Dan apabila seseorang sudah tahu bahwa keimanan atau keyakinan itu adalah sesuatu yang terdekat dihati, tentu gak bakalan sulit untuk menghargai dan menghormati mereka yang kebetulan juga sedang mendalami satu keimanan atau keyakinan. Meski, keyakinan tersebut lain dengan yang dipercayanya. Kenapa demikian? Karena ia akan dengan mudah melihat sosok dirinya yang di tengah rumit dan sumpeknya dunia sekarang ini berusaha dengan keras untuk meyakini sesuatu yang tak Nampak. Apapun bentuk, sebutan dan namaNya. Bagaimana pun cara menghormati Nya.
Ini yang secara lugas, dipahami oleh mereka yang sedang berusaha keras mempertahankan keimanan masing masing di kota Semarang sendiri. Ini arti kataLakum Dinukum Waliyadin bagi kami.
Nah bicara diluar keyakinan?
Lagi lagi, Kota Semarang adalah sebuah kemajemukan. Warga asli Tanah Jawa yang seiring dengan waktu sudah melebur ke etnis an nya. Kota Pelabuhan, mau gimana lagi? Kami bertetangga dengan tidak mengenal etnis atau keyakinan. Duduk bareng, guyonan dan tak jarang ledek ledekan perkara keyakinan atau etnis pun jadi sesuatu yang biasa dilakukan.
Tidak Ada Yang Tabu Di Semarang, Apabila Niat Baik Jadi Tujuan.
Enggak ada tabu disana, karena tidak sedang membangun sekat. Malah suka terbingung bingung kalau ada orang yang berusaha sopan karena gak mau menyinggung ( misal nih) keturunan etnis Tionghoa dengan kata “ Maaf, mereka yang Chinese”. Lha ngapain pake boso londo segala? Malah lucu dan terang benderang kalau orang itu sebenarnya ada ganjelan, grundelan. Lha kok aku yang Jowo gak disebut dengan “Javanese?”
Lucu kan?
HTI, getol mempopulerkan Khilafah. Ngotot sih enggak ,kalau di Semarang , hanya saja konsep yang ditawarkan memang tidak komplit untuk sebuah masyarakat yang majemuk seperti Kota Semarang
sendiri. Jelas ditolak lah.
FPI bagaimana? Boleh deh kalian para simpatisan berusaha membela keberadaan FPI dan Habib Rizieq Shihab dengan ‘segala kebaikan FPI yang kadang tidak di ekspos di media massa’. Hanya saja sikap tidak simpatik kalian saat bertakbir pun menjadi satu catatan penting bagi kami warga Semarang. Tidak ada satupun orang yang bersholawat, kemudian mengajak untuk permusuhan. Karena sejatinya bershalawat adalah memberikan sebuah ‘jalan’ untuk penenangan hati, selain dari sebuah pujian bagi Rasulullah SAW sendiri. Track record buruk FPI di berbagai daerah lain di Indonesia, menjadi penolakan bagi kami, Warga Semarang.
Memberikan Agenda Yang Tidak Pas Untuk Cermin Muslim di Indonesia dan Penolakan Yang Kebablasan Akhirnya