Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tolak HTI dan FPI, Ada Apa dengan (Kota) Semarang?

15 April 2017   18:57 Diperbarui: 17 April 2017   18:42 44149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dasa pitutur atau sepuluh petuah Sunan Kalijaga. Sumber: wikipedia

Jadi jangan berpura pura naïf dengan berasa gak punya dosa deh. Bercermin lebih baik, ketimbang menyalahkan sana sini.  Habib Riziq Shihab sendiri justru memberikan satu titik melemahkan bagi para Habaib Habaib yang lain. Sekarang ini gencar orang yang menggeneralisir dengan mengatakan “Usir mereka kembali ke Yaman “

Heh, kalian pikir mereka yang mengajarkan kebaikan, menghormati yang lain dan juga kemajemukan bukan dari Yaman? Jangan gebyah uyah atau menggeneralisir gitu lah. Saat anda menggeneralisir, ya secara otomatis sebetulnya anda emang seorang rasis. Tanpa terkecuali dan jangan berusaha berlindung dibalik “Dukung Jokowi” atau “ Kebhinekaan”.

Belum lagi yang merasa semu dan ‘silau’ melihat sebuah monarkis nun jauh di Tmur Tengah sana seakan menjadi kiblat. Apanya yang mau di lihat dari monarki itu?

Sama saja, dan bentuk kalian juga palsu sebetulnya.  Dan semua ini adalah hukum sebab akibat. Berlaku di kota kota lain di Indonesia, bukan berarti bisa berlaku di Semarang.

Semarang adalah Kota “Gali”

Satu yang menjadi sejarah penting dan juga kelam di Semarang, Kota Pelabuhan pun bukan berarti hanya ‘kebaikan’ yang menjadi bagian dari sejarahnya. Selalu berjalan seiring kan, antara  baik dan buruk. Antara gelap dan terang.  Semarang pun seperti itu. Dibalik maraknya semua kebaikan tentang masuknya keyakinan di kota syahbandar ini, kejahatan pun jadi bagiannya. Gali, atau  Gabungan Anak Liar atau lebih dikenal dengan bahasa awam preman pun dulunya sempat marak dan menjadi bagian dari Kota Semarang. Bahkan Semarang pun punya bahasa walikan sendiri.

Seperti halnya kota pelabuhan yang lain, keras menjadi satu tempaan warga kota Semarang.  Anda punya masalah dengan seseorang ? Senggelke wae.  Dalam bahasa Jawa lokal yang berarti bagi yang punya masalah silahkan diadu satu lawan satu dalam sebuah perkelahian. Gak perlu tawuran atau keroyokan yang  jelas ora lanang. Gak perlu bawa backing atau massa yang banyak. Punya masalah?

Satu lawan satu.

Ini satu sisi kelam kekerasan yang identik dengan kultur Semarang. Bukan gerudukan gak penting karena merasa lebih banyak atau lebih sedikit. Gak main yang begituan.  Ini yang bikin terkadang gemas saat melihat model keroyokan ormas yang mengatas namakan mayoritas atau minoritas itu. Wani mu kok mergo jumlahmu akeh? 

Dan tempaan keburukan atau kebaikan yang lebur di Semarang sendiri, warga Semarang yang aseli dengan mudah melakukan profilingsaat seseorang mau masuk ke Semarang meski dengan bahasa yang paling santun sekalipun, apabila memang membawa mudharat lebih banyak ketimbang sisi manfaat.

Penjahat kok mau mbok apusi to Kas? Dipikir kita gak bisa ngebaca agenda dan langkahmu kedepan itu akan seperti apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun