Mohon tunggu...
Baskoro GiliYuwono
Baskoro GiliYuwono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

"Rerum Cognoscere Causas" - LSE

Selanjutnya

Tutup

Money

Langkah Historis yang Ditempuh Bank Indonesia dalam Menghadapi Covid-19

22 November 2020   15:30 Diperbarui: 23 November 2020   07:20 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JUNI

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu I Juni 2020, inflasi Juni 2020 diperkirakan sebesar 0,04% (mtm) dan secara tahunan sebesar 1,81% (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan lalu. Inflasi yang rendah terus terjadi karena penurunan permintaan masyarakat akibat PSBB dan penurunan pendapatan tidak segera mereda. Aliran masuk modal asing (inflow neto) sebesar Rp 7,01 triliun pada minggu I bulan Juni 2020. Peningkatan ini terjadi sejak minggu ke 2 Mei 2020 seterusnya sampai minggu I Juni 2020.

Dengan Inflasi yang rendah, defisit yang rendah, Nilai tukar rupiah tembus di bawah Rp. 14.000 per dolar AS dan dinyatakan masih undervalued. Oleh karena itu nilai rupiah akan terus meningkat pada hari atau bulan selanjutnya. Pada awal bulan Juni kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah dengan melakukan pembelian SUN sebesar Rp 2,09 triliun.

KESIMPULAN

Berdasarkan Outlook perekonomian pada bulan maret sampai dengan awal bulan Juni 2020, dapat dikatakan bahwa secara garis besar kondisi perekonomian mengalami penurunan dikarenakan COVID-19.

 Penurunan pertumbuhan ekonomi ini dipicu oleh menurunnya permintaan domestik atas barang dan jasa karena kewajiban untuk melaksanakan pembatasan sosial (social distancing, PSBB, physical distancing). Turunnya permintaan bersamaan dengan turunnya Ekspor karena perlambatan permintaan dunia, terganggunya supply cain dan serta rendahnya harga komoditas global. 

Turunnya ekspor juga diikuti oleh impor yang semakin menurun sehingga terjadi surplus pada neraca perdagangan. Penerimaan devisa pariwisata mengalami penurunan karena berkurangnya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Selain itu travel ban ke luar negeri mengurangi penggunaan devisa dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah terus mengalami peningkatan karena masih dinyatakan undervalued dari nilai fundamentalnya. Peningkatan ini disebabkan oleh rendahnya inflasi, dan defisit neraca berjalan. Untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, perbankan melakukan quantitative easing dengan membeli SUN (SBN/SBSN) di pasar perdana sebagai “last resort”, injeksi liquiditas, repo, penurunan GWM, dan FX Swap. Untuk memompa kegiatan perekonomian dan menahan turunnya permintaan, Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga BI-7DRRR dan mendorong transaksi non-tunai (digital) dengan memperpanjang Merchant Discount Rate (MRD) sebesar 0% untuk QRIS.

Sebagai tambahan, kondisi ekstraordinary COVID-19 dapat dilihat pada saat bulan maret-april inflasi berada pada tingkat yang rendah. Padahal bulan ini merupakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri, yang secara historis inflasi pada momentum ini biasanya tinggi karena terjadinya permintaan masyarakat (demand pull inflation) utamanya menjelang Idul Fitri.

Sumber : https://www.bi.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun