereka terkadang terlihat jelas dalam capeknya, harus betul betul menjelaskan pada para Wali Murid tentang persyaratan yang masih saja kurang secara administrasi. Keluhan "kenapa sih kok susah dan ribet banget sistemnya sekarang " dari para Wali Murid yang terlihat cemas dilayani dengan tetap tersenyum dan memberikan penjelasan terperinci. Disitu, terlihat adanya harapan. Bahwa kelak, apabila anak tersebut diterima, Â maka para Pendidik inilah yang akan menjadi orang tua juga bagi anak anak kami.
Gak kuat dengan deg deg an dan sport jantung didalam ruang kelas saat penerimaan administratif  yang asli lebih mencekam dari Piala Dunia kali ini, penulis memilih untuk keluar sejenak.
Penat butuh Rehat.Â
Tapi saat diluar ruang lingkup sekolah, obrolan singkat dengan seorang penjaja makanan sekaligus sahabat yang kecewa jadi satu kenyataan getir yang juga harus diterima. Dimana Beliau, yang kebetulan anaknya berprestasi di Blora harus tersingkir dari sebuah SMK karena secarik kertas bernama SKTM ini.Â
Sementara seorang Sepuh dengan logat Banyumasan nya yang medok  yang juga kebetulan berdagang didepan sekolah itu menceritakan kebanggaan tentang cucunya yang setelah lulus SMK di Pekalongan sudah bekerja di sebuah Pabrik Pemintalan, dan anak anaknya yang diterima sebagai PNS mesti harus mengabdi di luar Jawa . Ini lho yang harus dipikir bersama sama.Â
PPDB dan SKTM adalah sebuah sistem, yang meski belum sempurna bertujuan semula baik. Supaya kelak nantinya pemerataan baik kualitas pendidikan dan juga kesempatan belajar menjadi lebih baik. Menghapus diskriminasi bahwa hanya yang mampu saja yang berhak atau layak mendapatkan pendidikan. SKTM, lebih jauh lagi tidak hanya berkutat sekedar di pendidikan saja. Namun dibanyak kesetaraan dan hak lain yang memang harus kita wajib berjuang bersama sama.Â
 Sebagai orang tua tentu kita ingin agar kehidupan mereka anak anak lebih baik. Guneman sembari nembang kita dalam lagu Lelo Ledung jadi harapan
Namun bukan hanya sekedar baik secara finansial saja. Itu nomer sekian seharusnya yang menjadi acuan. Setiap tahun, fondasi fondasi baru demi sebuah generasi yang lebih baik secara budi pekerti dan kecerdasan intelektual wajib menjadi acuan bersama. Untuk menjadi bangsa yang lebih besar, dan menjadi penerus mereka kelak akan menghadapi satu situasi yang lebih sulit dan lebih pelik lagi. Pembodohan SKTM palsu ini ibarat anda sedang menuangkan semen dan sirtu palsu didalam pondasi ini. Keliatan apik, tapi rapuh. Terlebih mengingat fenomena para pelaku bisnis kaya mendadak ini sedang mengambil jatah orang lain atas nama pendidikan.
Bener wae ora, opo maneh Pener ? dan kenapa  kita jadi Bullying pada mereka yang lebih berhak?